tirto.id - Realisasi uang tebusan dari program amnesti pajak yang dicatat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan berdasarkan penerimaan Surat Setoran Pajak (SSP) hingga 1 November 2016 telah mencapai Rp98 triliun atau sekitar 59,3 persen dari target Rp165 triliun. Direktur Potensi, Kepatuhan, Penerimaan Pajak DJP Yon Arsal mengharapkan pencapaian itu bisa meningkat menjelang berakhirnya masa periode dua pada 31 Desember 2016.
"Realisasi penerimaan masih lumayan, tapi tidak luar biasa. Ini masih sesuai prediksi kita. Mudah-mudahan pada November dan Desember ada tambahan pencapaian dari amnesti pajak," katanya kepada Antara pada Selasa (1/11/2016).
Laman dashboard amnesti pajak DJP yang diakses di Jakarta, Selasa (1/11/2016), mencatat rincian Rp98 triliun tersebut berasal dari pembayaran uang tebusan Rp94,5 triliun, pembayaran tunggakan Rp3,06 triliun dan penghentian pemeriksaan bukti permulaan Rp400 miliar.
Keseluruhan harta dari tebusan tersebut berdasarkan penerimaan Surat Pernyataan Harta (SPH) mencapai Rp3.885 triliun dengan komposisi sebanyak Rp2.760 triliun merupakan deklarasi dalam negeri, Rp983 triliun dari deklarasi luar negeri dan Rp143 triliun adalah dana repatriasi. Secara keseluruhan jumlah SPH yang telah disampaikan oleh Wajib Pajak mencapai 438.883 dengan jumlah SSP yang diterima sebesar 467.628 serta jumlah uang tebusan berdasarkan SPH mencapai Rp94,2 triliun.
Dari komposisi uang tebusan berdasarkan SPH yang disampaikan, kontribusi terbesar berasal dari Wajib Pajak Orang Pribadi non UMKM sebesar Rp80,2 triliun, Wajib Pajak Badan non UMKM Rp10,4 triliun, Wajib Pajak Orang Pribadi UMKM Rp3,34 triliun dan Wajib Pajak Badan UMKM Rp215 miliar.
DJP mengharapkan Wajib Pajak yang belum mengikuti amnesti pajak pada periode satu, untuk ikut berpartisipasi pada periode dua atau tiga, terutama dari sektor UMKM, Wajib Pajak Besar, maupun Wajib Pajak Profesi yang selama ini belum melaporkan harta maupun asetnya dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Negara Untung Lewat Amnesti Pajak
Guru Besar Ilmu Administrasi Pajak Universitas Indonesia, Gunadi, menilai program amnesti pajak dapat memberikan keuntungan kepada negara. "Secara matematis terobosan kebijakan pengampunan pajak justru menguntungkan negara," ujar Gunadi di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakara, Selasa (1/11/2016)
Hal itu dia katakan ketika memberikan keterangan sebagai ahli dari pihak Pemerintah dalam sidang uji materi Undang Undang Amnesti Pajak di Mahkamah Konstitusi. Gunadi juga menjelaskan bahwa Pasal 17 ayat (3) UU Amnesti Pajak memiliki kontribusi terhadap pengeluaran negara dari pelepasan hak atas imbalan bunga.
"Selain itu dana repatriasi harta luar negeri juga penting bagi restrukturisasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja, dan pengurangan timpangan sehingga menambah basis pajak, " ujar Gunadi.
Sidang uji materi UU Amnesti Pajak ini meliputi empat perkara yang dimohonkan oleh Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Yayasan Satu Keadilan, tiga organisasi serikat buruh Indonesia, dan seorang warga negara Leni Indrawati. Seluruh pemohon menilai bahwa Undang Undang Nomor 11 Tahun 2016 ini bersifat diskriminatif bagi seluruh warga negara karena seolah-olah melindungi para pengemplang pajak dari kewajibannya membayar pajak.
Ketentuan tersebut juga dinilai memberikan hak khusus secara eksklusif kepada pihak yang tidak taat pajak berupa pembebasan sanksi administrasi, proses pemeriksaan, dan sanksi pidana. Para pemohon kemudian meminta MK mengabulkan permohonan mereka dengan menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat (3), Pasal 4, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 dan Pasal 23 ayat (2) UU Amnesti Pajak tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945.
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Akhmad Muawal Hasan