Menuju konten utama

Bappebti Ungkap Alasan Pengawasan Kripto Pindah ke OJK

Diputuskan untuk mengantisipasi risiko masa depan pengelolaan dan pengawasan kripto dan derivatif mata uang atau komoditas dilakukan OJK.

Bappebti Ungkap Alasan Pengawasan Kripto Pindah ke OJK
Representasi dari Bitcoin dan mata uang kripto lainnya terlihat diantara bendera China pada gambar ilustrasi diambil Senin (27/9/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Florence Lo/Illustration/HP/djo

tirto.id - Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI telah menetapkan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) menjadi Undang-Undang. Ketetapan tersebut diambil dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022 dan 2024, pada Kamis, 15 Desember 2022 lalu.

Lewat UU tersebut, maka aktivitas transaksi kripto dan derivatif perdagangan mata uang/komoditas pengawasannya akan dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dari sebelumnya berada di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Peralihan ini dilakukan agar pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital lebih kuat, khususnya dalam hal aspek perlindungan investor atau konsumen.

Plt Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko mengakui, keputusan peralihan pengawasan tersebut sebelumnya sudah dilakukan diskusi bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan. Dalam pertemuan tersebut, membahas terkait laporan dari lembaga internasional yang menjelaskan pesatnya pertumbuhan nilai aset kripto dapat berdampak kepada stabilisasi keuangan.

"Jadi ketika aset kripto semakin tumbuh, nanti akan ada kompleksitas dengan stabilisasi sektor keuangan, sehingga kita saat itu sepakat walaupun RUU ini inisiasi pemerintah/DPR dan pada 2022 menjadi inisiatif DPR," kata dia dalama acara Outlook Bappebti 2023, di Jakarta, Rabu (4/1/2023).

Dari hasil diskusi dan kajian bersama dengan BKF, maka diputuskan untuk mengantisipasi risiko masa depan pengelolaan dan pengawasan kripto dan derivatif mata uang atau komoditas dilakukan OJK. Pemerintah dan DPR saat itu berpikir ke depan, jangan sampai ketika ada permasalahan nantinya baru ributkan.

"Kita berdiskusi kebijakan publik yang dihasilkan harus baik tidak bisa melihat histori saja. Ketika ada prediksi potensi timbulkan berdampak kepada stabilisasi keuangan, maka diputuskan mengantisipasi risiko masa depan pengelolaan keduanya dilakukan OJK. Kita antisipasi sebelum terjadi kita pastikan ke depan pengaturannya lebih baik," bebernya.

Dalam UU PPSK, pemerintah bersama DPR memberikan waktu selama dua tahun atau 24 bulan untuk masa transisi peralihan. Selama masa transisi, akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

"Kita memiliki waktu enam bulan menyusun PP. Di mana PP itu menjadi acuan untuk masa transisi selama dua tahun dua item tadi dari Bappebti ke OJK," imbuhnya.

Dalam Penyusunan PP tersebut, Bappebti juga terus berkomunikasi dengan BKF. Baik secara muatan masuk di dalam PP tersebut, regulasi mana saja bisa dipertahankan dan disempurnakan, hingga aturan baru akan dibuat untuk dua komoditas tersebut.

"Mulai kelembagaannya kira-kira seperti apa, Bappebti, bursa, kliring, bursa kripto, perizinan seprti apa, mekanisme pengalihan bagaimana. Tentu ini masih dalam pembicaraan karena kami memiliki waktu enam bulan bisa lama dan cepat. Meski UU itu belom diundangkan dan dinomorin," jelasnya.

Lebih lanjut Didid menjelaskan, selama masa peralihan atau transisi tersebut sesuai dengan arahan Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, seluruh pengawasan, pembinaan, dan perizinan masih berada di bawah Bappebti. Namun setelah masa transisi dan PP terbit maka sepenuhnya baru berada di OJK.

"Pak menteri garisbawahi kita akan pindahkan pada saat ini beres. Jadi harus dipastikan sebelum dua tahun tata kelola kripto maupun derivatif sudah bisa berjalan dengan baik ,sehingga dipindahkan OJK barang itu dalam posisi baik. Belum sempurna iya. tapi dalam posisi baik," katanya.

Di sisi lain, Didid menegaskan peralihan pengawasan, perizinan dan pembinaan kedua komoditas ke OJK tidak ada kaitannya dengan kegagalan Bappebti. Walaupun dia tidak menampik jika keduanya masih banyak catatan.

"Kalau disebutkan kegagalan ini masih jauh. Kripto maupun derivatif perdagangan mata uang/komoditas ini tumbuh sustain sejak 2018 dengan baik. Dan permasalahan ada tapi relatif bisa kita atasi," jelasnya.

"Kalau kita bandingkan antara permasalahan dengan jumlah transaksi rasio permasalahan itu di bawah 0,1 persen. Jadi masih sangat kecil," tambahnya.

Baca juga artikel terkait INVESTASI KRIPTO atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin