Menuju konten utama

UU Terorisme Membuka Peluang Aparat Menindak Orang dari Suriah

Dasar hukum untuk menindak orang yang mengikuti pelatihan terorisme di luar negeri terdapat pada Pasal 12B UU Pemberantasan Terorisme baru.

Menkumham Yasonna Laoly berjabat tangan bersama Ketua Pansus Terorisme Muhammad Syafii , Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, usai ditandatanganinya hasil revisi UU Anti-Terorisme pada Rapat Kerja Penetapan Revisi UU Anti-Terorisme, Jakarta, Kamis (24/5/2018). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

tirto.id - Aparat penegak hukum mulai dapat menindak setiap orang yang mengikuti pelatihan militer di luar negeri untuk melakukan teror di Indonesia. Penindakan bisa dilakukan tak terkecuali kepada setiap orang yang pergi ke Suriah.

Penindakan dapat dilakukan setelah DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU, Jumat (25/5/2018). Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly berkata, penindakan itu akan dilakukan berasaskan nilai-nilai HAM.

"Itu sudah dimungkinkan di dalam UU ini. Kami harap, kami tetap menjunjung HAM. Nanti kan mereka [orang yang ke Suriah] bisa kembali, dijerat dengan UU ini," ujar Yasonna di Kompleks Parlemen, Jakarta.

Dasar hukum untuk menindak orang yang mengikuti pelatihan terorisme di luar negeri terdapat pada Pasal 12B UU Pemberantasan Terorisme baru. Beleid itu mengatur, ancaman sanksi untuk orang terkait adalah penjara minimal 4 tahun dan maksimal 15 tahun.

Pihak yang menampung atau merekrut dan mengirim orang untuk pelatihan teroris di dalam dan luar negeri juga terancam pidana yang sama.

Kemudian, sanksi penjara minimal 3 tahun dan maksimal 12 tahun menanti setiap orang yang "dengan sengaja membuat, mengumpulkan, dan/atau menyebarluaskan tulisan atau dokumen, baik elektronik maupun non-elektronik untuk digunakan dalam pelatihan" sebagaimana diatur Pasal 12B ayat (3) UU tersebut.

"UU ini kan tidak berlaku mundur [surut]. Hanya kalau dia [orang dari Suriah] datang nanti, dia sudah," ujar Yasonna.

Pencegahan terorisme

UU Pemberantasan Terorisme baru juga memungkinkan pemerintah dan penegak hukum mencegah terjadi tindak pidana itu dengan tiga cara, yakni kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisasi, dan deradikalisasi.

Kesiapsiagaan nasional adalah kondisi siap siaga untuk mengantisipasi terorisme melalui proses terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan.

Kemudian, kontra radikalisasi berdasarkan Pasal 43C ayat (1) berarti "proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang dilaksanakan terhadap orang atau kelompok yang rentan terpapar paham radikal terorisme untuk menghentikan penyebaran paham radikal terorisme."

Tahap deradikalisasi adalah proses menghilangkan atau mengurangi pemahaman radikal terorisme. Deradikalisasi, berdasarkan Pasal 43D UU Pemberantasan Terorisme baru, dapat dilakukan terhadap tersangka, terdakwa, terpidana, napi, mantan napi teroris, atau orang yang sudah terpapar paham radikal teroris.

"Kami harap UU ini bisa mencegah atau mengurangi setidak-tidaknya tindak pidana terorisme, karena sudah diberi kewenangan untuk menindak upaya pencegahannya," kata Yasonna.

Baca juga artikel terkait RUU TERORISME atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Hukum
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yuliana Ratnasari