Menuju konten utama

Hadapi Perbedaan, Jokowi Imbau Rakyat Kembali pada Hukum

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerukan pada seluruh rakyat Indonesia untuk kembali pada hukum dalam menghadapi perbedaan sebagai bangsa majemuk. Pernyataan Jokowi ini terkait dengan maraknya aksi unjuk rasa kasus dugaan penistaan agama.

Hadapi Perbedaan, Jokowi Imbau Rakyat Kembali pada Hukum
Presiden Joko Widodo memberikan arahan saat pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Badan Layanan Umum (BLU) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (22/11). ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma.

tirto.id - Kembali pada konsep negara hukum, menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), merupakan solusi bagi bangsa yang majemuk dalam menghadapi perbedaan. Hal itu ditegaskan Jokowi usai makan siang bersama dengan Ketua Umum DPP-PPP Romahurmuziy di Istana Merdeka Jakarta

"Sebagai negara hukum, semua harus berjalan berdasarkan atas hukum, bukan atas dasar pemaksaan kehendak. Apalagi dengan menggunakan kekuatan massa," tegasnya seperti dilansir Antara, Selasa (22/11/2016).

Presiden menyatakan, hukum harus menjadi panglima di Tanah Air dan harus menjadi pegangan seluruh rakyat karena telah terncantum dalam konstitusi. "Pegangan kita adalah apa yang tercantum dalam konstitusi bahwa negara kita Indonesia adalah negara hukum," tegas Jokowi.

Pernyataan Jokowi tersebut juga didukung Romahurmuziy. Ketua Umum DPP-PPP itu meminta semua pihak untuk kembali kepada dasar negara kesatuan Republik Indonesia yang telah menjadikan keanekaragaman itu sebagai kekayaan. "[Keanekaragaman] sebagai faktor perekat, bukan sebagai faktor pembeda. Itu faktor yang paling prinsipil karena kita negara yang ber-Bhineka Tunggal Ika," jelas Romi.

Dia juga mengingatkan bahwa di Indonesia, Islam hadir sebagai faktor perekat, pemersatu, pengayom karena Islam yang dikembangkan di Indonesia adalah "rahmatan lil 'alamin". "Islam 'rahmatan lil 'alamin" artinya kehadiran Islam itu untuk semesta alam, bukan hanya untuk Islam sendiri tetapi juga untuk seluruh umat manusia," kata Romi.

Karena sebagai perekat, wajah Islam yang dikembangkan di Indonesia adaah wajah yang menarik, merangkul bukan wajah yang garang dan membawakan kekerasan, serta bukan juga wajah yang terus menerus menimbulkan ketegangan, demikian dipaparkan Romi

"Kita sudah cukup belajar di negara belahan timur tengah di sana bahwa perbedaan mazhab menjadikan mereka berperang, perbedaan hasil pemilu menjadikan mereka berperang, perbedaan-perbedaan yang terkait dengan hal-hal furu'iyah yang merupakan cabang agama-agama yang menjadikan mereka berkeras-kerasan," jelasnya.

Karenanya, Romahurmuziy mengimbau seluruh pemimpin umat, para ustadz, para pimpinan ormas Islam sama-sama memelihara warna keislaman Indonesia.

Terkait dengan proses hukum penistaan agama, Romi juga mengatakan bahwa proses hukum yang menjadi tuntutan aksi damai 4 November 2016 sudah berjalan.

"Marilah kita sama-sama sebagai bangsa melakukan pengawalan proses hukum disana. Sudah ada lembaga negara yang secara resmi melakukan progres, membawa kemajuan, sudah melakukan proses hukum yang sama sama kita hormati. Tugas kita mengawal dan mengawal hukum itu ada caranya tidak dengan melakukan aksi massa berikutnya," harapnya.

Untuk itu, Romi mengimbau aksi 2 Desember 2016 tidak dilaksanakan, karena yang dibutuhkan saat ini adalah pengawalan intensif terhadap lembaga-lembaga negara dan itu tidak bisa dilaksanakan dengan cara melakukan aksi massa berikutnya.

Baca juga artikel terkait PROSES HUKUM KASUS AHOK atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Politik
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari