Menuju konten utama

Nicky Hayden dan Ancaman Kematian di Jalan Raya

Kematian yang disebabkan kecelakaan di jalan raya menjadi hantu bagi siapa saja terutama bagi mereka yang lalai . Memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi berisiko tinggi buat celaka diri sendiri dan orang lain hingga berakhir pada kematian di jalan.

Nicky Hayden dan Ancaman Kematian di Jalan Raya
Ilustrasi kecelakaan. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Kematian Nicky Hayden tak hanya tragis tapi juga ironi. Pembalap motor yang hidupnya dekat dengan maut karena sering kebut-kebutan di sirkuit justru meninggal dalam kecelakaan maut dihantam oleh kendaraan lain di jalan raya saat bersepeda di Pantai Rimini, Cesena, Italia, Selasa (23/5).

Mobil yang menabrak “The Kentucky Kid” ini melaju dengan kecepatan yang terlalu tinggi sehingga sulit menghindari tabrakan. Apa yang dialami oleh mantan juara MotoGP 2006 ini hanya contoh insiden jalan raya yang merenggut nyawa dan menjadi persoalan banyak negara di berbagai belahan dunia.

World Health Organization (WHO) mencatat kecelakaan di jalan raya menempati jumlah kematian tertinggi dari kategori penyakit tidak menular. Diperkirakan pada 2030, kecelakaan lalu lintas di jalan akan menjadi penyebab kematian nomor lima di dunia setelah penyakit jantung, stroke, paru-paru, dan infeksi saluran pernapasan.

Menurut catatan WHO sekitar 1,25 juta orang meninggal karena kecelakaan lalu lintas setiap tahunnya. Pada 2013, terdapat 20-50 juta orang mengalami luka-luka akibat kecelakaan lalu lintas. Hampir 60 persen kematian akibat kecelakaan terjadi pada orang yang berusia 15-44 tahun.

Global Status Report on Road Safety 2015 yang dirilis WHO mengungkapkan tingkat kematian Kecelakaan lalu lintas tertinggi berada di Libya, Thailand, dan Malawi. Sementara itu, dalam laporan Autoguide, 2015 lalu, Libya dengan populasi 6,2 juta jiwa, rata-rata 73,4 orang per 100.000 penduduk tewas di jalan raya Libya. Penyebabnya, hukum soal mengemudi dalam keadaan mabuk, batas kecepatan, kursi untuk keselamatan anak di kendaraan dan ketentuan soal helm dianggap kurang memadai.

Di Thailand, rata-rata 36,2 orang per 100.000 penduduk tewas akibat kecelakaan lalu lintas. Pada 2015 misalnya, sebanyak 24.237 nyawa melayang akibat kecelakaan jalan. Di Negeri Gajah Putih ini aturan soal batas kecepatan, ketentuan mengemudi dalam keadaan mabuk, dan penggunaan sabuk pengaman dianggap kurang diperhatikan. Malawi di Afrika menempati posisi ketiga negara dengan tingkat kematian tertinggi akibat kecelakaan lalu lintas. Estimasi dari WHO, setiap 100.000 ribu jiwa ada 35 orang tewas di jalanan Malawi.

Infografik kecelakaan di indonesia akibat berkendara cepat

Kecepatan dan Celaka

WHO memberikan rekomendasi yang bisa dilakukan untuk menekan kecelakaan para pengendara di jalan raya. Salah satu rekomendasi antaralain menetapkan dan menegakkan aturan soal batas kecepatan berkendara di masing-masing negara. Dalam publikasi WHO soal pencegahan kecelakaan di jalan mengungkapkan penurunan 1 kilometer per jam kecepatan berkendara berpotensi mengurangi 2-3 persen potensi kecelakaan lalu lintas. Sebaliknya, dengan kecepatan bertambah 1 km per jam maka risiko akan kecelakaan bertambah 3 persen.

Yang cukup mengkhawatirkan, kecelakaan juga tak hanya melibatkan pengendara dan kendaraannya. WHO mencatat para pejalan kaki juga merupakan pihak yang berisiko celaka di jalan raya. Pejalan kaki berisiko kurang dari 20 persen meninggal bila tertabrak kendaraan mobil dengan kecepatan 50 km per jam. Risiko kematian makin tinggi hingga 60 persen bila tertabrak mobil dengan kecepatan 80 km per jam.

Pada Maret 2010 Majelis Umum PBB mendeklarasikan Decade of Action (DoA) for Road Safety 2011– 2020 yang bertujuan untuk mengendalikan dan mengurangi tingkat risiko fatal korban kecelakaan lalu lintas jalan secara global dengan meningkatkan kegiatan yang dijalankan pada skala nasional, regional, dan global.

Di Indonesia, ketentuan soal kecepatan berkendara telah diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Menteri Perhubungan, Budi Karya mengimbau agar masyarakat berkendara di bawah batas kecepatan 60 km per jam. Budi Karya menyatakan bahwa cara tersebut merupakan cara paling efektif menekan risiko kecelakaan.

Namun aturan hanyalah aturan, kecelakaan tetap saja terjadi di jalan raya, data Korlantas Polri Januari-Maret 2017 sudah ada 24.120 kecelakaan, sebanyak 5.321 orang berakhir dengan kematian. Jumlah ini memang turun tipis bila dibandingkan tiga bulan sebelumnya yang sempat mencapai 24.791 kecelakaan, dengan 5.452 kecelakaan menyebabkan meninggal dunia.

Kecelakaan hingga berakibat fatal sebuah risiko beraktivitas di jalan raya meski manusia tak ada yang menghendakinya. Namun pada kenyataan tetap saja ada kecelakaan, seseorang hanya bisa mencoba menekan risiko celaka bagi dirinya termasuk dalam membuat risiko celaka orang lain. Caranya berkendara sesuai dengan aturan khususnya soal mengatur kecepatan. Keselamatan diri ada di tangan kita dan sesama orang lain di jalan raya.

Baca juga artikel terkait NICKY HAYDEN atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yulaika Ramadhani
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Suhendra