Menuju konten utama

Ngabalin Khawatir DPR Ditertawakan Jika Ajukan Hak Angket Iriawan

"Saya khawatir nanti rakyat menertawakan wakilnya yang tidak mengerti UU yang mereka buat sendiri," kata Ngabalin.

Ngabalin Khawatir DPR Ditertawakan Jika Ajukan Hak Angket Iriawan
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memasang tanda pangkat kepada Penjabat Gubernur Jawa Barat Komjen Pol M. Iriawan saat pelantikan di Gedung Merdeka, Bandung, Jawa Barat, Senin (18/6/2018). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

tirto.id - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin menyatakan tidak mempermasalahkan jika DPR akan mengajukan hak interplasi dan hak angket dalam pengangkatan Komjen Mochamad Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat.

Namun, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa (19/6/2018), Ngabalin khawatir DPR justru akan ditertawakan oleh rakyat bila mengajukan hak angket.

"Menanggapi rencana DPR RI mengajukan hak interplasi dan hak angket sah-sah saja tapi sebaiknya di urungkan saja niatnya karena pemerintah dan DPR masih membutuhkan waktu yang banyak dalam hal-hal yang produktif dalam melayani masyarakat. Saya khawatir nanti rakyat menertawakan wakilnya yang tidak mengerti UU yang mereka buat sendiri," kata Ngabalin.

Ngabalin memastikan pemerintah membuat kebijakan strategis berdasar pada ketentuan hukum dan UU yang berlaku baik UU Pilkada maupun UU ASN termasuk PP.

Ngabalin menerangkan, pengangkatan penjabat gubernur dari TNI bisa mengacu pada sejumlah undang-undang. Pertama, pengangkatan berdasarkan Pasal 201 ayat (10) UU No 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.

Beleid itu berbunyi: "Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat Penjabat Gubernur yang berasal dari Jabatan Pimpinan Tinggi Madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan."

Kemudian penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf b UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN menyatakan Jabatan Pimpinan Tinggi Madya meliputi: Sekjen dan Sekretaris Kementerian, Sestama, Sekjen Kesekretariatan Lembaga Negara, Sekjen LNS, Dirjen, Deputi, Irjen, Inspektur Utama, Kepala Badan, Staf Ahli Menteri, Kasetpres, Kasetwapres, Sesmilpres, Seswantimpres, Sekda Provinsi dan jabatan lain yang setara.

Terakhir adalah mengacu pada Pasal 148 PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS yang menyatakan Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari Prajurit TNI dan Anggota Polri yang berada di instansi pusat dan sesuai dengan UU tentang TNI dan UU tentang Polri.

Selain masalah regulasi, Ngabalin pun menyinggung pelantikan Polri aktif sudah pernah dilakukan sebelum Iriawan. Pada 2016, pemerintah mengangkat Irjen Polisi Carlo Brix Tewu ketika sedang menduduki jabatan Pimpinan Tinggi Madya (Staf Ahli Menkopolhukam) sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Barat berdasarkan Keppres No 143/P Tahun 2016.

Dalam kasus Iriawan, mantan Kapolda Metro Jaya itu tidak aktif sebagai pejabat Polri, tetapi sebagai pejabat instansi pusat sejak awal Maret 2018.

Politikus Golkar itu pun menerangkan, pemerintahan SBY sudah pernah melakukan hal yang sama seperti pelantikan Iriawan. Ia mengingatkan apakah Mayjend Tanri sudah pensiun saat menjabat. Kemudian, ia mengingatkan siapa pejabat Gubernur Jawa Timur yang diangkat oleh Presiden Jokowi.

"Tumben kenapa enggak ada yang ribut pada saat Irjend Pol Carlo Brix Tewu di Sulbar kemarin demikian halnya Mayjend TNI Soedarmo Penjabat Gub Aceh," kata Ngabalin.

Ngabalin pun enggan berkomentar soal pernyataan F-Demokrat tentang pengajuan hak angket untuk Iriawan.

"Saya juga tidak mau menghabiskan waktu mengomentari pernyataan yang datang dari Partai Demokrat menghabiskan waktu," kata Ngabalin.

Baca juga artikel terkait PJ GUBERNUR JABAR atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Dipna Videlia Putsanra