tirto.id - Saat Real Betis memboyong Quique Setien pada musim panas 2017 lalu, ia tidak memiliki rekam jejak mentereng sebagai pelatih. Ia hanya pelatih Las Palmas. Mantan pemain Atletico Madrid tersebut memang sempat melatih klub-klub antah-barantah: Racing Santander, Poli Ejido, Equatorial Guinea, Legrones, serta Lugo. Saat itu, satu-satunya modal Setien untuk melangkah maju hanyalah sebuah filosofi permainan.
“Mengapa Anda menginginkan saya? Apakah Anda sudah melihat timku bermain, bagaimana caraku dalam bermain... Anda setuju atau tidak, aku tidak akan mengubah filosofiku. Jika Anda tidak setuju, Anda bisa mencari manajer lain,” tantang Setien kepada Betis kala itu.
Baru beberapa bulan bekerja, tepatnya pada 25 September 2017 hingga 15 Oktober 2017 lalu, Setien langsung membuat para penggemar Betis senam jantung. Dalam periode tersebut, Real Betis menang 4-0 atas Levante, bermain imbang 4-4 melawan tuan rumah Real Sociedad, dan kalah 3-6 dari Valencia.
Ya, mereka menang sekali, imbang sekali, dan kalah sekali; mencetak 11 gol dan kemasukan 10 gol hanya dalam tiga laga.
Setelah pertandingan Betis melawan Valencia usai, media-media Spanyol kemudian menggemakan pertandingan tersebut. El Mundo menyebut pertandingan itu sebagai “Kegilaan yang Diberkati”. Sementara Estadio Deportivo memilih frasa “Russian Roulette” untuk menggambarkan betapa menghiburnya pertandingan itu, media AS memilih kata sederhana tapi mengena: “Festival”.
Para penggemar Betis tak mau kalah. Di Stadion Villamarin, markas Betis, mereka menghujani penampilan Betis dengan tepuk tangan. Betis boleh babak belur. Namun, melalui pertandingan itu, mereka seperti diajari bagaimana rasanya menjalani naik turunnya kehidupan hanya dalam satu pertandingan sepakbola.
Bayangkan: Betis sempat tertinggal empat gol hingga menit ke-74, mencetak tiga gol dari menit ke-79 hingga menit ke-84, dan kebobolan dua gol lagi menjelang laga bubar.
Hebatnya, Betis tak pernah mengubah gaya permainannya setelah laga itu. Mereka terus-terusan bergaya, berlagak seperti Barcelona pada era Pep Guardiola: memainkan bola dari kaki-kaki, melakukan build-up dari lini paling belakang, dan langsung memburu bola segera setelah kehilangan. Meski tak selalu menang, terutama jika menemui hari buruk, ada satu kepastian di balik gaya Beticos tersebut: penampilan Betis ternyata selalu enak untuk ditonton.
Kelak, seperti apa dikisahkan oleh Miguel Delaney, penulis sepakbola asal Inggris, orang-orang Spanyol lantas menyarankan bahwa Anda “harus selalu, selalu menonton pertandingan Betis”.
Fundamental dalam Catur
Pada 1990 hingga 1994 adalah era emas bagi Barcelona. Di bawah asuhan Johan Cruyff, mereka berhasil memenangi apa saja, dari gelar La Liga hingga Piala Champions Eropa. Quique Setein, yang pada saat itu masih aktif bermain bola, pun tak bisa menutupi kekagumannya. Namun, Setien ternyata takjub bukan karena jumlah piala yang diraih Barcelona, melainkan cara bermain Barcelona yang menerapkan sepakbola menyerang, mendewakan penguasaan bola, dan juga mampu menghibur orang-orang.
Dari situ, saat mulai menjadi pelatih, Setien selalu menginginkan timnya bermain seperti Barcelona. Katanya, “Jika Anda menguasai bola, siapa pun tidak akan bisa mencetak gol ke gawang Anda, kecuali Anda mencetak gol bunuh diri. Dan para pemain tentu lebih menikmati saat bola berada di kakinya daripada saat mereka harus menguasai bola.”
Semula, keinginan Setien tersebut dianggap sebagai sebuah lelucon. Tanpa pemain-pemain berkualitas, gaya bermain Barcelona jelas susah untuk diterapkan. Namun, Setien ternyata mempunyai cara untuk mengakalinya. Sebagai penggemar berat catur, ia mencampurkan prinsip-prinsip catur ke dalam sepakbola.
Menurut Setien, fundamental dalam catur sebetulnya tak jauh berbeda dengan sepakbola. Saat bertahan maupun menyerang, semua bidak dalam catur harus terhubung dengan baik, yang memungkinkan untuk melakukan variasi serangan tak terduga maupun pertahanan kokoh yang bikin pusing untuk membongkarnya.
Selain itu, decision making dalam catur juga sangat penting. Dalam How Life Imitated Chess, Gary Kasparov pernah menulis bahwa hasil pertandingan biasanya tergantung dari kualitas decision making yang diambil para pemain catur.
Setien kemudian menekankan dua hal itu dalam metode latihannya. Ia tidak memandang pemainnya sebagai individual, melainkan sebagai sebuah bagian dari struktur yang utuh. Sesi latihan yang dapat mendorong para pemain terus mengasah decision making juga digalakkan. Alhasil, meski tidak mempunyai kualitas pemain yang mumpuni, Betis mampu bermain sesuai harapan Setien. Perkara hasil, itu belakangan.
“Jika Anda bermain buruk dan kalah, Anda tidak akan meninggalkan apa-apa. Jika Anda bermain bagus tapi kalah, Anda masih mempunyai sesuatu. Anda mempunyai sesuatu yang dapat dibanggakan,” tutur Setien, mengenai filosofi permainannya.
"Lebih Barcelona dari Barcelona"
Saat ini Real Betis memang hanya mampu bertengger di peringkat 12 La Liga. Menjalani 12 pertandingan, anak asuh Setien tersebut menang 4 kali, imbang 4 kali, dan kalah 4 kali. Selisih mereka dengan Barcelona yang berada di peringkat pertama pun cukup jauh, 8 angka. Meski begitu, saat mengalahkan Barcelona 3-4 di Camp Nou pada Minggu 11 November 2018 lalu, permainan mereka justru terlihat lebih "Barcelona" daripada Barcelona yang sesungguhnya.
Kala itu, Betis menerapkan taktik yang sangat berisiko. Selain memainkan garis pertahanan tinggi, mereka juga menerapkan counter-pressing sekaligus man-to-man marking. Saat El Mundo Deportivo menyebut taktik tersebut sebagai “A green and white hurricane”, Ernesto Valvedere, pelatih Barcelona setengah tak percaya dengan pendekatan yang dilakukan Betis.
“Mereka memainkan gaya yang sangat berisiko, dengan menempatkan banyak pemain di depan bola dan hanya beberapa yang berada di belakangnya, dan kami tidak tahu bagaimana cara mengatasinya,” tuturnya.
Seperti yang dibilang Velvedere, Barcelona tak berkembang karena taktik Betis tersebut. Betis bahkan sudah unggul 0-2 saat pertandingan baru berlangsung selama 37 menit. Yang luar biasa, proses gol kedua Betis yang dicetak oleh Joaquin benar-benar mempermalukan Barcelona. Kala itu, di dalam kotak penalti Barcelona, ada sekitar enam pemain Betis yang mengepung empat pemain bertahan Barcelona.
Setelah kemenangan tersebut, Setien jelas tak bisa menutupi kebahagiannya. Saat seorang wartawan menanyakan apakah Johan Cruyff bangga dengan kemenangan Betis tersebut, Setien menjawab dengan tandas. “Tentu saja, ia bangga.” Setelah itu, ia kemudian menambahkan,”Setiap orang yang suka permainan bagus dalam sepakbola – yang mencoba melihat hal-hal di luar hasil pertandingan – saya yakin akan menyukainya. Ini adalah salah satu alasan mengapa orang-orang menyukai dan mengikuti pertandingan Betis.”
Yang menarik, meski kalah, pemain Barcelona Sergio Busquets barangkali juga menyukai pertandingan itu. Sebelum pertandingan, Setien sempat menemuinya untuk meminta jersey gelandang bertahan timnas Spanyol tersebut. Setelah pertandingan, Busquets lantas memenuhi permintaan Setien itu sambil menunjukkan kekagumannya.
Dalam jersey-nya itu, ia menulis, “Untuk Quique dengan apresiasi dan rasa kagum terhadap cara Anda melihat sebuah pertandingan. Salam.”
Dengan pendekatan seperti itu, pada masa depan, bukan tidak mungkin Setien akan didaulat sebagai arsitek anyar Barcelona, sebuah keniscayaan.
Editor: Suhendra