Menuju konten utama

Profil Ilmuwan Muslim di Bidang Kedokteran: Ibnu Sina & Ibnu Nafis

Profil dan biografi singkat ilmuwan Islam Ibnu Sina yang dijuluki Bapak Kedokteran Modern, dan Ibnu Nafis yang disebut The Second Avicenna.

Profil Ilmuwan Muslim di Bidang Kedokteran: Ibnu Sina & Ibnu Nafis
Ibnu Sina. tirto.id/Sabit

tirto.id - Salah satu ilmuwan muslim paling terkenal adalah Ibnu Sina atau dikenal pula dengan nama Avicenna, Bapak Kedokteran Modern. Sekitar 170 tahun setelah Ibnu Sina meninggal, seorang ilmuwan muslim lain terlahir dengan julukan The Second Avicenna, Ibnu Nafis.

Ibnu Sina (980-1037) dianggap sebagai salah satu pemikir dan penulis paling terkemuka pada Zaman Kejayaan Islam (al-'asr al-dhahabi lil-islam). Ia diyakini menulis lebih dari 400 karya, termasuk yang paling terkenal Kitab ash-Shifa dan Al Qanun fi Tibb.

Ibnu Sina memberikan kontribusi besar dalam berbagai bidang, termasuk medis, sejumlah literatur karyanya membahas berbagai bidang ilmu termasuk filsafat, matematika, fisika, kimia hingga astronomi.

Sementara itu, Ibnu Nafis (lahir 1213) adalah seorang pakar di bidang kedokteran yang dijuluki sebagai The Second Avicenna. Ia mendalami kajian dalam bidang filosofi, anatomi, biologi, fisiologi, hingga medis.

Dalam studi yang dipublikasikan oleh National Library of Medicine 2008, Ibnu Nafis adalah yang paling Avicenna dibanding kandidat ilmuwan lainnya, seperti Ibnu al-Haitam (Alhazen) atau Ibnu Abi al-Ala Zuhr (Avenzor). Ini karena kemampuannya mencetuskan teori-teori baru di bidang kedokteran yang akan berpengaruh sangat lama, bahkan di Barat.

Biografi Singkat Ibnu Sina

Abu Ali al Husain bin Abdallah bin Sina atau Ibnu Sina lahir di Uzbekistan pada 980 Masehi dari pasangan Setareh dan Abdulah. Pada usianya yang ke 10, Avicenna telah menghafal Al-Qur'an. Ilmu pengobatan ia pelajari dari seorang guru bernama Natili pada usia 16 tahun.

Ia dihadiahi sebuah perpustakaan oleh Sultan Bukhara di kerajaan Samanid berkat jasanya menyembuhkan sang sultan. Saat menginjak usia 21 tahun Ibnu Sina telah menghasilkan 240 karya tulisan di bidang matematika, geometri, astronomi, fisika, kimia, metafisika, filologi, musik, dan puisi.

Karyanya yang paling berpengaruh adalah Kitab al Shifa dan Al Qanun fi Tibb. Buku yang disebut terakhir adalah buku kedokteran eksperimental yang paling penting dalam sejarah. Berkat ini, Avicenna disebut sebagai dokter pertama yang melakukan uji klinis dan pengenalan farmakologi klinis.

Buku tersebut begitu populer dikalangan pengajar medis Barat untuk memperkenalkan prinsip dasar sains pada pelajar. Al Qanun fi Tibb juga berjasa dalam kemajuan ilmu anatomi, ginekologi, dan pediatri.

Ibnu Sina adalah tokoh di balik temuan bahwa penyakit bukan hanya disebabkan oleh fisik, tetapi juga kondisi kejiwaan. Ia juga dianggap telah menemukan dasar-dasar psikologi modern, jauh sebelum Carl Jung dan Sigmund Freud.

Selain itu, Avicenna juga berjasa atas temuannya tentang tuberkulosis (TBC), diabetes, tumor, dan efek placebo. Pada abad ke-11, ia menemukan termometer dalam bentuk tabung sederhana.

Menurut Stanford Ecyclopedia of Philosophy, Ibnu Sina merupakan tokoh yang menggabungkan pemikiran filsafat ilmiah dan Islam. Gabungan pemikiran ini menciptakan sebuah pemikiran teologi yang rasional.

Sepanjang hidupnya, Ibnu Sina tidak pernah menikah. Ia meninggal pada Ramadan 1037 Masehi dalam usia yang ke 57, dan dimakamkan di Hamadan, Iran.

Profil Ilmuwan Muslim Ibnu Nafis

Ala-al-Din Abu al-Hasan Ali Ibn Abi al-Hazm al-Qarshi al-Dimashqi atau Ibnu Nafis lahir pada 1213 di Damaskus. Ia menempuh pendidikan dokter di Medical College Hospital atau Bimaristan Al Noori.

Selepas pendidikannya, ia bekerja di Rumah Sakit Al Nassri pada 1236, kemudian diangkat menjadi kepala Rumah Sakit Mansuriya dan menjadi dokter pribadi Sultan. Ibnu Nafis diperkirakan meninggal pada 1288 pada usia 78 tahun.

Salah satu teori Ibnu Nafis yang paling berpengaruh adalah teori sirkulasi darah-paru-paru. Ia membantah teori milik Galen (129 SM -- 200/216 M), dokter terkemuka asal Yunani.

Galen menyebutkan bahwa darah mengalir melalui "lubang tak terlihat" yang terdapat antara bilik kanan dan kiri jantung. Temuan ini diakui pada abad pertengahan dan diterima sebagai teori yang absolut.

Ibnu Nafis menyebutkan bahwa teori Galen mengenai sirkulasi darah keliru. Temuan Galen itu diperoleh melalui pembedahan anak yang lahir prematur.

Ibnu Nafis menyebutkan bahwa peredaran darah manusia dimulai dari bilik kanan, melalui arteri pulmonalis, kemudian mengalir ke paru-paru. Lewat vena pulmonalis, sirkulasi darah kemudian kembali ke serambi kiri menuju bilik kiri untuk diedarkan ke seluruh tubuh.

Temuannya ini berujung pada kesimpulan bahwa darah dipompa dari bilik kanan ke paru-paru, tempat darah akan bercampur dengan oksigen, untuk kemudian dialirkan ke bilik kiri. Ia merupakan tokoh pertama yang menggambarkan susunan paru-paru dan interaksi antar jaringan pembuluh daran juga pernapasan. Temuannya itu bahkan bertentangan dengan pendapat Ibnu Sina.

Berdasarkan teori itu, Ibn Nafis berhasil menemukan bahwa darah disaring di dalam paru-paru, yang lebih lanjut dikenal sebagai sistem peredaran darah pulmonal.

Teori peredaran darah Ibn Nafis yang tertuang dalam Syarah Tasyrih Al-Qanun terlewatkan selama 300 tahun. Teori ini terungkap pada 1924 oleh Muhyiddin At-Tathawi seorang dokter asal Mesir dalam manuskrip tersebut di sebuah perpustakaan Berlin, Jerman.

Sepanjang teori tersebut dilupakan, sejumlah ilmuwan Eropa telah mengklaim ide yang serupa. Salah satu ilmuwan tersebut adalah Michael Servetus (1511-1553).

Baca juga artikel terkait BIOGRAFI ILMUWAN MUSLIM atau tulisan lainnya dari Yonada Nancy

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Yonada Nancy
Penulis: Yonada Nancy
Editor: Fitra Firdaus