Menuju konten utama

Ahok Segera Bebas, Apa Kata Bekas Lawan dan Kawan Politiknya?

Lawan dan kawan politik berkomentar soal kebebasan Ahok. Ada yang berharap dia bisa benar-benar 'berubah', ada yang memintanya rehat barang sejenak.

Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, yang dikenal sebagai "Ahok," menyeka keringat dari kepalanya selama acara kampanye di Jakarta, Indonesia, Rabu, 16 November 2016. (Foto AP / Dita Alangkara)

tirto.id - Basuki Tjahaja Purnama akan bebas pada Kamis (24/1/2019) besok. Ahok, demikian ia biasa dipanggil, akan keluar dari rumah tahanan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, setelah menjalani hukuman dua tahun dikurangi remisi 3,5 bulan.

Tirto meminta komentar lawan-lawan politiknya Ahok, dalam konteks mereka yang berhadapan langsung dengan bekas Bupati Belitung Timur ini dalam kasus penistaan agama. Sebagian besar dari mereka ingin Ahok benar-benar 'berubah', sebagian lagi berkomentar soal kemungkinan masuk lagi ke gelanggang politik.

Pedri Kasman, mantan Sekretaris PP Pemuda Muhammadiyah, adalah salah satu orang yang ingin Ahok berubah. Pedri adalah orang yang melaporkan Ahok ke kepolisian dengan membawa bukti video pidato di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu.

"Semua pihak harus paham bahwa main-main soal isu agama dan SARA itu berisiko besar," ujar Pedri kepada reporter Tirto, Selasa (22/1/2019) kemarin.

Ahok sendiri sebetulnya berjanji akan berubah. Ini ia katakan dalam surat yang ia tulis sendiri dari balik sel. "Aku mau sampaikan mohon maaf atas segala tutur kata, sikap, perbuatan yang sengaja maupun tidak sengaja menyakiti hati dan perasaan saudara dan anggota keluarganya," demikian katanya.

Bagi Pedri, meski kesalahannya dianggap impas karena sudah dipenjara, namun tetap saja orang-orang akan tetap mengingat apa yang dulu dia perbuat. Itu akan jadi batu sandungan jika misalnya ia memutuskan terjun lagi ke dunia politik.

"Dia bebas menentukan pilihan, ke politik lagi atau tidak. Tapi jika ia memilih kembali berpolitik maka jejak sejarahnya akan selalu membayangi."

Tahun 2017 lalu sebetulnya saudara angkat Ahok, Nana Irawawty, sempat mengatakan kalau yang bersangkutan enggan balik lagi ke dunia yang membesarkannya itu. Nana mengatakan jika Ahok bebas, dia cuma mau "memberi seminar, lebih ke sosial." Meski begitu, tahun lalu, bekas tandem Ahok di Balai Kota DKI, Djarot Saiful Hidayat, mengatakan Ahok akan kembali berpolitik. Lebih spesifik: bergabung ke PDIP.

Juru Bicara Persaudaraan Alumni (PA) 212, Novel Bamukmin, tahu kabar ini. Ia pun mengatakan sebaiknya Ahok tak 'masuk politik' jika pilihannya adalah PDIP. 212 adalah julukan bagi salah satu demonstrasi menentang Ahok. Novel sendiri adalah salah satu saksi memberatkan dalam sidang Ahok.

"Aduh bisa tambah kacau itu Ahok, karena kita tahu track record partai tersebut [PDIP] sangat memprihatinkan," katanya. Novel pun menyarankan sebaiknya Ahok berbisnis saja. Itu lebih baik dan bisa membuka lapangan kerja, katanya.

"Biarkan Nikmati Kebebasan Dulu"

Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan DPP PDIP, Eva Kusuma Sundari, meminta agar semua pihak memberikan kesempatan kepada Ahok untuk menikmati kebebasannya terlebih dulu sebelum bicara hal-hal lain.

PDIP adalah salah satu partai pengusung Ahok dan Jokowi ketika maju di Pemilihan Gubernur DKI.

"Biarkan pak Ahok menikmati kebebasan yang sudah dua tahun hilang. Biarkan dia menormalkan dulu kehidupan pribadinya," kata Eva saat dihubungi reporter Tirto. "Biarkan happy dulu lah."

Infografik HL Ahok Tak Bisa Jadi Presiden

Infografik HL Ahok Tak Bisa Jadi Presiden

Sementara Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia Tsamara Amany mengaku gembira dengan kebebasan Ahok. Tsamara, bekas staf magang Ahok ketika jadi Gubernur DKI, mendukung apa pun keputusan idolanya itu.

"Apakah pak Ahok terjun [ke dunia] politik lagi atau tidak adalah sepenuhnya hak beliau yang harus kita hargai. Apa pun itu, saya akan dukung keputusan beliau."

Terlepas dari apa yang akan dipilih, jika Ahok kembali berpolitik, sebetulnya pilihannya kini terbatas. Dia sudah tak bisa lagi menjadi presiden, wakil Presiden, atau menteri. Ini sesuai dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian Negara.

Di sana ditegaskan kalau syarat seseorang bisa mengisi jabatan-jabatan tersebut adalah ia tak pernah mendapat ancaman pidana 5 tahun atau lebih. Sementara Ahok, meski divonis cuma 2 tahun, tapi sebetulnya ia dikenakan pasal dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun (pasal 156a KUHP).

Meski begitu Ahok masih bisa menjadi legislatif atau gubernur. Ketentuan tentang mantan narapidana maju sebagai legislatif diatur dalam Pasal 182 huruf g untuk DPD dan Pasal 240 huruf g UU No 7/2017 untuk DPR dan DPRD. Dia bisa mencalonkan diri sepanjang mendeklarasikan diri sebagai mantan napi.

Baca juga artikel terkait BASUKI TJAHAJA PURNAMA atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Rio Apinino