Menuju konten utama

Asal Usul Istilah dan Tradisi Mudik Lebaran 2022 Menurut Antropolog

Asal usul dan sejarah tradisi mudik di Indonesia. Secara bahasa, terdapat beberapa versi yang mengartikan kata mudik.

Asal Usul Istilah dan Tradisi Mudik Lebaran 2022 Menurut Antropolog
Ilustrasi Mudik Lebaran. (FOTO/iStockphoto)

tirto.id - Pemerintah telah membolehkan masyarakat untuk melakukan mudik Lebaran 2022 dengan salah satu syaratnya sudah vaksin COVID-19 lengkap atau booster.

Namun, tahukah Anda soal asal usul tradisi mudik?

Mudik menjadi istilah umum yang dipakai untuk menggambarkan kegiatan seseorang yang merantau ke daerah atau negara lain lalu pulang ke kampung halaman.

Secara bahasa, terdapat beberapa versi yang mengartikan kata mudik. Misalnya, Kemendikbud menuliskan bahwa mudik berasal dari Bahasa Jawa ngoko, yakni "mulih dilik", artinya pulang sebentar. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa mudik berasal dari kata “udik”, yaitu kembali ke asal.

Antropolog UGM Prof Heddy Shri Ahimsa-Putra juga mengatakan, bahwa istilah mudik berasal dari kata "udik" yang diambil dari Bahasa Melayu udik yang artinya hulu atau ujung.

Sebab pada masyarakat Melayu yang tinggal di hulu sungai pada masa lampau sering bepergian ke hilir sungai menggunakan perahu atau biduk. Setelah selesai urusannya, maka mereka akan kembali pulang ke hulu pada sore harinya.

“Berasal dari Bahasa Melayu, udik. Konteksnya pergi ke muara dan kemudian pulang kampung. Saat orang mulai merantau karena ada pertumbuhan di kota, kata mudik mulai dikenal dan dipertahankan hingga sekarang saat mereka kembali ke kampungnya,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi Tirto.

Sementara itu, di Indonesia, sebelum Bangsa Eropa datang ke Nusantara, hanya sedikit orang yang merantau. Hanya beberapa suku seperti Bugis, Makassar, atau Padang yang punya budaya kuat untuk merantau. Mereka lah yang melakukan mudik kala Lebaran.

Menurut Heddy, istilah mudik mulai dikenal luas di era tahun 1970-an, setelah masa orde baru melakukan pembangunan besar-besaran di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung dan Medan yang menyebabkan orang melakukan urbanisasi pindah ke kota untuk menetap dan mencari pekerjaan.

Akibatnya, terjadi urbanisasi masif. Jakarta dan kota industri lainnya ibaratnya gula yang menarik perhatian semut-semut untuk mengerubunginya.

Orang-orang desa berduyun-duyun melakukan migrasi, mencari kerja dan penghidupan layak ke ibukota dan kota-kota besar. Ia menuturkan, mereka yang bekerja dan hidup di kota akan lepas dari kerabatnya dalam waktu lama. Padahal selama di desa bisa dekat dengan kerabat.

Sehingga pada momen Hari Raya Idul Fitri, mereka akan beristirahat sejenak, mudik (pulang sebentar) ke kampung halaman.

“Kangen pasti. Menunggu libur yang agak panjang agar bisa kumpul sangat ditunggu. Karena kita di Indonesia masyarakat muslim yang paling banyak maka lebaran Idul Fitri jadi pilihan. Berbeda di Amerika dan Eropa, warganya banyak pulang kampung saat perayaan thanksgiving atau perayaan natal. Sementara di kita ya Idul Fitri,” paparnya.

Akan tetapi mudik bagi sebagian orang bukan semata-mata untuk ajang kumpul keluarga. Namun juga menjadi ajang bagi sebagian orang untuk pamer atas keberhasilan mereka di tanah perantauan.

“Motivasi lain karena ingin menunjukkan ia sudah berhasil secara ekonomi,” pungkasnya.

Baca juga artikel terkait LIFESTYLE atau tulisan lainnya dari Nur Hidayah Perwitasari

tirto.id - Gaya hidup
Penulis: Nur Hidayah Perwitasari
Editor: Iswara N Raditya