Menuju konten utama

Faisal Basri Sebut Indonesia Sulit Lolos dari Middle Income Trap

Ekonom Senior Universitas Indonesia, Faisal Basri menilai Indonesia akan sulit lolos dari jebakan negara berpendapatan menengah.

Faisal Basri Sebut Indonesia Sulit Lolos dari Middle Income Trap
chief executive partner rsm indonesia amir abadi jusuf (kiri) didampingi international contact partner angela i simatupang (kanan) berbincang dengan pengamat ekonomi faisal basri disela indonesia's economy outlook 2016 yang diselenggarakan rsm indonesia, di jakarta, rabu (24/2). rsm indonesia menilai perekonomian nasional saat ini sedang dalam tren perbaikan, seperti tercermin pada pertumbuhan ekonomi kuartalan yang terus meningkat.antara foto/audy alwi/pd/16

tirto.id - Ekonom Senior Universitas Indonesia, Faisal Basri menilai Indonesia akan benar-benar terjebak sebagai negara berpendapatan menengah atau middle income country trap.

Hal tersebut terlihat setidaknya dari dua indikator yakni persentase penduduk yang mendaftar sekolah menengah-atas (enrollment) dan persentase produk berteknologi tinggi (high tech) terhadap ekspor manufaktur.

“Hasil observasi 100 tahun negara lolos middle incoem trap ditentukan dua ini. School Enrollment dan proporsi high tech terhadap total ekspor manufaktur,” ucap Faisal dalam paparannya di Kemenkeu, Selasa (10/12/2019).

Dua indikator yang digunakan Faisal berasal dari referensi Eichengreen, Park, and Shin (2013).

Dalam referensi itu, dua indikator ini disebut menentukan bilamana suatu negara dapat menghindar dari jebakan negara berpendapatan menengah.

Dari sisi produk teknologi tinggi, Faisal mengatakan capaian ini sama buruknya. Indonesia menurut data World Bank per 2018 hanya punya 8 persen produk teknologi tinggi dari total ekspor manufaktur.

Indonesia relatif tertinggal jauh dari Malaysia yang mencapai 52,8 persen dan Vietnam di angka 41,4 persen.

Menurut Faisal, angka tersebut juga menunjukkan tren penurunan dari 12 persen di 2010 sampai 8 persen di 2018.

Indonesia saat ini berada di posisi lower middle income contry padahal rata-rata negara berpendapatan menengah tinggi atau upper middle income country saja rata-rata memiliki 22,9 persen.

“Persentase high tech product kita cuma 8 persen. Most likely kita akan kena middle income trap,” ucap Faisal.

Mengutip data World Bank per 2017, persentase masyarakat yang mendaftar sekolah di tingkat menengah hanya 87,1 persen. Faisal bilang angka ini masih jauh dari target minimal bahwa suatu negara perlu seitdaknya 100 persen untuk mencapai status negara maju atau high income country.

Sementara itu, masyarakat yang mendaftar pada pendidikan atas atau tersier hanya sekitar 36 persen padahal minimal kata Faisal syarat menjadi negara maju adalah 70 persen.

Ia bilang ada masalah dalam pendidikan Indonesia ketika ketetapan 20 persen anggaran dari APBN tidak kunjung mengangkat kualitas pendidikan. Alhasil, ia mengatakan skor Pisa Indonesia sama terpuruknya dengan capaian enrollment itu yaitu berada di posisi 72 dari 77 negara per tahun 2018.

“Syukur ada Filipina di 2018. Sebelumnya dia enggak masuk PISA. Jadi ada yang lebih rendah dari kita biasanya kita paling rendah di ASEAN,” ucap Faisal.

Baca juga artikel terkait DATA PENDIDIKAN atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana