Menuju konten utama

Hukum Qurban untuk Orang yang Sudah Meninggal

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum boleh dan tidaknya qurban untuk orang yang sudah meninggal. Berikut ini penjelasannya.

Hukum Qurban untuk Orang yang Sudah Meninggal
Petugas Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan dan Perikanan Solo memeriksa kesehatan sapi kurban saat Sidak Pemeriksaan Hewan di Pajang, Laweyan, Solo, Jawa Tengah, Selasa (28/7/2020). (ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/foc)

tirto.id - Terdapat 2 pendapat di kalangan ulama soal hukum qurban untuk orang yang sudah meninggal.

Ibadah kurban pada dasarnya ditujukan kepada orang yang masih hidup, sudah balig, berakal, dan memiliki kelapangan harta.

Setiap tahunnya, ibadah kurban disyariatkan untuk dilakukan sejak selepas salat Id (10 Zulhijah), kemudian dilanjutkan pada tiga hari tasyrik (11-13 Zulhijah).

Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) telah menetapkan Hari Raya Idul Adha 1443 H jatuh pada tanggal 10 Juli 2022. Hal ini disampaikan selepas Kemenag melakukan Sidang Isbat (Penetapan) Awal Zulhijah di Jakarta pada 29 Juni 2022 lalu.

“Sidang isbat telah mengambil kesepakatan bahwa tanggal 1 Zulhijah tahun 1443 Hijriah ditetapkan jatuh pada Jumat tanggal 1 Juli 2022,” kata Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa'adi, dikutip dari Kemenag.go.id.

“Dengan demikian Hari Raya Idul Adha 1443 H jatuh pada 10 Juli 2022,” imbuh Wamenag.

Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, juga telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Menag No 10/2022 tentang Panduan Penyelenggaraan Salat Hari Raya Idul Adha dan Pelaksanaan Kurban Tahun 1443 Hijriyah/2022 Masehi.

SE ini, kata Menag, diterbitkan dalam rangka memberikan rasa aman kepada umat Islam dalam penyelenggaraan salat Hari Raya Idul Adha dan pelaksanaan kurban tahun 1443 H/2022 M di tengah wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) pada hewan ternak.

“Ini panduan bagi masyarakat dalam menyelenggarakan Salat Hari Raya Idul Adha dengan memperhatikan protokol kesehatan dan melaksanakan ibadah kurban dengan memperhatikan kesehatan hewan kurban sebagai upaya menjaga kesehatan masyarakat,” ujar Menag pada 25 Juni 2022 lalu.

Hukum Ibadah Kurban

Hukum ibadah kurban adalah sunah mukadah dan sangat dianjurkan pengerjaannya. Meski begitu, hukum kurban juga bisa menjadi wajib jika shohibul qurban menjadikannya nadzar.

Ibadah kurban juga memiliki keutamaan yang besar. Saking ditekankannya, Nabi Muhammad SAW mengimbau orang yang memiliki harta dan berkecukupan agar melakukan kurban, sebagaimana dalam hadis berikut:

"Barang siapa yang memiliki kelapangan [harta], sedangkan ia tak berkurban, janganlah dekat-dekat tempat salat kami," (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Hakim).

Jika pengerjaan kurban amat dianjurkan untuk orang yang masih hidup dan berkecukupan, lalu bagaimana hukum berkurban untuk yang sudah meninggal? Apakah boleh?

Hukum Qurban untuk Orang yang Sudah Meninggal

Mengenai perkara ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum boleh dan tidaknya berkurban untuk orang yang sudah meninggal, demikian dikutip dari NU Online.

Pendapat pertama, berasal dari mazhab syafii. Para ulama mazhab Syafi'i berpendapat bahwa tidak ada ketentuan kurban bagi orang yang sudah meninggal, kecuali apabila ia berwasiat ingin berkurban.

Jadi, kurban untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan, hanya jika shohibul qurban yang sudah tidak hidup lagi itu pernah mewasiatkannya. Secara logis, orang yang sudah meninggal memang tidak bisa berkurban, maka lazimnya kurban ini dilakukan oleh keluarganya.

Sementara jika tanpa ada wasiat dari orang yang meninggal maka kurban itu tidak sah. Sebab tak sahnya kurban untuk orang yang meninggal dijelaskan Imam Muhyiddin Syarf an-Nawawi, ulama dari mazhab Syafi'i, dalam kitab Minhaj ath-Thalibin. Penyebabnya adalah berkurban mensyaratkan adanya niat ibadah.

Orang yang sudah meninggal sudah tidak bisa lagi berniat ibadah untuk dirinya sehingga tidak sah berkurban untuk orang yang sudah meninggal, kecuali jika ia berwasiat atas hal tersebut.

"Tidak sah berkurban untuk orang lain [yang masih hidup] tanpa seizinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat untuk dikurbani," (hlm. 321).

Dalam thesis bertajuk Pelaksanaan Qurban Mayit dalam Pandangan Imam Nawawi (2011) yang ditulis Zakiyatul Himmiliyah, dijelaskan orang yang meninggal sudah terlepas dari persyaratan ibadah. Artinya, ia tidak termasuk orang mukallaf.

Dalam kondisi normal, orang hiduplah yang dikenai taklif (beban) untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT, termasuk berkurban. Karena itu, ibadah kurban tidak sah dilakukan untuk orang yang sudah meninggal, kecuali jika orang yang sudah meninggal itu telah bernazar atau berwasiat untuk melakukan qurban sebelum kematiannya. Jika ada wasiat maka ahli warisnya bertugas memenuhi dengan berkurban.

Pendapat kedua datang dari para ulama mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali yang menyatakan bahwa berkurban untuk orang yang sudah meninggal sah hukumnya karena dimaksudkan sebagai sedekah.

Jika kurban untuk orang yang sudah mati dianggap sedekah, maka bersedekah untuk orang yang sudah meninggal hukumnya sah dan pahalanya bisa sampai kepada yang dikurbani. Pendapat ini merujuk pada riwayat mengenai kurban yang dilaksanakan Ali bin Abi Talib RA:

"Bahwasanya Ali RA pernah berkurban atas Nabi Muhammad SAW dengan menyembelih dua ekor kambing kibasy. Dan beliau berkata: Bahwa Nabi SAW menyuruhnya melakukan yang demikian," (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad, Hakim, dan Baihaqi).

Berdasarkan 2 pendapat di atas, K.H. Munawwir, dalam kapasitasnya sebagai Ketua Komisi Fatwa MUI Lampung, pernah menuliskan pendapat yang dimaksudkan menjadi jalan tengah atas perkara kurban untuk orang yang sudah meninggal.

"Kurban untuk orang lain atau yang sudah meninggal tidak boleh, kecuali ada izin dari orang itu. Tetapi, jika kurban tersebut dilihat ada kesamaan dengan sedekah, maka diperbolehkan, baik itu ada izin atau tidak," tulis K.H. Munawwir, sebagaimana dilansir laman resmi MUI Lampung.

Ketentuan Ibadah Kurban 2022

Meski menyembelih hewan kurban pada Idul Adha hukumnya sunnah muakkad bagi umat Islam, Kemenag mengimbau untuk tidak memaksakan diri berkurban pada masa wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag, Mastuki, di Jakarta, pada 8 Juli 2022.

Hal tersebut menurut Mastuki, sesuai SE Menag No. 10 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Salat Hari Raya Iduladha dan Pelaksanaan Kurban 1443H/2022 di Masa Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

“Kementerian Agama memandang penting untuk menyampaikan kepada masyarakat agar peduli dengan proses penyediaan daging halal mulai dari hulu sampai hilir,” ujar Mastuki.

Berikut ini sejumlah ketentuan dalam pelaksanaan kurban seturut SE Menag No. 10 Tahun 2022

Bagi umat Islam, menyembelih hewan kurban pada Hari Raya Idul Adha hukumnya sunnah muakkadah. Namun demikian, umat Islam diimbau untuk tidak memaksakan diri berkurban pada masa wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Umat Islam diimbau untuk membeli hewan kurban yang sehat dan tidak cacat sesuai dengan kriteria serta menjaganya agar tetap dalam keadaan sehat hingga hari penyembelihan.

Umat Islam yang berniat berkurban dan berada di daerah wabah atau terluar dan daerah terduga PMK, diimbau untuk melakukan penyembelihan di Rumah Potong Hewan (RPH) atau menitipkan pembelian, penyembelihan, dan pendistribusian hewan kurban kepada Badan Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat, atau lembaga lainnya yang memenuhi syarat.

Penentuan kriteria dan penyembelihan hewan kurban sesuai dengan syariat Islam. Kriteria hewan kurban:

  • Jenis hewan ternak, yaitu: unta, sapi, kerbau, dan kambing
  • Cukup umur, yaitu unta minimal umur 5 tahun, sapi dan kerbau minimal umur 2 tahun, dan kambing minimal umur 1 tahun
  • Kondisi hewan sehat, antara lain tidak menunjukkan gejala klinis PMK seperti lesu, lepuh pada permukaan selaput mulut ternak termasuk lidah, gusi, hidung, dan teracak atau kuku; tidak mengeluarkan air liur/lendir berlebihan; dan tidak memiliki cacat, seperti buta, pincang, patah tanduk, putus ekor, atau mengalami kerusakan daun telinga kecuali yang disebabkan untuk pemberian identitas

Penyembelihan hewan kurban dilaksanakan pada waktu yang disyaratkan, yaitu: Hari Raya Idul Adha dan hari tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijjah).

Penyembelihan hewan kurban diutamakan dilakukan di RPH. Dalam hal keterbatasan jumlah, jangkauan/jarak, dan kapasitas RPH, penyembelihan hewan kurban dapat dilakukan di luar RPH dengan ketentuan:

  • Melaksanakan penyembelihan hewan kurban di area yang luas dan direkomendasikan oleh instansi terkait
  • Penyelenggara dianjurkan membatasi kehadiran pihak-pihak selain petugas penyembelihan hewan kurban dan orang yang berkurban
  • Petugas menerapkan protokol kesehatan pada saat melakukan penyembelihan, pengulitan, pencacahan, pengemasan hingga pendistribusian daging
  • Memastikan kesehatan hewan kurban melalui koordinasi dengan dinas/instansi terkait
  • Penyembelihan dilakukan oleh petugas yang kompeten dan sesuai dengan syariat Islam

Baca juga artikel terkait IDUL ADHA atau tulisan lainnya dari Abdul Hadi

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Abdul Hadi
Penulis: Abdul Hadi
Editor: Addi M Idhom
Penyelaras: Ibnu Azis