Menuju konten utama

Fredrich Berdebat dengan Jaksa Saat Minta Izin Keluar dari Cipinang

Hakim sepakat untuk menolak permohonan Fredrich Yunadi yang ingin meminta keluar dari Rutan Cipinang.

Fredrich Berdebat dengan Jaksa Saat Minta Izin Keluar dari Cipinang
Terdakwa kasus perintangan penyidikan kasus korupsi KTP elektronik Fredrich Yunadi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (18/5/2018). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

tirto.id - Terdakwa merintangi penyidikan e-KPK, Fredrich Yunadi mengajukan permohonan untuk keluar Rutan Cipinang, Jumat (8/6/2018), karena ingin sungkem dengan ibunya di hari raya Lebaran.

"Kami mengajukan permohonan mengingat hari raya, ibu saya sudah 94 tahun, dan yang mulia sudah memberikan izin untuk acara hari raya kita kan sungkem," kata Fredrich dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Jumat (8/6).

"Jadi izin kalau berkenan kami diberikan waktu untuk menyungkem ke orang tua. Umur ibu saya kan sudah 94 tahun, yang mulia sudah berikan izin, jadi mohon izin kami diberikan waktu untuk menyungkem," lanjut Fredrich.

Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengatakan, pihak Rutan Cipinang sudah membuka jadwal besuk pada hari raya dan Fredrich bisa dijenguk pada pukul 08.00 WIB pagi hingga pukul 17.00 WIB sore. "Jadwalnya bahkan dilebihkan," kata jaksa KPK Takdir.

Kendati demikian, Fredrich mengaku tidak ingin dikunjungi di Rutan Cipinang karena ibunya sudah berusia 94 tahun. "Umur ibu ini 94, kemungkinan JPU belum ada orang tua yang seumur ibu saya. Apakah seorang 94 tahun jalannya aja udah susah. Apa tega disuruh datang?" ungkap Fredrich.

Hakim kemudian bertanya, apakah ada kemungkinan bisa mengawal Fredrich? Jaksa lantas menjawab tidak bisa karena sedang waktu libur. Selain itu, Jaksa mengatakan bahwa para pengawal juga bertugas menjaga tahanan Operasi Tangkap Tangan (OTT).

Jawaban Jaksa langsung dibantah oleh Fredrich dan ia menyatakan Jaksa telah berbohong.

"Kami sudah tanya pengawalnya, mereka sudah punya jadwal sendiri dan memang ada kegiatan seperti hari ini hanya saya. Jadi apa yang disampaikan penuntut umum itu mengada ada. Hanya sifatnya balas dendam," klaim Fredrich.

Fredrich lalu menyarankan agar polisi saja yang menjadi pengawal selama ia beraktivitas di luar. Selain itu, pendiri Yunadi and Associates juga mengaku ada anggota keluarganya yang datang dari luar negeri untuk menjenguk.

Ketua majelis hakim, Saifuddin Zuhri lantas menjawab, selama ini belum ada tahanan yang bisa keluar. Sehingga hakim sepakat untuk menolak permohonan mantan penasihat hukum terpidana korupsi e-KTP Setya Novanto itu.

"Untuk itu enggak bisa kami kabulkan. Jadi silakan keluarga yang dari luar negeri bisa berkunjung ke LP. Kalau setelah hari raya mungkin bisa," ujar Zuhri.

"Kalau itu sudah keputusan yang mulia kami akan ikuti. uma kami bersumpah, dalam hal ini JPU akan mendapat balasan dari Allah, bagaimana dia perlakukan pada orang tuanya pak, coba orangtuanya masih hidup pak," kata Fredrich.

"Izin majelis, sebelum ditutup, kami keberatan dengan ucapan terdakwa yang terakhir itu, hanya keberatan saja," ungkap Jaksa KPK Takdir.

"Kami catat ya. Kami tunda ini," jawab Hakim Zuhri.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Alexander Haryanto