Menuju konten utama

Revisi Aturan Tembakau Dinilai jadi Pintu Masuk Intervensi Asing

Rencana pemerintah melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 terus mendapat penolakan. Revisi ini dinilai sarat mengakomodir kepentingan asing.

Revisi Aturan Tembakau Dinilai jadi Pintu Masuk Intervensi Asing
Pekerja memproduksi rokok klobot di salah satu pabrik rokok, Kudus, Jawa Tengah.

tirto.id - Rencana pemerintah melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan terus mendapat penolakan. Revisi PP tersebut dinilai justru sebagai sarat mengakomodir kepentingan asing.

Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (UNJANI), Hikmahanto Juwana mengatakan, lembaga-lembaga asing, khususnya dari negara barat, seringkali mencampuri urusan dalam negeri negara-negara berkembang. Padahal, setiap negara memiliki kepentingan dan pertimbangannya masing-masing.

“Tembakau menjadi salah satu komoditas lokal yang sering menjadi target intervensi asing," kata dia di Jakarta, Senin (10/10/2022).

Dia menduga berkenaan dengan revisi PP 109/2012 terdapat dorongan dari lembaga asing yang masuk atas nama LSM sebagai kaki tangan. Jika dibiarkan, maka hal ini akan mencederai kedaulatan negara dalam menyusun regulasi pertembakauan yang seharusnya mengedepankan kepentingan nasional.

Hikmahanto menjelaskan, Indonesia saat ini tengah memimpin G20 telah berkontribusi mendobrak stigma negara berkembang dan menunjukkan kepiawaian menjadi pemimpin di arena global. Momentum ini bisa dilakukan sebagai sarana untuk mencari solusi bersama atas berbagai isu yang dihadapi negara-negara berkembang lainnya di dunia.

Pemerintah juga diharapkan mampu memanfaatkan ajang pertemuan global ini untuk memajukan berbagai kepentingan nasional. “Sebagai tuan rumah, Indonesia memiliki kewenangan untuk menentukan agenda pembahasan G20. Kesempatan emas ini dapat digunakan untuk menyeimbangkan isu dan kepentingan negara barat dan berkembang agar tidak ada lagi ketimpangan, monopoli, dan intervensi secara sepihak," jelasnya.

"Sebaliknya, nilai-nilai keadilan, inklusivitas, dan keberlanjutan menjadi perspektif segar yang hendak dipromosikan,” sambung Hikmahanto.

Pakar Kebijakan Publik UNJANI, Riant Nugroho menilai, momentum G20 juga menjadi peluang yang baik dalam menunjukan kedaulatan Indonesia di hadapan negara-negara lain. Termasuk berdaulat dalam mengembangkan kebijakan-kebijakannya tanpa ada intervensi-intervensi dari pihak luar.

Oleh karenanya penyusunan regulasi-regulasi nasional perlu menjadi representasi dari kedaulatan Indonesia itu sendiri. “Yang saya sampaikan Negara Republik Indonesia berdaulat penuh untuk mengembangkan kebijakannya," ujarnya.

Menurutnya, PP yang sudah ada sudah baik untuk kepentingan Indonesia. Sehingga dijalankan saja dulu dan tidak perlu diubah. Jika perlu itu pun berupa evaluasi dan dievaluasi oleh tim independen profesional lintas bidang, tidak kemudian hanya karena ada isu internasional yang dikait-kaitkan dengan lokal oleh sejumlah lembaga, kemudian diusulkan diubah.

"Apalagi, evaluasi kebijakan bersimpulan dua, ada perubahan ataupun tidak perlu ada perubahan,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Seksi Penyiapan Konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham, Hendra Kurnia Putra menyepakati hal tersebut. Sebagai negara yang memiliki kedaulatan, dalam penyusunan regulasi nasional, intervensi asing apalagi dari negara lain tidak boleh menjadi pertimbangan.

Sama halnya dengan ketentuan-ketentuan internasional. Indonesia tidak perlu meratifikasi ketentuan-ketentuan internasional yang bertentangan dengan kepentingan-kepentingan nasional. Apalagi menjadikannya dasar untuk merevisi sebuah peraturan yang sudah sesuai dengan konteks Indonesia.

Jika memang PP 109/2012 ingin direvisi, seyogyanya terdapat suatu kajian yang menelaah dan mengevaluasi implementasinya selama ini yang dapat menjawab dengan jelas perlu tidaknya revisi tersebut.

Hendra menambahkan pentingnya pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan regulasi, dengan berpegangan pada beberapa parameter. Pertama, perlunya mendengar masukan-masukan masyarakat, kedua, masukan-masukan tersebut perlu dipertimbangkan, dan terakhir adalah ihwal penjelasan mengapa masukan-masukan masyarakat ditolak atau diterima.

Partisipasi disebut Hendra menjadi salah satu unsur penting dalam penyusunan perundang-undangan agar bisa mencerminkan realitas kebutuhan masyarakat. Hal ini mutlak perlu dipenuhi sebab setiap proses perumusan kebijakan, termasuk revisi PP 109/2012 harus memenuhi asas-asas penyusunan perundang-undangan, terutama asas keterbukaan dan partisipasi publik.

"Pemerintah harus memberikan ruang meaningful participation bagi masyarakat sesuai dengan amanah Mahkamah Konstitusi,” papar Hendra.

Sebelumnya, Plt Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso menilai, revisi PP 109/2012 akan mengganggu iklim usaha industri hasil tembakau (IHT). Sehingga berpotensi merugikan dari sisi penerimaan negara.

“Dengan adanya revisi PP 109/2012, pengawasan terhadap industri hasil tembakau akan semakin diperketat sehingga ruang gerak IHT pun menjadi terbatas. Situasi ini dikhawatirkan akan membuat IHT mengalami kontraksi yang cukup dalam dan diiringi penurunan kinerja. Padahal, industri hasil tembakau saat ini masih dalam proses pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19,” ujar Susiwijono kepada wartawan, Selasa (13/9/2022).

Revisi PP tersebut dinilainya juga akan meningkatkan peredaran rokok ilegal yang justru tidak sesuai dengan tujuan kesehatan yaitu menurunkan prevalensi perokok anak. Revisi ini juga akan mengancam keberlangsungan IHT legal dan memberikan peluang bagi produsen rokok ilegal untuk bertumbuh.

Menurut Susiwijono, PP 109/2012 yang berlaku saat ini telah mengatur IHT secara komprehensif dengan mempertimbangkan keseimbangan dari berbagai aspek seperti kesehatan, penerimaan negara, keberlanjutan usaha hulu-hilir, serta penyerapan tenaga kerja.

“Pengawasan atas implementasi PP 109/2012 di lapangan pada saat ini belum optimal sehingga aspek yang perlu menjadi perhatian adalah implementasi di lapangan,” katanya.

Baca juga artikel terkait RUU TEMBAKAU atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang