Menuju konten utama
Misbar

Invincible: Jalan Berliku Menjadi Remaja Sekaligus Superhero

Bagaimana jika sosok terkuat di bumi, makhluk super yang tak terkalahkan, tak berdiri di sisi umat manusia?

Invincible: Jalan Berliku Menjadi Remaja Sekaligus Superhero
Film Invincible. FOTO/IMDB

tirto.id - Bagaimana jika sosok terkuat di bumi, makhluk super yang tak terkalahkan, tak berdiri di sisi umat manusia?

Begitu kira-kira premis yang mendasari musim perdana Invincible, serial animasi 2D yang diangkat dari komik superhero berjudul sama rekaan Robert Kirkman. Seri komiknya mulai dipublikasikan Image Comics sejak 2003 sampai akhirnya tamat di edisi ke-144 pada 2018 lalu.

Sang pengarang lantas juga didapuk sebagai kreator serial animasinya yang ditayangkan di Amazon Prime Video sejak 2021.

Tanpa pernah bersinggungan dengan komiknya, saya baru “menemukan” serial ini ketika ia dibincangkan di media sosial berbulan-bulan usai rilisnya. Ia kerap disebut sebagai salah satu adaptasi serial superhero terbaik, juga sebagai meme.

Serial ini unggul karena punya premis yang simpel, tapi menjanjikan. Lain itu, ia menyuguhkan jalan panjang, terjal, dan emosional dari seorang jagoan super hingga menjelma sosok yang invincible—tak terkalahkan.

Betul, plot macam ini sebenarnya pun bukan barang baru. Sosok sedigdaya Superman pun berkali-kali digambarkan sebagai tokoh jahat atau setidaknya antagonis dalam berbagai komik. Lantas apa perbedaan yang membuatnya istimewa?

Coming of Age dan Relasi Rumit Hero-Villain

Invincible dibuka dengan kehadiran sebuah grup superhero bernama Guardians of the Globe yang para personilnya sama sekali tak terlihat orisinal. Maklum saja, Darkwing dkk. nyaris bisa sepenuhnya dibilang sebagai tiruan superhero yang telah mapan, seperti Batman, Wonder Woman, dan The Flash.

Ketidakorisinalan itu mengimplikasikan bahwa Guardians bukanlah bintang utama dan mereka sangat mungkin tergantikan. Kenyataannya memang demikian. Kisah Invincible rupanya berkisar pada Mark Grayson (Steven Yeun), seorang remaja yang dilahirkan manusia biasa Debbie Grayson (Sandra Oh), tapi dalam tubuhnya juga mengalir darah Viltrumite dari sang ayah, Omni-Man (JK Simmons).

Ini adalah kisah karakter-sentris ihwal origins seorang superhero. Ia diawali dengan bagaimana Mark beradaptasi dengan kekuatan barunya hingga pemilihan kostum—yang justru terlihat paling orisinal pula ikonik ketimbang para Guardians—serta nama superheronya, Invincible.

Episode pertamanya terasa cenderung datar sampai menjelang ujung ketika Omni-Man tiba-tiba meremukkan kepala Red Dash dan menghancurkan tubuh personil Guardians lainnya. Tone serupa terasa sepanjang serial, sebagaimana lazimnya kisah asal-usul superhero yang dibumbui dengan twist dan daya kejut yang sesekali muncul.

Kisah kemudian menjadi lebih berwarna usai momen binasanya para Guardians. Ia menjadi pembuka jalan bagi regu superhero yang lebih menarik: Teen Team. Mereka lantas mengisi formasi baru Guardians of the Globe—mengingatkan bagaimana regu anyar The Suicide Squad (2021) menggantikan Suicide Squad (2016).

Selain Omni-Man sebagai alien dari planet dan peradaban yang lebih maju, tak ada penjelasan bagaimana para superhero lain mendapatkan kekuatan mereka. Invincible tampaknya tak mau repot-repot menerangkannya, sebagaimana kondisi dunia yang juga tiba-tiba mendapat banyak ancaman—dari invasi alien hingga naga.

Seperti halnya sang ayah, Invincible pun bisa dibilang tak punya kekhasan dari segi kemampuan. Jelasnya, dia pasti sangat kuat, punya daya tahan di atas rata-rata, dan super cepat. Namun di luar penampilan yang cukup unik, dengan potongan rambut kekinian, kacamata oval dan warna kostum biru-kuning-hitam, keunikan Invincible sebetulnya bisa ditemukan di sekeliling serta dalam dirinya sendiri.

Sang superhero remaja tak lagi punya me time. Kehidupan pribadinya berantakan akibat tugas sebagai penjaga bumi. Kala kehidupan masa remaja kian mendesak, dia mesti berlatih menghalau asteroid.

Layaknya superhero remaja lain macam Spider-Man dan Ms. Marvel, dia mesti memilih antara kehidupan sebagai penyelamat bumi atau pelajar.

Keunikan yang lebih mencolok bisa didapati kala mengikuti kisahnya. Invincible merupakan anak, penerus, sekaligus rekan dari sosok terkuat di bumi sekaligus ancaman terbesar kemanusiaan. Dan untuk karakter yang memilih nama "Invincible", dia bukannya tak terkalahkan.

Ketika serial baru mencapai episode kelima, jagoan kita sudah terluka parah. Pertaruhan besar memilih jalan pahlawan akhirnya dimunculkan dan lawan-lawan yang bukan main tangguhnya sudah tiba.

Ada musuh seperti Battle Beast yang mampu menghajar seluruh Guardians seorang diri. Ada pula para villain yang—meski tak sekuat monster singa berkepang—sanggup menghadirkan ancaman menarik dengan muslihat dan motif masing-masing seperti Doc Seismic, Mauler Twins, D.A. Sinclair, Titan, hingga Machine Head (sosok serupa Iron Man bersuara auto-tune yang mampu menaksir probabilitas). Belum lagi makhluk parasit seperti sequids yang tiba di bumi dengan menumpangi tubuh astronaut.

Apalah superhero tanpa lawan yang pantas. Omni-Man jelas lebih dari sekadar musuh sepadan. Dia merupakan momok mahahebat yang pencapaian dan kekuatannya masih harus dikejar mati-matian oleh Invincible.

Teka-teki tentang motif sang ayah pula yang merekatkan delapan episode musim pertama Invincible. Ada rasa penasaran yang dijaga hingga episode finale, sampai motif kebrutalan Omni-Man tersingkap.

Perang bisa dihentikan, kelaparan dapat dieliminasi, dan bumi bakal memperoleh bantuan teknologi medis yang lebih maju berabad-abad. Itu terdengar seperti tawaran yang menggiurkan dan sangat sulit ditolak.

Namun, itu hanya bisa dicapai asalkan manusia setuju untuk tunduk di bawah kekuasaan Viltrum, planet asal Omni-Man.

Loyalitas Omni-Man pada skema besar itu terdengar klise, memang. Begitu juga dengan Invincible yang kendati telah bersimbah darah, kalah telak, tapi tetap bertahan pada klise “tak bakal menyerah atas nama kemanusiaan dan kedaulatannya”.

Untungnya, konflik puncak itu disampaikan dengan gaya yang tak membosankan. Serial ini punya banyak bumbu cerita, mulai dari relasi ayah-anak, pertarungan emosional, langkah-langkah ekstrem Omni-Man, hingga adegan manusia tewas bergelimpangan.

Infografik Misbar Invincible

Infografik Misbar Invincible. tirto.id/Tino

Masih Belum “Tak Terkalahkan”

Sederet klise/trope superhero lain juga bertahan dalam Invincible. Misalnya khalayak luas yang tak mengetahui identitas Omni-Man atau Atom Eve kendati mereka sama sekali tak mengenakan topeng atau helm saat beraksi.

Di kala film dan serial MCU bertahan dengan formula mereka dan The Boys yang mengambil langkah lebih kelam pula brutal, Invincible bisa dibilang menerapkan rumusan klasik tontonan yang membuat kita tertarik pada superhero.

Pilihan animasi 2D juga sepertinya menjadi medium paling tepat, entah untuk membedakannya dengan judul yang berbagi banyak kesamaan macam The Boys atau untuk memberikan kesan nostalgik. Invincible menghadirkan nuansa layaknya seri animasi Batman atau seri superhero dari beberapa dekade silam.

Humornya digarap dalam porsi yang pas. Itu bisa ditilik dalam adegan seperti perbincangan telepatik Invincible dengan Allen the Alien atau tutorial cara mengancam penjahat oleh Omni-Man. Invincible juga hinggap pada tema yang "lebih dewasa", semisal dialog antara Cecil Stedman dan detektif demon Damien Darkblood tentang betapa abu-abunya eksistensi superhero.

Tema dan cerita yang cukup kompleks juga tak otomatis menepikan porsi origins-nya Invincible. Penyampaian problema masa remaja, pencarian jati diri, dan kandasnya romansa sepenuhnya terasa alami. Ada kebrutalan yang kreatif di setiap animasi pertempuran yang menawan. Ada pula gaya tersendiri ketika opening title diselipkan ke dalam percakapan.

Invincible juga diperkuat voice actor yang namanya sudah familier di kalangan umum. Terdapat nama-nama populer yang telah lama malang-melintang sebagai pengisi suara, seperti Mark Hamill dan Clancy Brown serta pengisi suara tamu seperti Mahershala Ali hingga Seth Rogen.

Lebih dari sekadar origins yang pantas, musim perdana Invincible menjadi fondasi mantap untuk kelanjutan sebuah serial animasi dengan cerita dan villain yang menghibur. Ancaman-ancaman berskala lebih masif menanti untuk melihat bagaimana Invincible ini menjelma sosok yang sesuai dengan namanya: tak terkalahkan.

Baca juga artikel terkait SUPERHERO atau tulisan lainnya dari R. A. Benjamin

tirto.id - Film
Penulis: R. A. Benjamin
Editor: Fadrik Aziz Firdausi