Menuju konten utama

NASA Simulasikan Dampak Tabrakan Asteroid dengan Bumi

Apa dampak tabrakan asteroid dengan Bumi?

NASA Simulasikan Dampak Tabrakan Asteroid dengan Bumi
Ilustrasi NASA - Asteroid dan gugusan Bima Sakti. [Foto/Shutterstock]

tirto.id - NASA melakukan simulasi bencana terkait jatuhnya asteroid di Bumi untuk mengantisipasi apa yang harus dilakukan saat peristiwa tersebut benar-benar terjadi, entah kapan.

Federal Emergency Management Agency (FEMA), salah satu bagian NASA yang fokus dalam proyek ini melakukan latihan tersebut setiap tahunnya, The Verge melansir.

Simulasi ini turut dikoordinasikan melalui Pusat Studi Benda Dekat Bumi milik NASA. Mereka juga telah menyelenggarakan konferensi yang didedikasikan untuk asteroid dan pertahanan planet.

Pertemuan tahunan yang diadakan di Washington DC pada 29 April-3 Mei 2019 ini menampilkan simulasi asteroid setiap tahunnya. Simulasi tersebut dibuat dengan kolaborasi para ahli dan ilmuwan di berbagai bidang untuk merekayasa bencana senyata mungkin.

EarthSky melansir, skenario tahun ini adalah New York City. Bermula dari NASA menyadari adanya asteroid, yang disebut 2019 PDC berdiameter 100-300 meter akan melintas di jalur peredaran Bumi.

Simulasi tersebut menyebut ada 1 persen kemungkinan asteroid menghantam Bumi, sehingga tidak ada yang perlu dirisaukan. Pada hari kedua konferensi, NASA menayangkan simulasi yang berlatar tahun 2021, di situ menunjukkan asteroid makin mendekat ke bumi, tepatnya di Denver, Colorado.

Pada hari ketiga, simulasi berlatar tahun 2024, negara-negara di dunia menciptakan 6 kinetic impector, sebuah pesawat ruang angkasa yang dirancang untuk memperlambat masuknya asteroid ke Bumi, dan mudah-mudahan mampu membelokannya.

Pesawat tersebut diluncurkan pada 2024, dan tiga diantaranya berhasil menabrak asteroid, lalu memecahkannya. Potongan terbesar asteroid 2019 PDC tidak lagi akan menghantam bumi, tetapi fragmen yang lebih kecil diprediksi masih akan berada di lintasan bumi, menuju wilayah timur AS.

Pada titik ini, para astronom dan ilmuwan berkata telah terlambat untuk berbuat sesuatu, sebagian karena alasan politik. Kemudian, dalam simulasi tersebut, analisa imajiner asteroid akan menghantam New York City, dan satu-satunya jalan keluar adalah evakuasi massal.

Menjelang akhir simulasi, asteroid yang dibayangkan tersebut menembus atmosfer bumi dengan kecepatan 69 km/jam dan akhirnya meledak di atas New York City dalam ledakan yang seribu kali lebih kuat dibandingkan bom atom Hiroshima, Jepang, dan kota itu tidak ada lagi.

Simulasi tersebut hanyalah fiktif, tetapi dapat menjadi acuan bagi para ilmuwan untuk memahami langkah seperti apa yang akan diambil jika sebuah asteroid diprediksi akan menghantam bumi.

Sejauh ini, belum ada tanda-tanda ancaman bakal menghantam bumi. Asteroid dipercaya menghantam bumi dan menyebabkan bencana sekitar 65 juta tahun lalu, pada zaman dinosaurus.

Saat ini, ada sekitar 20 ribu asteroid di sekitar bumi, dan sekitar 150-an ditemukan setiap bulannya, menurut Center for Near Earth Object (CNEOS).

NASA dan FEMA merilis sebuah dokumen 18 halaman, berjudul National Near-Earth Object Preparedness Strategy and Action Plan yang menjelaskan upaya badan tersebut untuk mengatasi kemungkinan serangan asteroid selama 10 tahun ke depan.

NASA menjelaskan ada dua cara, yaitu meningkatkan pengawasan berbasis asteroid dekat bumi dan memiliki protokol untuk evakuasi massal.Selain AS, negara-negara lainnya juga diharapkan bekerja sama.

Meskipun begitu, dalam segala kemungkinan yang pernah dibuat, kesempatan asteroid menghantam bumi dan mengancam keselamatan manusia adalah ribuan tahun mendatang.

Pada 2008, Discovery Channel, sebagaimana dilansir Express menayangkan sebuah video rekaman yang menunjukkan asteroid berkecepatan 14,9 km per jam menghantam bumi dan mendarat di Samudera Pasifik.

Ledakan tersebut kemudian menimbulkan gelombang api ke benua-benua sekitar Samudera Pasifik, dan membakar kota dan wilayah daratan Bumi. Dalam satu hantaman, permukaan bumi menjadi tempat yang tidak layak huni lagi bagi makhluk hidup.

Baca juga artikel terkait NASA atau tulisan lainnya dari Anggit Setiani Dayana

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Anggit Setiani Dayana
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Dipna Videlia Putsanra