Menuju konten utama

Gemerincing Uang dan Miliaran Perjalanan di Momen Perayaan Imlek

Berdasarkan analisa Bloomberg, sepanjang total 45 hari perayaan Tahun Baru China, sebanyak hampir 3 miliar perjalanan tercatat pada 2019.

Calon konsumen memilih ang pao di salah satu stan di Pasar Atom, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (13/1/2023). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/foc.

tirto.id - Pada akhir pekan lalu, perayaan terbesar yang ditungu-tunggu masyarakat Tionghoa suluruh dunia akan berlangsung, yakni Imlek.

Imlek juga dikenal dengan istilah Tahun Baru China, Lunar New Year, atau festival musim semi (spring festival) karena liburan ini juga menandai awalnya masuk musim semi. Perayaan ini juga identik dengan momentum sakral untuk menghormati leluhur, sekaligus juga menjadi momen reuni keluarga.

Imlek merupakan perayaan yang setidaknya dirayakan oleh 20 persen penduduk di dunia. Skal perayaan Imlek bisa disandingkan dengan Thanksgiving, Natal, atau perayaan malam tahun baru.

Meskipun di Indonesia liburan ini dirayakan satu hari, tetapi di negeri asalnya, penduduk China mendapat tujuh hari libur mulai dari malam tahun baru, yang jatuh pada 21 Januari tahun ini. Sementara itu, secara tradisional perayaan berlangsung selama 16 hari, dari pesta keluarga pada malam tahun baru hingga festival lentera pada hari ke-15.

Imlek

Schedule of Chinese New Year Celebration. FOTO/Travel China Guide dan Bloomberg

Banyak pekerja migran memanfaatkan kesempatan satu-satunya dalam setahun untuk pulang. Bahkan warga kelas atas di perkotaan Negeri Panda juga memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mudik. Jika dilihat secara global, Imlek juga dapat dipandang sebagai periode migrasi manusia terbesar.

Pelancong Tiongkok Kembali Aktif

Seiring dengan pencabutan kebijakan Zero-Covid yang dilakukan pemerintah Tiongkok di awal tahun, jumlah perjalanan selama masa liburan diperkirakan akan menyentuh 2,1 miliar pelancong, naik sekitar 2 kali lipat dibanding tahun 2022. Namun, dari data Bloomberg, jumlah tersebut masih 70 persen dari tingkat perjalanan yang terjadi di tahun 2019 sebelum terjadinya pandemi.

Imlek

Imlek. FOTO/Travel China Guide dan Bloomberg

Berdasarkan analisis Bloomberg di atas, sepanjang total 45 hari perayaan Tahun Baru China, sebanyak hampir 3 miliar perjalanan tercatat di tahun 2019. Pada tahun 2020, jumlahnya turun hampir 50 persen ke level 1,6 miliar perjalanan, dan hanya sekitar 1 miliar perjalan di tahun 2021 dan 2022.

Dengan pencabutan larangan perjalanan tahun ini, diharapkan ada arus mudik keluar dari kota-kota besar China (Beijing, Shanghai, Shenzen) dan para diaspora Tiongkok di luar negeri. Sebagai contoh, Hongkong menetapkan kuota harian 60.000 orang untuk melakukan perjalanan ke daratan China.

Selain itu, Imlek tahun ini juga menjdi momen yang penting terutama bagi penduduk China dan pariwisata dunia. Pasalnya, pemerintah Tiongkok akan secara resmi menghapus persyaratan karantina bagi pelancong yang datang, dilansir dari CNBC. Alhasil turis China diproyeksi akan kembali memenuhi lokasi pariwisata dunia.

Kepala peneliti tranportasi dan rekreasi China di Sekuritas UBS, Chen Xin, menyampaikan bahwa perjalanan internasional akan meningkat pada awal April seiring dengan proses aplikasi paspor dan visa yang rampung. Jumlah penerbangan internasional diharap dapat menyentuh 50 hingga 60 persen dari level 2019.

Dampak Ekonomi Imlek

Di sisi lain, Imlek juga memiliki dampak ekonomi yang signifikan, terutama negara asalnya.

Jika dilihat dari prediksi jumlah perjalanan, Kementerian Transportasi China menyebutkan bahwa 3 miliar perjalanan mewakili nilai konsumsi sekitar USD78,8 miliar atau setara dengan Rp1.197 triliun (asumsi kurs Rp15.200/USD), dikutip dari The Lunar Times. Capaian tersbeut baru berasal dari satu sumber, yakni konsumsi biaya transportasi.

Lebih lanjut, seiring dengan pesatnya lalu lintas pelancong selama perayaan Tahun Baru China, hal ini tentunya juga memberi dampak positif bagi sektor pariwisata.

Berkat urbanisasi dan modernisasi, tren going out to see the world (keluar untuk melihat dunia) mulai muncul di kalangan konsumen China. Reuni keluarga dan perayaan tahun baru tidak lagi terbatas pada kampung halaman yang ditunjuk.

Statista mencatat pada tahun 2022, sekitar 251 juta orang China melakukan perjalanan domestik selama liburan. Pada tahun yang sama, industri pariwisata China mengantongi pendapatan hampir ¥290 miliar atau setara dengan Rp665 triliun selama musim perjalanan Imlek (asumsi kurs Rp2.300/¥).

Imlek juga merupakan momen dimana masyarakat Tiongkok menghabiskan banyak uang. Wall Street Journal mencatat di tahun 2021, selama tujuh hari libur nasional Imlek, jumlah konsumsi pada perusahan retail besar dan restoran mencapai ¥821 miliar atau setara dengan Rp1.888,3 triliun. Pola yang sama juga ditunjukkan oleh masyarakat Tiongkok di Singapura, Malaysia, dan Indonesia.

Bank UOB yang berdomisili di Singapura membuat survei jejak pendapat untuk mengetahui anggaran selama Imlek pada tahun 2017. Di Singapura, survei terhadap 500 orang responden mengungkapkan bahwa angggaran liburan rata-rata untuk imlek adalah US$1.890 atau setara Rp28,73 juta per orang. Sementara itu, dilansir dari CNBC, di Indonesia dan Malaysia jumlah pembelanjaan per orang berturut-turut adalah sekitar Rp10 juta dan RM4.201 atau setara Rp14,7 juta (asumsi kurs Rp3.500/RM).

Di lain pihak, Imlek tidak hanya memberikan dampak positif bagi perekonomian melalui peningkatan jumlah konsumsi, tetapi hari libur yang panjang juga berarti berhentinya aktifitas pabrik dan pemerintahan. Hal ini merupakan berita buruk bagi rantai pasokan global.

Beberapa dekade silam, perayaan Tahun Baru China memiliki dampak yang tidak signfikan bagi aktifitas ekonomi dunia. Namun, seiring Negeri Tirai Bambu menjadi pemain besar dan pusat rantai pasokan global, maka Imlek memiliki riak yang berpengaruh besar.

Menjelang libur resmi Imlek, sepanjang 7 hari, para pekerja pabrik umumnya sudah memilih untuk mudik 2 minggu sebelumnya. Lalu, setelah liburan mereka mungkin membutuhkan waktu yang sama untuk kembali. Alhasil, aktifitas produksi pabrik terganggu kurang lebih sebulan lamanya.

Negara-negara yang bergantung pada impor barang dari China harus siap memproyeksi kebutuhan pasokan lebih awal. Perusahaan pelayaran dan logistik di China umumnya sudah memberikan peringatan kepada pelanggan untuk memastikan komoditas sudah berada di pelabuhan dua minggu sebelum liburan.

Sementara itu, aktifitas perdagangan di pasar saham juga terganggu, terutama untuk wilayah Asia Timur. Tahun Baru China tidak hanya menjadi momen berharga di Negeri Panda, tapi juga merupakan festival yang diperingati di Korea Selatan, Jepang, Vietnam, Singapura, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, dan Indonesia. Meskipun tidak berlangsung lama, Imlek yang masuk kategori libur nasional mengakibatkan berhentinya aktifitas perdagangan di pasar saham.

Direktur Pelaksana Sekuritas Haitong di Hong Kong, Andrew Sullivan mengungkapkan bahwa volume perdagangan menurun drastis sekitar tiga hari menjelang liburan. Dikutip dari The Boston Globe, Sullivan juga menambahkan bahwa investor asing cenderung menghentikan perdagangan di Asia menjelang liburan.

Selamat merayakan Imlek!

Baca juga artikel terkait IMLEK atau tulisan lainnya dari Dwi Ayuningtyas

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Dwi Ayuningtyas
Editor: Nuran Wibisono