Menuju konten utama

No Diet Day 6 Mei 2021: Hari Tanpa Diet Sedunia, Apa Sejarahnya?

No Diet Day 6 Mei 2021: Hari Tanpa Diet Internasional, bagaimana sejarahnya?

No Diet Day 6 Mei 2021: Hari Tanpa Diet Sedunia, Apa Sejarahnya?
Ilustrasi Panduan Diet Intermittent Fasting untuk Pemula. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Tanggal 6 Mei 2021 memperingati No Diet Day atau Hari Tanpa Diet Internasional. Perayaan ini diinisiasi oleh seorang feminis asal Inggris bernama Mary Evans Young pada 1992.

Mary saat itu merasa muak dengan standar kecantikan dan banyak wanita berlomba-lomba untuk mencapainya. Mereka yang tidak mampu menyamai standar kecantikan kemudian menderita gangguan makan (eating disorder), bullying, dan diet ketat yang tidak sehat.

Mary kemudian mengundang teman-temannya ke gerakan "Ditch that Diet", yang kemudian menjadi populer. Gerakan global yang dipicunya telah membantu banyak orang membentuk hubungan yang lebih sehat dengan makanan dan tubuh mereka.

Sejarah No Diet Day Hari Tanpa Diet Sedunia

Dilansir National Today, diet pertama kali dikenal ketika seorang dokter Inggris, George Cheyne, mengalami penurunan berat badan yang luar biasa dengan hanya makan sayuran dan minum susu - sama sekali tidak makan daging. Ahli diet kemudian bermunculan sejak abad ke-18.

Cheyne kemudian merekomendasikan dietnya kepada semua orang yang menderita obesitas, dan menulis esai berjudul "An Essay of Health and Long Life." Esai ini menyarankan orang menghindari "makanan mewah", dan dengan demikian lahirlah diet pertama.

Sejak ditemukannya diet, orang-orang terus menggunakan kebiasaan makan tertentu untuk menjadi lebih sehat atau membuat tubuh mereka sesuai dengan standar masyarakat. Seorang warga Inggris, William Banting menciptakan diet penurunan berat badan mode pertama "Banting Diet" pada tahun 1863.

Model diet Banting masih digunakan hingga tahun 2007 dan dianggap sebagai model diet populer. Diet ini melibatkan empat kali makan daging, sayuran, buah, dan anggur kering per hari.

Pada tahun 1918, buku penurunan berat badan terlaris pertama, Diet and Health: With Key to the Calories, diciptakan oleh kolumnis dan dokter Amerika Lulu Hunt Peters.

Diet ini mempromosikan penghitungan kalori, yang tetap populer saat ini. Sejak itu, lebih dari 1.000 diet penurunan berat badan telah dikembangkan, tetapi sebagian besar berfokus pada mengonsumsi sedikit kalori, lemak, karbohidrat, atau gula.

Budaya diet berkembang pesat. Dengan semakin banyaknya media yang dapat diakses, dari televisi, iklan hingga internet, produsen mempromosikan standar dan bentuk tubuh yang mungkin sulit dicapai oleh banyak orang.

Padahal, standar atau bentuk tubuh itu dalam banyak kasus, sering melibatkan teknik pengeditan foto dan operasi plastik. Sehingga, standar bentuk tubuh ini secara fisik tidak mungkin dicapai secara alami, tetapi banyak yang merasakan tekanan sosial dan beralih ke diet untuk menguruskan diri.

Pada tahun 1992, feminis Inggris Mary Evans Young telah berjuang melawan anoreksia, penindasan, dan masalah citra tubuh selama bertahun-tahun, merasa sudah muak.

Meskipun dia awalnya menginginkan Hari Tanpa Diet untuk dirayakan hanya di Inggris, dia terinspirasi untuk menyebarkan gerakan ini secara internasional.

Dilansir Days of the Year, pada tahun 1992, hanya beberapa lusin wanita di Inggris yang merayakan No Diet Day, dengan stiker “Ditch That Diet” dan piknik. Pada 1993, wanita di berbagai negara ingin merayakan dan tanggal diubah menjadi 6 Mei untuk menghindari konflik dengan perayaan Cinco de Mayo (hari raya orang Meksiko).

Saat ini, tujuan No Diet Day adalah untuk menerima keragaman bentuk tubuh yang dilambangkan dengan pita biru muda.

Banyak pula restoran yang menggunakan No Diet Day sebagai taktik pemasaran untuk mendorong pelanggan membeli makanan yang memanjakan lidah.

No Diet Day jadi pengingat penting untuk fokus pada kesehatan tubuh dalam bentuk dan ukuran apapun, serta cara penting untuk mengungkap bahaya diet yang tidak sehat.

Baca juga artikel terkait HARI TANPA DIET SEDUNIA atau tulisan lainnya dari Dipna Videlia Putsanra

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Agung DH