Menuju konten utama

Solusi Menekan Subsidi Energi Ketimbang Naikkan Harga BBM

Celios menyarankan pemerintah untuk memperketat pengawasan solar subsidi untuk kendaraan angkutan di perusahaan pertambangan dan perkebunan skala besar.

Solusi Menekan Subsidi Energi Ketimbang Naikkan Harga BBM
Seorang awak mobil tangki mengisi BBM ke mobil tangki di area pengisian otomatis (New Gantry System) Integrated Terminal BBM Jakarta, Plumpang, Senin (23/12/2019). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/ama.

tirto.id - Pemerintah tengah mempertimbangkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite (RON 90). Kajian ini tengah didalami oleh Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, dan rencananya akan diumumkan pada minggu ini.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira tidak menampik kenaikan harga Pertalite akan meringankan beban APBN. Tetapi pemerintah wajib meningkatkan dana belanja sosial sebagai kompensasi kepada orang miskin dan rentan imbas kenaikan harga BBM tersebut.

"Jadi ini ibarat hemat di kantong kanan, tapi keluar dana lebih besar di kantong kiri," kata Bhima, di Jakarta, Senin (22/8/2022).

Lebih lanjut, dia menyarankan beberapa strategi untuk pemerintah agar bisa menekan subsidi energi tahun ini dibandingkan menaikan BBM subsidi. Pertama, pemerintah perlu memperketat pengawasan solar subsidi untuk kendaraan angkutan di perusahaan pertambangan dan perkebunan skala besar.

Selama ini, kata Bhima, tingkat kebocoran solar masih terjadi. Sehingga lebih mudah mengawasi distribusi solar dibandingkan pengawasan BBM untuk kendaraan pribadi karena jumlah angkutan jauh lebih sedikit dibanding mobil pribadi.

"Penghematan dari pengawasan distribusi solar subsidi cukup membantu penghematan anggaran," ungkapnya.

Kedua, dia mendorong pemerintah untuk pembangunan jaringan gas (jargas) menggantikan ketergantungan terhadap impor LPG 3 kg. Jargas juga bermanfaat untuk mempersempit celah subsidi ke rumah tangga mampu.

Ketiga, Bhima berharap pemerintah menunda proyek infrastruktur dan alokasikan dana untuk menambah alokasi subsidi energi. Keempat, alihkan sebagian dana PEN untuk subsidi energi dan kelima lakukan penghematan belanja pegawai, belanja barang dan jasa, termasuk transfer ke daerah masih bisa dilakukan.

"Pemerintah juga dibekali dengan UU darurat keuangan di mana pergeseran anggaran tanpa persetujuan DPR. Jadi lebih cepat dilakukan perombakan ulang APBN semakin baik," kata dia.

Dalam catatan Tirto, diberbagai kesempatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) nampak mengeluhkan besaran subsidi yang membengkak pada tahun ini. Saat itu, kepala negara curhat bahwa subsidi BBM telah membuat APBN berat. Karena harus menanggung biaya pembelian BBM seperti Pertalite, Pertamax, dan Solar.

“Sampai kapan kita bisa bertahan dengan subsidi sebesar ini? Kalau kita nggak ngerti, kita tidak merasakan betapa sangat beratnya persoalan saat ini," keluh Jokowi.

Jokowi mengatakan, besaran subsidi energi dialokasikan saat ini begitu besar jika dibandingkan dengan negara lain. Pernyataan itu benar adanya. Merujuk data Badan Energi Dunia (IEA) pada 2020 menunjukkan Indonesia sebagai negara urutan ke-8 terbesar yang memberikan anggaran subsidi energi. Sementara di urutan pertama ada Iran, diikuti China dan India.

"Gede sekali tapi apakah angka Rp502 triliun itu terus kuat kita pertahankan? Kalau bisa Alhamdulilah artinya rakyat tidak terbebani. tetapi kalau APBN tidak kuat bagaimana?" kata Jokowi di Istana, Jakarta, Jumat lalu.

Namun jika APBN tidak kuat, maka seluruh masyarakat harus mengerti dan memahami. Terlebih negara-negara lain harga BBM-nya sudah berada di Rp17.000 - Rp18.000 per liter atau dua kali lipat dari harga bahan bakar di Indonesia. "Iya memang harga keekonomiannya seperti itu," ungkap Jokowi.

Baca juga artikel terkait DAMPAK KENAIKAN HARGA BBM DAN LPG atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin