Tata ruang di daerah perlu mempertimbangkan kerawanan bencana karena Badan geologi telah mengeluarkan Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) Gunung Api, Gempa Bumi, Tsunami, dan Gerakan Tanah sejak lama.
Alat yang terhubung langsung ke server Automatic Weather Station (AWS) Rekayasa di BMKG ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih awal bila terjadi gelombang laut tinggi sebagai dampak dari erupsi Gunung Anak Krakatau.
Berdasarkan hasil pemantauan Satelit Himawari dan radar cuaca sejak Sabtu (29/12/2018) malam sampai Minggu pagi erupsi Gunung Anak Krakatau telah berhenti total.
Salah satu tantangan yang dihadapi Badan Geologi dalam pemasangan alat pemantauan aktivitas vulkanik di Gunung Anak Krakatau adalah posisinya yang di tengah laut.
Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda merupakan kelanjutan dari Gunung Krakatau yang meletus pada 1883 dan Gunung Krakatau Purba yang erupsi pada abad ke-5.
“Untuk kapal laut, asal tidak lewat di tengah kompleks Krakatau enggak apa-apa. Kapal laut yang berlayar antara Pulau Rakata dan Anyer masih oke, aman,” kata Antonius.
“Gunung Anak Krakatau [dinaikkan statusnya] dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III) masyarakat dan wisatawan dilarang melakukan aktivitas di dalam radius 5 km dari puncak kawah."
Keputusan untuk menaikkan status Gunung Anak Krakatau diambil setelah adanya analisis berdasarkan kegiatan vulkanik di Gunung Anak Krakatau dalam 1-2 hari terakhir.