tirto.id - Kasus pembunuhan Kim Jong-nam berbuntut pada terbongkarnya perusahaan senjata di Malaysia yang dikendalikan oleh Korea Utara. Perusahaan tersebut bernama Glocom. Keberadaan perusahaan senjata bernama Glocom terkuak setelah Reuters melaporkan hasil penyelidikan mereka di lokasi yang diduga merupakan kantor badan tersebut.
Menurut Reuters, Glocom dikendalikan oleh intelijen Korea Utara di luar negeri yakni Reconnaissance General Bureau. Bisnis perusahaan itu adalah menjual perlengkapan radio perang. Apa yang dilakukan Glocom sebenarnya telah melanggar sanksi yang dikeluarkan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Korea Utara.
Glocom dioperasikan oleh sebuah perusahaan Pyongyang berbasis di Singapura, Pan System. Louise Low, managing Director dari Pan System mengungkapkan bahwa perusahaannya memiliki kantor di Pyongyang dari tahun 1996 tetapi hubungan dengan Korea Utara resmi berakhir pada 2010.
Terlepas soal itu, Kepala Polisi Diraja Malaysia Khalid Abu Bakar mengkonfirmasi bahwa pihaknya sudah mengetahui keberadaan perusahaan senjata yang dioperasikan oleh Korea Utara tersebut.
"[Perusahaan] sedang diperiksa. Kami juga mengambil segala langkah yang diperlukan untuk menyesuaikan dengan regulasi internasional mengenai sanksi yang berkaitan," ujar Khalid, dikutip dari Reuters.
Tak hanya di Malaysia, PBB juga mencatat berbagai kerja sama perusahaan Korea Utara yang beroperasi di Afrika, yang dianggap melanggar resolusi PBB.
Korea Utara di Afrika
Salah satu dari sanksi PBB kepada Korea Utara terkait pengembangan Nuklir Korea adalah negara ini dilarang mengimpor atau mengekspor beberapa jenis alutsista seperti tank tempur, kendaraan lapis baja, artileri besar, pesawat, helikopter, kapal perang, dan peluru kendali. Larangan ini dikeluarkan berdasarkan Resolusi PBB 1718 tahun 2006.
Selanjutnya pada 2009, PBB dengan Resolusi 1874 melarang ekspor semua jenis senjata dan Korea Utara dilarang mengimpor sebagian besar persenjataan. Sanksi kepada Korea Utara semakin dipertegas dengan Resolusi 2321 tahun 2016 yang menegaskan penguatan semua sanksi yang berlaku sebelumnya dan menambah berbagai larangan ekspor kepada Korea Utara.
Pengetatan sanksi membuat Korea Utara harus memutar otak agar tetap menjual senjata ke negara lain. Menurut laporan Tahunan PBB yang dirilis Februari lalu, organisasi internasional tersebut menemukan jika Korea Utara memiliki kerja sama militer dengan negara-negara di Afrika.
Namibia adalah salah satu negara di Afrika yang memiliki kedekatan dengan Korea Utara dalam hal militer. Menurut laporan PBB, perusahaan Korea Utara Mansudae Overseas Project melalui anak perusahaannya Korea Mining Development Trading Corporation (KOMID) membangun pabrik senjata dan amunisi di Namibia.
Selain itu, dalam penyelidikan PBB, pabrik amunisi di Namibia juga menggunakan buruh yang berasal dari Korea Utara. Korea juga berencana akan membangun akademi militer, barak militer dan markas besar bagi Ministry of Defencse (MoD) di Namibia.
Pada Juni 2016 Namibia mengumumkan pemutusan kerja sama dengan Korea Utara termasuk keterlibatan warga Korea Utara di proyek-proyek Namibia di masa depan. Namun, saat PBB meminta konfirmasi terkait pemulangan buruh Korea Utara, hingga laporan ini diturunkan pada 27 Februari 2017, belum ada jawaban dari pemerintah Namibia.
Selain Namibia, ada juga Angola yang memiliki kedekatan dengan Korea Utara. Pengawal presiden Angola dilatih oleh orang Korea Utara. Pihak Angola mengungkapkan jika Korea Utara sudah menjadi pelatih bagi para pengawal presiden Angola sejak tahun 1990.
Latihan yang diberikan oleh Korea Utara juga meliputi bela diri bagi orang Angola. Meski menurut PBB ini melanggar Resolusi 2270 ayat 9 tahun 2016, Angola tetap melanjutkan kerja sama dengan Korea Utara terkait pelatihan pengawal presiden.
Uganda juga dekat dengan Korea Utara. Pemerintah Uganda menegaskan bahwa Korea Utara melatih pilot angkatan udara dan teknisi Uganda. Kerja sama tersebut didasarkan pada kontrak yang akan berakhir ada Maret 2018.
Sedangkan dengan Kongo, Korea Utara menjadi pemasok pistol bagi negara Afrika tersebut. Pistol adalah bagian dari serangkaian transfer senjata dari Korea Utara termasuk senapan serbu hingga ranjau darat pada tahun 2014 dan 2015.
Di Sudan, Korea Utara menjadi pemasok senjata bagi Sudan Master Technology Engineering Company dalam kontrak yang ditandatangani pada 29 Agustus 2013. Kontrak ini senilai €5,1 juta. Kontrak ini ditandatangani oleh presiden KOMID Kang Myong Chol.
Negara Afrika lain yang memiliki kerja sama militer dengan Korea Utara adalah Burundi. Menurut laporan The Diplomat, karena merasa memiliki nasib yang sama yakni diisolasi dari perdagangan senjata internasional, Burundi menganggap Korea Utara sebagai mitra dagang yang berharga.
Kedekatan Korea Utara dengan Afrika dinilai PBB sebagai salah satu cara untuk menghindari sanksi yang dijatuhkan pada Pyongyang. Executive vice president and director of studies pada Peterson Institute for International Economics AS Marcus Noland mengungkapkan bahwa Korea Utara sengaja menargetkan negara-negara Afrika sebagai strategi untuk mengelak dari sanksi.
Hal itu disebabkan karena hanya tujuh negara Afrika atau 13 persen dari anggota Uni Afrika yang berpartisipasi dalam memberlakukan sanksi PBB bagi Korea Utara. Peluang inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh Korea Utara.
“Dalam beberapa tahun terakhir, Korea Utara berupaya untuk meningkatkan perdagangan dengan Afrika, baik sebagai teknik menghindari sanksi karena penegakan [sanksi] di Afrika yang cenderung longgar, dan sebagai cara untuk mengurangi ketergantungan terhadap Cina,” kata Marcus Noland, seperti dikutip CNBC.
Selain itu, menurut Institute for Security Studies (ISS), banyak negara-negara Afrika tidak sepenuhnya menyadari pelanggaran yang dilakukan Korea Utara. Masalah kemanusiaan atau masalah nuklir Korea Utara memang banyak disorot media internasional, tetapi tidak menjadi perhatian atau sorotan di Afrika. Sehingga, Korea Utara memiliki ruang gerak yang luas di Afrika.
Andrea Berger dari Royal United Service Institute dalam tulisannya berjudul "Is Ethiopia Violating UN Sanctions against North Korea," mengungkapkan jika dalam beberapa dekade, banyak negara meminta senjata dari Korea Utara.
Mendekatnya negara Afrika ke Korea Utara disebut sebagai jalan pintas untuk mendapatkan harga murah. Negara-negara Afrika tak mengembangkan studi untuk membangun persenjataan sendiri termasuk teknologi, sehingga bergantung dengan pasokan dari Korea Utara, seperti yang terjadi pada Ethiopia.
Karena peluang-peluang inilah, di antaranya, sanksi PBB sejak 2006 tak membikin Korea Utara berhenti mengembangkan nuklir.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Maulida Sri Handayani