Menuju konten utama

Pentingnya Deteksi Dini Kanker Serviks dengan Pap Smear

Di tengah ancaman kanker serviks yang menghantui para perempuan, pap smear sebagai pemeriksaan untuk deteksi dini harusnya rutin dilakukan. Tetapi, masih banyak perempuan yang abai.

Ginekolog memeriksa pasien menggunakan colpscope. iStockphoto/Getty Images

tirto.id - Guna mencegah kanker serviks, para dokter menyarankan setiap perempuan yang telah aktif secara seksual melakukan pemeriksaan pap smear secara rutin. Setidaknya, setelah tiga tahun rutin berhubungan seksual, perempuan diminta melakukan pap smear setiap dua tahun.

Tetapi, saran itu tak benar-benar dijalankan. Banyak perempuan-perempuan yang bahkan tak pernah melakukan pap smear sepanjang hidupnya.

Nurul Huda berusia 49 tahun saat ia pertama kali menjalani pemeriksaan pap smear. Padahal, ia telah aktif secara seksual sejak usia 20-an. Nurul tinggal di Aceh, dan memiliki dua anak. Ia tak tahu sama sekali kalau pap smear itu penting dan harus rutin dilakukan. “Enggak pernah kepikiran soalnya memang enggak ada keluhan. Jadi, saya pikir saya sehat-sehat aja,” katanya.

Tes papsmear yang dilakukannya tahun lalu itu pun karena ada program khusus dari puskesmas di dekat rumahnya saat ulang tahun BPJS Kesehatan tahun lalu. Untungnya, hasil pemeriksaan menunjukkan kondisi serviksnya baik-baik saja. Tak ada ditemukan sel kanker.

Di Serpong Utara, Puji Astuti, seorang ibu rumah tangga, juga baru sekali melakukan pemeriksaan pap smear. Usia Puji hanya terpaut setahun dengan Nurul. Puji mengetahui bahwa pap smear sebaiknya rutin dilakukan. Tetapi, ia tak menjalankan itu sebab ia berpikir tak ada masalah dengan organ kelaminnya.

Kanker serviks kembali banyak dibicarakan ketika penyanyi dangdut Julia Perez mengumumkan dirinya divonis menderita penyakit ini. Jupe telah mengetahui penyakitnya sejak 2014, setelah melakukan pemeriksaan di Singapura. Saat itu, kondisi kanker serviks Jupe masih stadium 2A.

Kini, ia terbaring di rumah sakit dengan tubuh yang semakin kurus sebab kankernya sudah masuk stadium 4. Padahal, sebelumnya Jupe termasuk sosok yang aktif dan ceria. Kanker serviks seperti yang diderita Jupe memang tergolong salah satu yang banyak menelan korban.

“Karker serviks adalah jenis kanker terganas nomor dua di dunia dengan perkiraan 493 ribu kasus baru dan 274 ribu kematian setiap tahunnya,” tulis Gregory Edie Halle Ekane dan beberapa rekannya dalam jurnal tentang pap smear yang terbit tahun 2015 lalu.

Gregory menyebutkan sekitar 83 persen kasus terjadi di negara berpenghasilan rendah. Kesadaran untuk melakukan pemeriksaan deteksi dini di negara-negara miskin dan berkembang pun masih minim.

src="//mmc.tirto.id/image/2017/04/28/kanker-serviks-fuad.JPG" width="860" alt="Infografik Kanker Serviks" /

Lalu, seperti apa sebenarnya pap smear, kapan ia harus dilakukan dan berapa biayanya?

Nurul mengatakan, saat menjalani pemeriksaan pap smear, ia diminta duduk setengah berbaring dan membuka kedua kaki dengan posisi lutut terangkat. Dokter lalu memasukkan alat melalui vaginanya. “Tidak sakit, tapi memang rasanya tidak enak,” kata Nurul.

Alat itu bernama spekulum. Ia terbuat dari besi. Spekulum memudahkan dokter yang melakukan pemeriksaan untuk mengambil sampel tepat di serviks. Setelah memasukkan spekulum, dokter menorehkan kapas atau sikat halus untuk mengambil sampel sel. Sampel tersebut kemudian diperiksa di laboratorium dan dianalisis.

Nurul disarankan untuk tidak berhubungan seksual ataupun membasuh vagina dengan cairan pembersih khusus, setidaknya sekitar 2—3 hari sebelum pemeriksaan. Dua hal itu akan mengurangi keakuratan hasil. Pap Smear juga tidak bisa dilakukan kepada perempuan yangs sedang menstruasi.

Di Indonesia, pemeriksaan pap smear biasanya hanya dilakukan oleh perempuan yang telah aktif secara seksual. Sementara di Amerika, tidak demikian. Tahun 2012, American Society for Colposcopy and Cervical Pathology menyusun panduan untuk melakukan pap smear. Dalam panduan itu disebutkan bahwa perempuan berusia 21 sampai 65 tahun, baik yang aktif secara seksual maupun tidak, disarankan melakukan pemeriksaan pap smear.

Namun, bagi mereka yang aktif secara seksual meski masih berada di bawah 21 tahun, pap smear disarankan untuk dilakukan. Panduan itu menjelaskan bahwa kanker serviks disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) yang biasanya menular secara seksual. Namun, tak semua kanker serviks berasal dari infeksi virus. Ia bisa juga dari pembalut atau kondisi vagina yang tidak bersih.

Untuk alasan ini, semua perempuan disarankan memulai pemeriksaan dini kanker serviks mereka dengan pap smear setiap tiga tahun yang dimulai pada usia 21 tahun. Jika sampai usia 30 tahun hasil tes pap smear menunjukkan negatif, frekuensi pemeriksaan bisa dikurangi menjadi lima tahun sekali. Ketika perempuan berusia di atas 65 tahun, pemeriksaan pap smear tak perlu lagi dilakukan.

Meskipun HPV lebih gampang tertular pada perempuan yang memiliki lebih dari satu pasangan dalam berhubungan seksual, pap smear tetap wajib dilakukan pada mereka yang hanya berhubungan seksual dengan satu orang. Ini karena virus HPV bisa tertidur selama bertahun-tahun, dan kemudian tiba-tiba aktif.

Jika ditemukan sel abnormal pada pemeriksaan pap smear, jangan buru-buru panik. Ia belum tentu sel kanker. Dokter akan mengulang tes 4-6 bulan kemudian, tergantung jenis sel yang ditemukan. Dokter bisa juga melakukan kolposkopi atau biopsi untuk mengambil sampel sel pada leher rahim.

Pap smear harus lebih rutin dilakukan pada perempuan yang dinyatakan memiliki sel abnormal, memiliki sistem imun yang lemah, terjangkit virus HIV, menjalani kemoterapi atau pernah menjalani transplantasi organ.

Di Indonesia, Yayasan Kanker Indonesia memberikan pelayanan pemeriksaan pap smear dan deteksi dini kanker lainnya. Harganya pun relatif murah dibandingkan pemeriksaan di rumah sakit, hanya Rp50 ribu-Rp100 ribu. Beberapa rumah sakit swasta mematok tarif sekitar Rp700 ribu atau lebih untuk sekali pemeriksaan ini.

BPJS kesehatan juga sering menggelar pap smear gratis. Jadi, jangan lagi mencari-cari alasan untuk menunda pap smear. Seruan lawas “Mencegah lebih baik dari mengobati" baiknya selalu diingat.

Baca juga artikel terkait PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Wan Ulfa Nur Zuhra

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti
-->