Menuju konten utama

F-PDIP Terima Laporan Intoleransi di 10 Sekolah Negeri di Jakarta

Perlakuan diskriminatif di sekolah beragam mulai dari pemaksaan atribut dan aktivitas keagamaan hingga melarang memilih ketua OSIS dengan agama tertentu.

F-PDIP Terima Laporan Intoleransi di 10 Sekolah Negeri di Jakarta
Siswi Muslim Indonesia mengangkat tangan mereka untuk menjawab pertanyaan saat dialog dengan Perdana Menteri Inggris Tony Blair di pondok pesantren Darunnajah di Jakarta, Kamis, 30 Maret 2006. Inggris dan Indonesia, akan meningkatkan kerja sama melawan terorisme dan meningkatkan pemahaman antara dunia Islam dan non-Islam, para pemimpin negara itu mengatakan pada hari Kamis. AP Photo / Beawiharta, REUTERS POOL

tirto.id - DPRD DKI fraksi PDIP mengatakan menerima 10 laporan dari masyarakat mengenai sekolah di Jakarta yang terdapat kasus intoleran.

Hal tersebut dipaparkan oleh Ketua fraksi PDIP DPRD DKI saat melakukan audiensi dengan Dinas Pendidikan (Disdik) DKI, Rabu (10/8/2022).

Pertama terdapat seorang guru SMAN 58 Jakarta Timur yang melarang siswanya untuk memilih ketua OSIS non-muslim pada November 2020.

Hal ini mencuat setelah beredarnya tangkapan layar dari guru berinisial TS yang menyampaikan instruksi rasis dalam sebuah grup WhatsApp.

Kedua, terdapat aduan dari warga yang menyampaikan jika anaknya yang bersekolah di SMAN 101 Jakarta Barat yang beragama non-muslim, namun diwajibkan menggunakan hijab pada hari Jumat dengan alasan penyeragaman pakaian sekolah.

"Tidak ada yang membuat aduan resmi karena takut mendapatkan intimidasi," kata Gembong.

Ketiga, laporan dari salah satu murid kelas 7 SMPN 46 Jakarta Selatan yang ditegur secara lisan oleh gurunya karena tidak menggunakan jilbab di sekolah dan membuat siswi tersebut merasa tertekan. Padahal teman-temannya tidak pernah mengucilkannya meski tak menggunakan jilbab.

Keempat, adanya laporan pengurus SDN 02 Cikini Jakarta Pusat yang mewajibkan seluruh muridnya memakai baju muslim pada saat bulan Ramadan. Padahal dalam sekolah tersebut terdapat juga pelajar yang tidak beragama Islam.

Kelima, pada Juli 2022 lalu salah satu orang tua murid SMN 6 Jakarta Selatan mengadukan tindakan intoleransi yang dialami oleh anaknya di sekolah karena dipaksa untuk mengikuti pelajaran Kristen Protestan, padahal mereka menganut agama Hindu dan Budha.

Keenam, masih pada bulan yang sama, orang tua murid di SMPN 75 Jakarta Barat mengadukan tindakan diskriminatif karena anaknya dipaksa untuk menggunakan jilbab, bahkan sampai mendapatkan sindiran dari para guru.

Ketujuh, terdapat aduan dari orang tua murid di SMPN 74 Jakarta Timur pada Juli 2022 yang mengadukan tindakan dan diskriminatif karena terdapat murid yang dipaksa menggunakan jilbab.

"Bahkan pihak sekolah memaksa setiap murid didik untuk menandatangani surat paksa integritas yang salah satu poinnya adalah semua murid didik harus mengikuti kegiatan keagamaan yang mewajibkan penggunaan jilbab," tuturnya.

Kedelapan, orang tua murid di SDN 3 Tanah Sareal, Jakarta Barat pada Juli 2022 mengeluh terhadap aturan seragam sekolah yang harus menggunakan celana panjang dan rok panjang, sehingga menyebabkan murid didik tidak leluasa dalam beraktivitas.

Kesembilan, terdapat aduan salah satu guru di SMPN 250 Jakarta Selatan membuat soal UAS yang dinilai mendiskreditkan nama Mantan Presiden RI, Ibu Megawati Soekarnoputri dan mengkampanyekan citra Gubernur Anies Baswedan

Setidaknya ada dua soal yang memuat nama Anies, pertama dalam soal itu dituliskan Gubernur DKI, salah satunya soal bertuliskan "Anies selalu diejek Mega karena memakai sepatu yang kusam".

Terakhir, terdapat aduan orang tua murid di SDN 03 Cilangkap Jakarta Timur pada Juli 2022 mengadukan tindakan diskriminatif di sekolah tersebut.

"Murid didik non-muslim tersebut dipaksa mengikuti kegiatan-kegiatan muslim dari cara menyapa, kegiatan di lapangan, pengajian di dalam mushola, hingga berdoa pulang," tuturnya.

Baca juga artikel terkait INTOLERANSI DI SEKOLAH atau tulisan lainnya dari Riyan Setiawan

tirto.id - Pendidikan
Reporter: Riyan Setiawan
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri