Alvino Kusumabrata

Kwee Thiam Tjing mencatat masa-masa perubahan zaman dari era "normal" ke pendudukan Jepang, lalu revolusi, di buku Indonesia dalem Api dan Bara. 

Setelah tiga tahun hidup nomaden, pada 1968 Amrus Natalsya akhirnya dicokok tentara dan baru bebas pada 1973.

Lahir sebagai organisasi mahasiswa anti-pelonco, CGMI mati sebagai pendukung Sukarno dan terseret badai politik G30S.

"Saya bahkan mengirimkan fotokopi naskah buku ke luar negeri untuk diselamatkan, lantaran khawatir disita dan dimusnahkan aparat," kenang Joesoef.

Sempat bertahan dari sejumlah pemberedelan dan perkelahian, Harian Rakjat akhirnya tumbang setelah gempa politik G30S.

Dari latar pengusaha, Subchan ZE lalu masuk NU dan membangun koneksi dengan militer. Kritis terhadap Orde Baru, meski pernah turut menegakkannya.

Setelah malang melintang di era revolusi, Sidik Kertapati akhirnya terjebak di negeri asing akibat Peristiwa G30S.

Ia pernah meminta Orde Baru untuk memberikan hak kepada orang yang diasingkan untuk kembali ke Indonesia—sesuatu yang tidak pernah terwujud.

Jose Maria Sison, seorang sastrawan pendiri Partai Komunis Filipina yang sempat mendalami ilmu di Indonesia dan berteman akrab dengan kader PKI.

Hoxha menjalankan model pembangunan ekonomi ala Stalin dan menumbalkan kemanusiaan guna mencapai sosialisme.