Menuju konten utama

Risiko dan Iming-iming Facebook Dating

Facebook Dating, cara Facebook menarik simpati publik setelah dilanda berbagai krisis yang mengurangi citra positif.

Ilustrasi Facebook. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Ada satu hal paling melelahkan yang terpaksa dilakukan calon pengguna aplikasi kencan daring: menjelaskan profil diri.

Sebelum masuk pada tahap melihat-lihat kandidat teman kencan, para pengguna mesti mengisi kolom atau menjawab pertanyaan seperti, misalnya, apa saja hal yang menjadi ketertarikan? Dari kegiatan favorit di kala luang, grup band idola, makanan kesukaan, hingga bermacam lainnya.

Salah satu aplikasi kencan daring, Ok Cupid, bahkan meminta kita menjawab sekitar 50 pertanyaan yang tak ubahnya tes kepribadian. Terkait hal tersebut, aplikasi kencan Tinder cukup meringankan beban pengguna dengan membebaskan mereka dalam mengisi biodata dan deskripsi diri yang rumit.

Rumit di sini kerap kali berupa penjelasan apakah diri mereka seorang introvert atau ekstrovert, mencari teman kencan dalam jangka waktu tertentu atau tidak, hingga penjelasan kegiatan yang dirasa asyik dilakukan saat pertemuan pertama berlangsung.

Enggan terbebani dengan kerumitan semacam itu, aplikasi kencan Facebook, Facebook Dating, juga turut membebaskan calon pengguna dengan tidak mewajibkan mereka mengisi puluhan daftar pertanyaan.

Algoritma Facebook akan bekerja otomatis mencari kandidat yang cocok bagi pengguna Facebook Dating berdasarkan beberapa hal seperti ketertarikan, grup yang diikuti, acara yang hendak didatangi, letak geografis, dan afiliasi pengguna pada institusi atau kelompok tertentu.

Kelak, orang-orang yang akan jadi kandidat teman kencan satu sama lain bukanlah mereka yang sudah jadi teman di Facebook, melainkan mereka yang dianggap dekat dengan jejaring atau aktivitas pengguna.

Hal lain yang jadi bahan "jualan" Facebook Dating ialah fitur Secret Crush yang memungkinkan pengguna memilih sembilan orang--bisa dari teman dalam Facebook-- yang mereka suka. Menariknya, sang crush tidak akan tahu bahwa dirinya disukai oleh pengguna. Mereka akan tahu bila ternyata saling menyukai dengan memilih nama satu sama lain untuk diletakkan dalam kategori Secret Crush.

Jika sudah begitu, maka mereka pun tinggal memilih untuk bertemu atau tidak.

Bisnis Menggiurkan Penuh Tantangan

Kehadiran Facebook Dating jelas turut meramaikan ranah kencan daring yang diprediksi masih akan laris dalam beberapa waktu ke depan.

Oktober lalu, Business Insider melaporkan hasil proyeksi Wall Street yang menyatakan, valuasi aplikasi kencan daring bisa mencapai 12 miliar dolar pada tahun 2020. Menurut analis Mark Kelley, penyebabnya ialah ketertarikan publik dalam mencoba aplikasi kencan baru dan besarnya populasi pengguna internet yang berstatus lajang.

“Kami memperkirakan 20% dari pengguna internet atau 310 juta orang (kecuali penduduk Cina) akan menggunakan aplikasi kencan daring pada tahun 2020,” kata Kelly kepada Business Insider.

Kelly memprediksi, para calon pengguna aplikasi kencan akan menggunakan produk lansiran Match Group yang menaungi beberapa aplikasi seperti Tinder, Ok Cupid, Hinge, dan Match.com. Grup tersebut hingga kini masih menguasai pangsa pasar kencan daring di seluruh dunia dan terus meraup untung.

Riset Nomura Institet tahun 2018, sebagaimana yang dilansir laporan Business Insider, menyebut Tinder mengalami peningkatan pendapatan sebesar 101% bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Sementara bagi Facebook, peluncuran Facebook Dating mungkin bisa dilihat sebagai salah satu cara untuk menarik hati calon pengguna. Mengingat sekitar tiga tahun belakangan ini layanan jejaring sosial milik Mark Zuckerberg tersebut kerap menuai sentimen negatif.

Pertama, Facebook mulai ditinggalkan oleh pengguna remaja berusia 11-17 tahun. Dalam ulasan Guardian yang memuat temuan lembaga riset Pew, pengguna Facebook yang berusia 13-17 tahun kini hanya 51%. Jumlah tersebut menurun sekitar 20 persen dari kurun waktu sebelumnya.

Selain itu, laporan tersebut juga menyebut bahwa remaja pengguna Facebook saat ini rata-rata berjenis kelamin perempuan, keturunan Afro-Amerika, dan berasal dari keluarga berpendapatan rendah.

Tahun lalu lembaga riset lain, eMarketer, juga melakukan studi serupa dan mendapati temuan yang kurang lebih mirip. Ada penurunan sekitar 9.9% pengguna Facebook yang berasal dari kalangan remaja AS berusia 12-17 tahun.

Di mata para remaja itu, Facebook tidak lagi jadi indikator kekerenan dan dianggap sebagai media sosial yang cocok digunakan orang yang sudah tua. Kini mereka lebih nyaman menggunakan Twitter dan Instagram.

Kedua, Facebook masih harus berupaya meraih kepercayaan pengguna setelah terbukti membantu kampanye Trump dengan mengeksploitasi data pengguna.

Dalam artikel "Can Mark Zuckerberg Fix Facebook Before It Breaks Democracy?", jurnalis New Yorker, Evan Osnos, menyebut perusahaan tersebut terbukti menyaring data personal dari 87 juta pengguna dan menjualnya kepada Cambridge Analytica, konsultan Trump.

Konsultan tersebut kemudian memasang iklan di Facebook dan meminta tim Zuckerberg menayangkan iklan video (yang mendiskreditkan Clinton) kepada para pengguna dengan kriteria pemilih Demokrat: kaum liberal kulit putih, perempuan muda, dan kalangan Afrika Amerika.

Kasus tersebut bikin valuasi Facebook turun drastis. Citranya pun dipertanyakan para pengguna awam hingga mereka yang berasal dari kalangan petinggi perusahaan, seperti Elon Musk [Tesla] dan Tim Cook [Apple].

Kejahatan Dunia Maya

Terlepas dari itu, masuknya Facebook ke ranah kencan daring juga punya kesulitan lain. Dalam laporan "The Dating App Fatigue", Atlantic mengungkap bahwa aplikasi kencan daring yang digadang-gadang sebagai cara paling efisien dalam menemukan teman kencan, punya potensi membuat penggunanya merasa burnout.

Julie Beck, jurnalis Atlantic, mewawancara sejarawan dan penulis buku Labor of Love, Moira Weigel. Bagi Weigel, proses menyeleksi ialah kerja yang tidak bisa dibilang sederhana. Ada orang yang menghabiskan total 10-15 jam seminggu hanya untuk mencari satu teman kencan.

Di samping itu, proses “menampilkan diri” pada aplikasi juga dipandang sebagai tindakan yang membutuhkan keseriusan. Dan serangkaian hal tersebut bisa memicu burnout.

“Ada masa di mana aku pergi keluar setiap malam dengan pria berbeda selama berminggu-minggu. Aku sangat ingin punya pacar dan aku nggak malu mengakuinya, tapi hal itu sangat melelahkan. Kamu harus melalui proses perkenalan dan pertemuan yang sama berulang-ulang,” kata Frannie Steinlage, pengguna Tinder, kepada Beck.

Infografik facebook dating

Infografik facebook dating. tirto.id/quita

Weigel mengingatkan: “Hal penting dari aplikasi kencan daring bukanlah relasi, tetapi sensasi tertentu yang memunculkan kemungkinan bahwa relasi tersebut bisa terbangun”. Oleh karena itu, ia juga menyepakati dalam ranah kencan daring, sikap ‘santai’ dan tanpa ekspektasi harus tetap ditanamkan.

Hal lain yang juga jadi tantangan adalah kasus kekerasan seksual serta penipuan yang masih marak terjadi. Korbannya pun tidak hanya wanita.

Independent pernah memuat kisah Pemuda asal Inggris yang berkencan dengan perempuan yang ternyata memalsukan identitasnya. Salah satu motif dari tindakan tersebut bisa jadi balas dendam kepada mantan kekasih dengan melakukan tindak kriminal.

Tidak ada yang tahu apakah Facebook, yang saat ini berusaha menghargai privasi pengguna, mampu melindungi orang-orang yang berniat cari jodoh dari kejahatan di dunia maya. Untuk itu, kinerja Facebook Dating patut ditunggu.

Baca juga artikel terkait FACEBOOK atau tulisan lainnya dari Joan Aurelia

tirto.id - Teknologi
Penulis: Joan Aurelia
Editor: Eddward S Kennedy
-->