Menuju konten utama

Duel Dua Mantan Striker: Alfred Riedl vs Kiatisuk Senamuang

Alfred Riedl dan Kiatisuk Senamuang dulunya adalah striker haus gol. Kini, keduanya berduel dalam peran sebagai pelatih tim nasional. Lebih garang mana?

Duel Dua Mantan Striker: Alfred Riedl vs Kiatisuk Senamuang
Kiatisuk Senamuang dan Alfred Riedl akan beradu otak di final Piala AFF 2016 antara Thailand vs Indonesia yang digelar dalam dua pertandingan. (Foto/GETTY IMAGES dan Doc.AFF Cup)

tirto.id - Indonesia dan Thailand muncul sebagai dua tim terbaik di ajang Piala AFF 2016. Di balik pencapaian dua tim nasional dari kawasan Asia Tenggara tersebut, tentunya ada sosok pelatih yang menjadi otak keberhasilan skuad besutan masing-masing: Alfred Riedl di Timnas Indonesia dan Kiatisuk Senamuang di Thailand.

Riedl dan Kiatisuk adalah sosok sudah sangat akrab bagi persepakbolaan ASEAN meski berbeda generasi. Sebelum membesut Timnas Indonesia, Riedl pernah menukangi tim nasional Vietnam, Laos, dan sejumlah klub. Sementara Kiatisuk adalah mantan bomber Thailand yang juga pernah malang-melintang di beberapa klub Asia Tenggara.

Riedl, Predator di Masa Muda

Sebelum dikenal sebagai pelatih terutama spesialis tim nasional, Alfred Riedl ternyata punya torehan menawan semasa masih aktif merumput sebagai striker. Pria kelahiran Wina, Austria, pada 2 November 1949 ini terbukti cukup garang pada medio 1960-an hingga pertengahan dekade 1980-an.

Setelah lulus dari akademi klub lokal ATSV Teesdorf pada 1967, jalan Riedl menuju panggung sepakbola profesional terbuka lebar ketika ia direkrut Austria Wien. Klub kota kelahiran Riedl ini adalah salah satu klub paling legendaris di Bundesliga Austria dan telah mengoleksi trofi juara liga sebanyak 24 kali.

Digaet Austria Wien pada usia 18 tahun, Riedl membukukan 58 gol dalam 98 pertandingan. Ia turut membawa klubnya itu meraih 2 kali juara Bundesliga Austria secara beruntun pada 1969 dan 1970, serta Piala Austria tahun 1969. Selain itu, ia tercatat sebagai top skor Bundesliga Austria pada 1972 atau di musim terakhirnya bersama Austria Wien.

Riedl lalu ke Belgia dan bergabung dengan Sint-Truiden. Debutnya ditandai dengan gelar pencetak gol terbanyak kompetisi kasta tertinggi Belgia, 16 gol dilesakkannya saat itu. Riedl kembali membuktikan ketajamannya di liga yang sama musim 1974/1975. Kali ini membela FC Antwerp, 28 gol yang dicetaknya membuat Riedl meraih sepatu emas kedua di Belgia.

Performa menawan Riedl membuat Standar Lieige tertarik memboyongnya pada 1976/1977. Selama 4 musim di klub raksasa Belgia itu, ia mengoleksi 53 gol dari 106 laga di kompetisi domestik. Memasuki dekade 1980, Riedl merumput di Ligue1 Prancis bersama FC Metz, namun ia hanya bertahan setengah musim dengan 19 laga dan 6 gol.

Sejak saat itu, performa Riedl menurun. Ia pulang ke negaranya untuk memperkuat Grazer AK selama semusim, 11 gol dalam 42 laga dibuatnya. Lalu, ia pindah ke klub semenjana Austria lainnya, Wiener Sportclub, dengan torehan 15 gol dalam 52 pertandingan selama dua musim.

Musim 1984/1985 menjadi akhir kariernya sebagai pemain, dan sayangnya, dituntaskan dengan ironis. Riedl gantung sepatu di sebuah klub kecil bernama VfB Modling tanpa pernah tampil sekalipun. Total, Riedl telah melesakkan 210 gol dalam 427 laga kompetitif bersama 8 klub profesional dari berbagai negara.

Untuk tim nasional, Riedl pernah memperkuat Austria U18 torehan dengan 5 caps, kemudian 6 caps di Austria U23, dan hanya 4 caps di timnas senior pada 1975-1978. Di tiga tingkatan usia timnas tersebut, ia sama sekali tidak mencetak gol.

Senamuang yang Konsisten Cemerlang

Nama Kiatisuk Senamuang tentunya sudah sangat dikenal di persepakbolaan Asia Tengara. Kecemerlangan yang ditunjukkannya pun konsisten, dari semasa merumput di level klub maupun tim nasional sejak awal hingga jelang gantung sepatu, bahkan ketika ia menjadi pelatih di usia yang relatif masih muda.

Sama seperti Riedl, Kiatisuk langsung unjuk gigi sejak umur 18 tahun. Krung Thai Bank adalah klub profesional pertamanya. Selama kurun 1991 hingga 1995, ia membukukan 121 gol dalam 145 laga di liga teratas Thailand. Berikutnya, Kiatisuk digaet Raj Pracha dan mencetak 32 gol di 27 pertandingan dalam semusim. Musim 1997/1998 ia pindah ke Royal Thai Police dengan mengemas 25 laga dan 27 gol.

Musim 1998/1999 menjadi awal Kiatisuk merumput di luar negeri kendati masih di seputaran Asia Tenggara. Klub Malaysia, Perlis FA, memboyongnya dan pria kelahiran 11 Agustus 1973 ini pun tetap tajam dengan menorehkan 22 gol dalam 21 pertandingan.

Sempat menjajal rumput Inggris bersama Huddersfield Town kendati tidak tampil sekalipun pada 1999/2000, Kiatisuk Senamuang pulang ke negaranya untuk kembali memperkuat Raj Pracha. Di Thailand, ketajaman pesepakbola yang kemudian akrab disapa Zico ini pulih dengan membobol gawang lawan sebanyak 29 kali dalam 26 laga.

Selanjutnya, Zico merantau lagi. Kali ini ke negeri singa dan bergabung dengan Singapore Armed Forces. Sepanjang musim 2001/2002 yang dilaluinya dalam 20 pertandingan, ia mencetak 18 gol.

Kiatisuk Senamuang justru memungkasi karier profesionalnya sebagai pesepakbola di Myanmar. Selama kurun 2002 hingga 2006, ia memperkuat Hoang Anh Gia Lai dan melesakkan 102 gol dari 75 penampilan.

Jumlah gol yang dikoleksi Kiatisuk Senamuang di level klub terbilang luar biasa, menembus angka 352 gol dalam 362 pertandingan bersama 6 klub berbeda. Itu belum termasuk golnya bersama tim nasional Thailand yang mencapai 71 gol dalam 134 caps terhitung dari 1992 hingga pensiun pada 2007.

Infografik Alfred Riedl vs Kiatisuk Senamuang revisi

Duel Otak di Partai Puncak

Alfred Riedl memulai karier sebagai pelatih di usia 41 tahun dan langsung dipercaya menukangi tim nasional Austria pada 1990, tapi hanya setahun. Selanjutnya, ia berkelana ke berbagai belahan bumi untuk membesut klub atau timnas di banyak negara.

Di level klub, Riedl pernah menangani Olympique Club de Khouribga (Maroko), Zamalek SC (Mesir), Khatoco Khanh Hoa dan Hai Phong FC (Vietnam), Al-Salmiya SC (Kuwait), CS Vise (Belgia), hingga klub tertua di Indonesia, PSM Makassar.

Sedangkan untuk timnas, selain Austria, Vietnam, Laos, serta Indonesia, Riedl juga pernah menjadi pelatih tim nasional Liechtenstein (1997-1998) dan Palestina (2004-2005). Sialnya, dari sederet portofolio itu, Riedl belum pernah mempersembahkan gelar juara untuk klub atau timnas yang dinahkodainya.

Kiatisuk Senamuang lebih bersinar. Mengawali peran sebagai pelatih sedari 2006, ia meraih trofi perdananya pada 2009 dengan mengantarkan Chonburi FC juara Kor Royal Cup. Sejak 2013, Kiatisuk ditunjuk untuk membesut tim nasional Thailand U23 dan langsung mempersembahkan medali emas SEA Games di tahun yang sama.

Keberhasilannya membuat federasi sepakbola Thailand mempercayai Kiatisuk Senamuang untuk merangkap jabatan di timnas senior, juga sebagai pelatih kepala. Hasilnya, juara Piala AFF 2014 dan King's Cup 2016 sukses direngkuhnya bersama skuat The Elephant War.

Pertemuan Kiatisuk Senamuang dengan Alfred Riedl sebagai pelatih baru terjadi di Piala AFF 2016. Riedl kembali menempati posisi sebagai juru taktik Timnas Indonesia untuk yang ketiga kalinya sejak Juni 2016 atau setengah tahun setelah PSSI terbebas dari sanksi skorsing FIFA.

Perjumpaan perdana tersebut berakhir dengan kemenangan Kiatisuk atas Riedl karena Thailand membekuk Indonesia dengan skor 2-4 di laga pertama babak penyisihan Grup A Piala AFF 2016. Kini, dua pelatih beda generasi yang sama-sama mantan bomber haus gol itu akan bertemu kembali setelah Thailand dan Indonesia melenggang ke final.

Keduanya dituntut untuk menunjukkan ketajaman lagi, tapi kali ini bukan dalam urusan mencetak gol, melainkan duel ketajaman otak alias adu taktik. Siapa yang akan menang? Pelatih kawakan sarat pengalaman macam Alfred Riedl atau konsistensi kecemerlangan juru taktik muda yang tersemat pada jejak rekam Kiatisuk Senamuang?

Baca juga artikel terkait SEPAKBOLA atau tulisan lainnya dari Iswara N Raditya

tirto.id - Olahraga
Reporter: Iswara N Raditya
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Zen RS