Menuju konten utama

Mengurai Pengangguran Menuai Kemakmuran

Meratanya perluasan kesempatan kerja di seluruh negeri maka akan mampu mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi dan bisa dinikmati oleh seluruh warga negara. Dengan demikian harapan untuk mengurai pengangguran menuai kemakmuran dapat segera terwujud.

Mengurai Pengangguran Menuai Kemakmuran
Avatar Triyono

tirto.id - Pengangguran sebagai permasalahan abadi yang tidak kunjung teratasi. Bahkan hingga usia Negara Kesatuan Republik Indonesia menginjak 71 tahun bayang-bayang pengangguran masih menghinggapi bangsa ini. Pengangguran yang cukup tinggi akan berujung kepada tingginya angka kemiskinan. Oleh karena itu permasalahan ini harus segera diselesaikan dengan tuntas dan terstruktur.

Kemudian bagaimana potret pengangguran saat ini? Berdasarkan data Badan Pusat Statitik (BPS) dalam kurun waktu 10 tahun terakhir bulan Februari 2006 hingga Februari 2016, tercatat jumlah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurun dari 10,45 persen menjadi 5,50 persen atau 7,02 juta orang. Penurunan jumlah pengangguran dalam kurun waktu 10 tahun dengan jumlah 4,95 persen termasuk belum menggembirakan.

Potret penurunan persentase jumlah pengangguran terbuka dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dapat dikatakan bahwa kondisi ekonomi kita berjalan. Namun demikian yang harus diwaspadai bukan hanya jumlah turunnya pengangguran secara persentase. Tetapi kualitas penyerapan tenaga kerja, apakah jumlah tenaga kerja yang terserap di lapangan kerja sudah memiliki jumlah jam kerja maksimal, ataukah upah yang diterima sudah layak melampaui Upah Minimum Regional (UMR). Lebih lanjut, apakah jumlah tenaga kerja yang terserap sudah sesuai dengan kapasitas dan keahliannya dan apakah sebagian besar sudah tertampung bekerja di sektor formal?

Data terakhir BPS mencatat jumlah tenaga kerja sektor informal dalam mengalami penurunan data Februari tahun 2015 tercatat 42,06 persen sedangkan pada Februari 2016 berjumlah 41,72 persen dari total jumlah pekerja yang bekerja 120, 85 juta, sedangkan pada tahun 2016 berjumlah 120,65 juta.

Potret penyerapan tenaga kerja yang masuk di sektor informal lebih dari 40 persen mengindikasikan masih belum meratanya serapan tenaga kerja di sektor formal. Selain itu lapangan kerja di sektor formal belum seutuhnya mampu menyerap jumlah angkatan kerja. Ke depan harapannya sektor formal mampu menjadi fondasi perekonomian Indonesia dengan serapan tenaga kerja yang lebih banyak misalnya mampu menyerap hingga 70 persen dari total angkatan kerja.

Masalah lain yang lebih mengkhawatirkan apabila para pengangguran ini sebagian besar berpendidikan tinggi. Data BPS Bulan Februari 2016 mencatat tingkat pengangguran pendidikan tinggi Diploma-Universitas mencapai 13,44 persen atau 943.488 orang dari total penganggur 7.020.000 orang. Tingginya jumlah penganggur dari kalangan terdidik sangat ironi. Hal ini dikarenakan asumsinya dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan mobilitas untuk meraih kesempatan kerja lebih terbuka. Di sisi lain tingginya jumlah pengangguran terdidik juga menjadi cermin bagaimana kualitas dunia pendidikan kita dalam menciptakan tenaga kerja masih belum maksimal.

Pelajaran yang dapat diambil dari permasalahan tingginya tingkat pengangguran dari kalangan terdidik adalah perubahan pola pemikiran perguruan tinggi. Perguruan tinggi tidak hanya menciptakan tenaga kerja atau buruh untuk kepentingan pasar semata, namun bagaimana perguruan tinggi mampu menciptakan lulusan siap untuk menciptakan lapangan kerja. Orientasi pasar sentris dalam dunia pendidikan harus diubah, bahwa lulusan perguruan tinggi bukan menjadi komoditas bagi para kapitalis besar semata, namun justru lulusan mampu menumbuhkan hadirnya perusahaan-perusahaan baru.

Permasalahan Pengangguran

Selain itu, jumlah pengangguran terbuka sebesar 7,02 juta atau 5,50 persen pada Februari 2016 memberikan tantangan bagi pemerintahan Jokowi untuk mengurainya. Masalah pengangguran ini semakin rumit ketika dihadapkan dengan berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Berlakunya MEA ini di sisi lain memberikan kesempatan kerja yang sangat terbuka khususnya bagi pekerja yang memiliki keterampilan, sebaliknya juga dikhawatirkan akan berdampak besar terhadap meningkatnya pengangguran. Asumsi peningkatan pengangguran ini terjadi jika tenaga kerja Indonesia tidak siap untuk bersaing di era global. Belum lagi mereka harus bersaing dengan tenaga kerja di kawasan ASEAN. Permasalahan makin pelik dengan banjirnya buruh Cina akhir-akhir ini.

Sementara, pada sisi berbeda, kebijakan pemerintah memberlakukan bebas visa ke berbagai negara juga berpengaruh terhadap meningkatnya tenaga kerja asing, jika pemerintah tidak mampu mengawasinya terkait penyalahgunaan visa wisata menjadi visa kerja. Memang jika dilihat dari data Kementerian Ketenagakerjaan beberapa tahun terakhir tren tenaga kerja asing menurun secara statistik. Namun itu yang tercatat, angka itu belum termasuk tenaga kerja ilegal yang jumlahnya diduga melebihi jumlah resmi.

Melihat permasalahan di atas maka diperlukan berbagai terobosan oleh pemerintah. Terobosan pertama adalah meningkatkan perluasan kesempatan kerja di berbagai sektor lapangan kerja. Terobosan ini diharapkan mampu memberikan peluang kepada tenaga kerja Indonesia untuk mampu berkiprah. Adanya perluasan kesempatan kerja ini juga akan menekan arus migrasi tenaga kerja ke luar negeri khususnya yang bekerja di sektor informal. Perluasan kesempatan kerja ini juga harus didukung dengan adanya lembaga pelatihan bertaraf internasional.

Terobosan kedua adalah meningkatkan kualitas tenaga kerja. Tanpa peningkatan kualitas maka tenaga kerja Indonesia akan semakin tersisih. Jika hal ini terjadi maka tsunami PHK tidak terhindarkan. Kemudian meningkatkan upah layak dengan tetap memperhatikan kemampuan pengusaha. Adanya upah layak ini diharapkan akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain upah layak ini juga memberikan kesempatan sektor riil untuk tumbuh. Selain itu upah layak juga harus disertai dengan tingkat produktivitas yang meningkat.

Jika perluasan kesempatan kerja tercapai, dengan upah diikuti oleh upah layak diharapkan akan mampu mengurai pengangguran. Dengan demikian harapan untuk menciptakan kondisi bangsa yang makmur tidak hanya angan-angan semata. Apalagi di saat sekarang ini juga berlangsung momen bonus demografi, di mana negara kita memiliki stok jumlah tenaga kerja usia produktif yang lebih besar dibandingkan pekerja non produktif (angka ketergantungan). Jika momen bonus demografi dapat ditangkap dengan memberikan berbagai lapangan kerja maka momen tersebut akan mampu membawa bangsa ini ke kejayaan. Dalam catatan lapangan kerja yang tercipta mampu mengurangi pekerja di sektor informal.

Satu hal yang harus diperhatikan adalah perluasan kesempatan kerja harus merata. Meratanya perluasan kesempatan kerja di seluruh negeri maka akan mampu mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi dan bisa dinikmati oleh seluruh warga negara. Dengan demikian harapan untuk mengurai pengangguran menuai kemakmuran dapat segera terwujud.

*) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.