Menuju konten utama

Ada Pemukulan Hakim, MA Usulkan UU Penghinaan Pengadilan

Dalam KUHP sudah diatur sanksi penghinaan terhadap pengadilan. Namun dinilai belum cukup, sehingga MA usul agar ada aturan khusus berupa undang-undang.

Ada Pemukulan Hakim, MA Usulkan UU Penghinaan Pengadilan
Gedung Mahkamah Agung di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta. FOTO/Mahkamah Agung

tirto.id - Mahkamah Agung (MA) menyatakan pihaknya ingin ada undang-undang yang mengatur soal penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court).

Undang-undang ini bukan untuk melindungi hakim atau pengadilan, melainkan guna penegakan keadilan.

"Salah satu aspek adalah pihak yang menang itu kesulitan memperoleh barangnya kalau kemudian pihak yang kalah leluasa untuk menghindari melaksanakan putusan. Ini persoalan keadilan," kata Hakim Agung MA, Syamsul Maarif di Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2019).

Syamsul Maa'rif mengakui, dalam KUHP memang ada sejumlah pasal yang mengatur soal penghinaan terhadap pengadilan. Namun dinilai belum cukup.

Menurut dia, penghinaan terhadap pengadilan tidak dilihat hanya dari konteks pidana. Sanksi atas pelanggaran itu bisa berupa perdata atau denda. Dia mencontohkan dalam kasus kepailitan seringkali ada putusan yang tidak dilaksanakan.

"Jadi sanksi jadi tidak bisa 100 persen pespektif pidana jadi butuh UU sendiri," kata dia.

Ia pun membandingkan dengan negara-negara lain yang sudah memiliki UU Penghinaan Terhadap Pengadilan secara khusus. Oleh karena itu, ia mendorong pemerintah dan DPR untuk memulai pembahasan UU ini.

"Saya sudah bicara dengan Ketua Pengurus Pusat IKAHI [Ikatan Hakim Indonesia] untuk di-submit lagi RUU yang sudah kita susun sebagai dorongan kita kepada pemerintahan," ujar dia.

Usulan ini sejalan dengan sejumlah temuan Komisi Yudisial pada 2017 yang menyatakan ada 14 perbuatan menghalangi pelaksanaan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dan 10 perbuatan mengabaikan putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap.

Temuan itu berdasarkan survei di enam wilayah yakni Medan, Palembang, Makassar, Samarinda, dan Mataram.

Hakim yang jadi responden berjumlah 133 orang dan berasal dari tiga badan peradilan yakni pengadilan negeri, pengadilan agama, dan pengadilan tata usaha negara.

Kasus penghinaan pengadilan terbaru menimpa dua hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 18 Juli 2019. Pelaku penganiayaan hakim merupakan pengacara pengusaha nasional Tomy Winata. Saat ini, ia telah ditahan kepolisian.

Baca juga artikel terkait MAHKAMAH AGUNG atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Zakki Amali