tirto.id - Mideringrat angelangut
Lelana jajah negari
Mubeng tepining samodra
Sumengka agraning wukir
Anelasak wanawasa
Tumuruning jurang trebis
Petikan Pupuh Kinanti di atas kurang lebih berarti: “Berkeliling dunia makin jauh, berkelana ke berbagai negeri, mengelilingi batas lautan, menjenguk pula leher gunung-gunung, menerabas rimba raya, menuruni jurang terjal.”
Tembang tentang penjelajahan dunia tersebut seakan mengikis stereotip mentalitas Jawa yang enggan keluar dari tempurungnya. Mengembara bukan konsep asing bagi orang Jawa.
Dalam sejarah, suku Jawa tercatat sebagi salah satu suku pengembara yang menjelajahi Nusantara. Sejak wangsa Syailendra yang pergi ke Sumatra dan membangun Sriwijaya, para pemuda Majapahit yang berlayar ke Tiongkok, hingga komunitas Bayan di Lombok Utara akar leluhurnya di tanah Jawa.
Alasan untuk pergi meninggalkan rumah tentu beragam. Mulai dari ekspansi militer, penyebaran agama, mencari ilmu, mengejar rezeki, ataupun misi politis seperti yang dilakukan oleh Jokowi saat dirinya bertolak ke Jakarta untuk bertarung di kancah pilgub sampai akhirnya menjadi presiden ketujuh negeri ini.
Namun, sejauh apa pun sang pengembara melangkah, rasa rindu pada rumah tentu kerap tak terbantah. Dan kerinduan apa yang lebih murni daripada kerinduan akan harum masakan khas di kampuhalaman? Bagi orang asli Solo seperti Jokowi, itu artinya kerinduan pada kuliner khas Solo yang sugih.
“Solo masa depan adalah Solo masa lalu.”
Demikian jargon yang sering dilontarkan Jokowi ketika ia masih menjabat Walikota Solo. Dengan mengusung slogan “Spirit of Java”, Jokowi percaya merengkuh masa lalu dan warisan budaya adalah jalan kemakmuran Solo di masa depan. Perbaikan infrastruktur, penataan kota, pelestarian tradisi, pemugaran bangunan bersejarah, dan penyelenggaraan berbagai festival budaya—yang digencarkan Jokowi dalam dua periode pemerintahannya sebagai walikota—berhasil mengangkat citra Solo sebagai pusat budaya di Jawa Tengah—yang pamornya tak kalah dengan potensi wisata Yogyakarta.
Hasilnya masih terasa sampai hari ini. Dalam survei yang dilakukan oleh situs mesin pencari tiket Skyscanner, Solo menjadi salah satu destinasi wisata domestik dengan kenaikan popularitas paling pesat pada 2016. Data itu berdasarkan tren pencarian untuk Solo yang naik hingga 79 persen dari tahun sebelumnya dan diperkirakan akan tetap populer di tahun ini dan tahun depan. Masih menurut Skyscanner, hal itu juga menunjukkan minat wisatawan untuk mengunjungi daerah dengan tradisi dan nilai lokal yang kental, termasuk dari sisi kuliner yang otentik.
Di atlas kuliner Nusantara sendiri, Solo telah memiliki reputasi yang baik. Pada 2014, tiga kuliner khas Solo masuk ke daftar 30 ikon kuliner Nusantara yang ditetapkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif: orak-arik buncis, nasi liwet, dan minuman kunyit asam.
Belum lama ini, Solo juga terpilih sebagai salah satu dari 10 destinasi wisata kuliner unggulan yang ditetapkan oleh Tim Percepatan Pengembangan Wisata Kuliner dan Belanja Kementerian Pariwisata dalam seminar yang diadakan pada 19 September 2017 lalu.
Umumnya, makanan tradisional Solo punya sejarah menarik dalam proses kreasinya. Misalnya sate kere, yang menjadi salah satu menu penebus rindu Jokowi setiap ia pulang ke Solo. Konon, sate kere muncul sebagai reaksi kaum papa atas kemewahan kaum kaya. Rakyat jelata yang tak punya uang untuk menyantap sate daging punya ide membuat sate dengan bahan-bahan sisa seperti paru, usus, dan tempe gembus. Potongan tempe gembus yang dibumbui bacem lalu dibakar di atas bara api dan disajikan dengan sambal kacang bercita rasa manis gurih ternyata tak kalah nikmat dengan rasa daging.
Beberapa penjual sate kere yang tersohor di Solo antara lain Yu Rebi di belakang Taman Sriwedari, Mbak Tug di Jalan Arifin, serta Yu Ngatmi di Kepatihan Wetan—yang sate kere buatannya telah dipesan 4 ribu porsi untuk pesta pernikahan Kahiyang Ayu putri Jokowi.
Era kolonialisme di Solo juga meninggalkan warisan kuliner seperti selat Solo yang kental pengaruh cita rasa Eropa. Seporsi selat Solo berisi daging sapi atau galantin, telur rebus, buncis, kentang, selada, mentimun, wortel, keripik kentang, dan mayones yang dilengkapi kuah encer berwarna coklat kehitaman dengan rasa yang manis.
Jika Anda bertandang ke Solo, tiga rumah makan selat yang bisa menjadi pilihan wajib coba adalah Selat Mbak Lies di Jalan Veteran, Selat Mekar Sari di Jalan Dr. Radjiman, dan Omah Selat di daerah Jagalan.
Untuk makanan asli Solo, nasi liwet punya sejarah panjang. Hidangan berbahan dasar nasi gurih yang dibubuhi sayur labu siam, potongan daging ayam, telur, dan santan kental tersebut sudah tercatat di Serat Centhini yang disusun di tahun 1814-1823. Dalam serat tersebut tertulis jika nasi liwet adalah hidangan yang wajib dibuat setiap Pulau Jawa diguncang gempa bumi.
Berawal dari sajian upacara selametan, nasi liwet tetap lestari sampai hari ini. Penjual nasi liwet bertebar di seantero Solo dan setiap orang tentu punya preferensi selera masing-masing. Namun, beberapa penjual nasi liwet yang kerap menjadi rujukan adalah Nasi Liwet Wongsolemu di Jalan Teuku Umar yang sudah berdiri sejak 1950, Nasi Liwet Bu Sarmi di daerah Pasar Kliwon, dan Nasi Liwet Yu Sani di Jalan Veteran.
Menikmati kuliner Solo adalah pengalaman yang umumnya tidak dibatasi oleh sekat sosial dan ekonomi. Bukan hal yang aneh melihat orang berduit rela duduk di emperan toko ataupun berdesakkan di sudut pasar seperti yang kerap terlihat di Pasar Gede dan Pasar Klewer.
Di area Pasar Gede, kuliner yang wajib dicoba adalah Timlo Sastro. Timlo adalah paduan sup dan soto yang berisi ati ampela, semur telur bebek, potongan daging ayam, dan sosis solo yang disiram dengan kuah bening dengan cita rasa seperti kuah sup. Timlo Sastro telah berdiri sejak 1952 dan terletak di Jalan Kapten Mulyadadi Nomor 8, persis di belakang Pasar Gede.
Sehabis menyantap timlo, segarkan dahaga dengan es dawet telasih berisi ketan hitam, tape ketan, bubur sumsum, telasih, gula, dan santan yang dengan mudah ditemui di Pasar Gede. Yang paling ramai adalah Dawet Telasih Bu Dermi yang sudah ada sejak Pasar Gede berdiri sekitar tahun 1930.
Sementara itu, yang menjadi juara di Pasar Klewer adalah Tengkleng Bu Edi. Tengkleng adalah hidangan daging, iga, jeroan, lidah, pipi, kaki kambing yang direbus sampai lembut dan dimasak dengan kuah yang menyerupai gulai tetapi lebih encer dan pedas. Tengkleng Bu Edi baru buka tepat di jam makan siang, tetapi sebelum buka pun pembeli sudah antre dan biasanya akan habis terjual hanya dalam waktu dua jam. Selain Bu Edi, pembuat tengkleng lain yang terkenal adalah Mbak Diah yang berjualan di Jalan Ir. Soekarno.
Semakin malam, kuliner Solo justru makin beragam. Beberapa kuliner terkenal baru buka di malam hari, misalnya Gudeg Ceker Margoyudan Bu Kasno di Jalan Monginsidi yang baru buka setengah dua pagi. Gudeg yang gurih dan ceker ayam yang empuk membuat warung ini selalu ramai di jam kebanyakan orang terlelap.
Tradisi kuliner malam di Solo yang tak kalah ikonik adalah wedangan. Aslinya, wedangan berbentuk gerobak dorong dengan menu nasi kucing dan berbagai pilihan sate, gorengan, dan jajanan tradisional. Kini yang sedang menjadi tren di Solo adalah wedangan dengan konsep kafe yang modern seperti di Tiga Tjeret, Omah Kulon, Omah Londo, dan Gulo Kelopo. Harganya tidak semurah wedangan tradisional, tapi dengan konsep interior menarik dan hiburan musik selayaknya kafe kekinian, wedangan modern tersebut laris sebagai tempat nongkrong anak muda.
Dengan ragam pilihan dan harga yang relatif terjangkau oleh siapa saja, berwisata kuliner di Solo tak akan terbentur masalah bujet. Namun, jika Anda ingin lebih memaksimalkan bujet liburan, menginap di Airy bisa menjadi pilihan yang tepat.
Bekerjasama dengan hotel-hotel budget terpilih di Solo, Airy menawarkan harga kamar per malam yang ramah di dompet dengan pelayanan dan fasilitas prima di berbagai lokasi strategis di Solo. Kenyamanan menginap Anda di Solo dipenuhi Airy dengan kamar ber-AC, kamar mandi bersih, TV layar datar, sarapan, Wi-Fi, serta kasur dan linen berkualitas.
Untuk mengecek ketersediaan kamar dan reservasi, Anda tinggal kunjungi www.airyrooms.com; atau lewat aplikasi Airy yang tersedia di Google Play Store dan App Store.
Penulis: Advertorial
Editor: Advertorial