Menuju konten utama

Respons BMKG Soal Munculnya Suara Gemuruh di Sukabumi

Menurut Daryono, anomali seismik ini tampak sebagai gelombang frekuensi rendah.

Respons BMKG Soal Munculnya Suara Gemuruh di Sukabumi
Pemandangan bukit yang rusak akibat aktivitas penambangan di Desa Sirnaresmi, Gunungguruh, Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (26/12/2018). ANTARA FOTO/Nurul Ramadhan/foc.

tirto.id - Pada Sabtu, 30 Januari 2021 malam sekitar pukul 19.00 WIB, warga kembali diresahkan oleh fenomena alam. Sebab, warga Kampung Ciherang, Desa Cijangkar, Kecamatan Nyalindung, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, berlarian keluar rumah setelah mendengar suara dentuman disertai gemuruh. Bahkan, warga turut merasakan dua kali getaran sebelum muncul suara gemuruh dan dentuman.

Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono menyatakan, berdasarkan hasil monitoring terhadap beberapa sensor seismik di wilayah Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat menunjukkan adanya anomali gelombang seismik saat warga melaporkan suara gemuruh yang disertai bunyi dentuman.

"Tampak sangat jelas adanya rekaman seismik yang terjadi pada pukul 19.00.36 WIB hingga 19.00.43 WIB. Lama durasi rekaman seismik berlangsung cukup singkat hanya selama 7 detik," kata Daryono melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi Tirto.

Menurut Daryono, anomali seismik ini tampak sebagai gelombang frekuensi rendah (low frekuensi). Sepintas bentuk gelombangnya (waveform) seismiknya mirip rekaman longsoran atau gerakan tanah. Fenomena alam gerakan tanah memang lazim menimbulkan suara gemuruh bahkan dentuman yang dapat didengar warga di sekitarnya.

"Menurut laporan warga, getaran itu muncul setelah hujan deras mengguyur, jadi dugaan kuat yang terjadi adalah adanya proses gerakan tanah yang cukup kuat hingga terekam di sensor gempa milik BMKG," ungkap dia.

Untuk verifikasi, tampaknya perlu dilakukan survei lapangan di wilayah dimana terdengar suara gemuruh untuk mencari apakah ada rekahan di permukaan akibat gerakan tanah tersebut.

"Jika tidak ditemukan maka besar kemungkinan proses gerakan tanah terjadi di bawah permukaan tanah," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait BENCANA ALAM atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Agung DH