Menuju konten utama
Periksa Data

Mengenal Jenis-Jenis Bahan Plastik, Apa Bedanya?

Apabila menilik bagian bawah sebuah produk plastik, dalam simbol segitiga tertera kode 1 – 7. Apa artinya?

Mengenal Jenis-Jenis Bahan Plastik, Apa Bedanya?
Pekerja memasukan sampah gelas plastik yang telah dicacah ke dalam karung di Rumah Pengolahan Sampah Citra (RPSC), Desa Jogjogan, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (21/2/2022). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/wsj.

tirto.id - Plastik menjadi tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Bagaimana tidak, bahan kemasan yang tersedia dalam berbagai bentuk tersebut kerap dijadikan pilihan untuk membawa atau membungkus makanan dan minuman.

Sejarah panjang plastik dan kehidupan manusia sudah dimulai sejak dua abad yang lalu, atau jauh sebelum kebanyakan negara modern muncul di dunia. Menurut catatan Petrochemicals Europe, temuan pertama bahan petrokimia modern terjadi tahun 1835.

Saat itu, Henri Victor Regnault, ahli kimia asal Prancis menjemur gas vinil klorida (turunan minyak bumi) dan menemukan produk polyvinyl chloride (PVC) yang kini menjadi bahan baku utama materi botol, pipa, hingga kabel.

Temuan terpenting selanjutnya adalah bakelite, plastik 100 persen sintetis yang pertama, oleh ahli kimia Belgia Leo Hendrik Baekeland pada tahun 1907, mengutip dari laman American Chemical Society. Ini menandai revolusi plastik, karena sejak itu bahan pembungkus yang higienis, tahan lama, dan murah tersebut mulai diproduksi secara masal.

Namun perlu diketahui, setiap kemasan plastik tidak dibuat dengan bahan yang sama. Beberapa di antara jenis plastik dapat digunakan berulang kali, tetapi ada pula yang dapat menimbulkan risiko kesehatan dan pencemaran lingkungan.

Jika Anda menemui produk plastik, di bagian bawahnya seringkali ada simbol segitiga berisi kode 1–7 yang menggambarkan jenis bahan baku yang digunakan dan penanda dapat didaur ulang. Kode ini penting untuk memahami karakter produk plastik dan kemampuan daur ulangnya.

Apa maksudnya? Seperti dinukil dari pedoman yang dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), ketujuh kode tersebut adalah:

#1 Polyethylene Terephthalate (PET atau PETE)

Polyethylene Terephthalate adalah nama kimia untuk polyester. Mengutip Alodokter, kemasan plastik dengan kode ini biasanya berwarna jernih atau bening, memiliki permukaan yang halus, dan tidak mudah rusak.

Bahan PETE juga mampu menghalangi oksigen dan karbon dioksida yang keluar atau masuk ke dalam kemasan. Oleh karenanya bahan PETE umumnya dipakai untuk botol minuman, botol minyak goreng, selai, botol kecap, botol saus, dan gelas plastik.

Dalam hal keamanan, botol plastik PETE diketahui aman digunakan asalkan penggunaannya terbatas satu kali saja. Penggunaan berulang dapat membahayakan kesehatan, sebab bahan PETE dapat larut ke cairan di dalamnya. Saat hal itu terjadi, maka bisa memicu munculnya racun DEHA yang dapat menyebabkan masalah hati, masalah reproduksi, gangguan hormon, dan pemicu kanker.

Sebuah studi yang dilakukan Sustainable Waste Indonesia (SWI) pada Maret-Agustus 2021, seperti dilaporkan Liputan 6, menunjukkan bahwa tingkat daur ulang PET merupakan yang tertinggi dibandingkan jenis plastik lainnya. Menurut studi itu, galon PET paling tinggi recycle rate-nya, mencapai 93 persen, disusul oleh botol PET (74 persen), dan cup 81 persen.

#2 HDPE atau PEDH (High-Density Polyethylene)

High-density polyethylene adalah plastik tahan panas yang dihasilkan dari minyak bumi. Kode ini banyak ditemukan dalam botol air minum dan galon, serta beberapa produk lain seperti sampo, deterjen dan oli motor.

Plastik dengan tipe ini memiliki ketahanan kimia yang baik dan bersifat lebih kaku. Akan tetapi, kemasan plastik menggunakan HDPE cenderung memiliki ketahanan yang buruk terhadap cuaca dan mudah terbakar. Sama seperti PET, plastik jenis ini idealnya dipakai sekali lalu didaur ulang.

Sebuah artikel di Journal of Toxicology and Risk Assessment atau Jurnal Toksikologi dan Penilaian Risiko berjudul “Public and Environmental Health Effects of Plastic Wastes Disposal: A Review” menyebut tidak adanya ftalat atau Bisphenol A (BPA) dalam HDPE.

Artikel yang dipublikasikan pada 12 April 2019 ini juga menyatakan bahwa HDPE aman untuk makanan dan minuman sebab tidak ada laporan mengenai risiko kesehatan dari bahan ini.

Meski demikian, artikel itu juga menyebut bahwa beberapa studi menunjukkan paparan sinar matahari yang lama dapat membuatnya berbahaya.

#3 Polyvinyl Chloride (PVC atau V)

PVC bisa diproduksi menjadi bahan yang kaku maupun fleksibel. Bentuk PVC yang kaku umumnya terdapat pada bahan bangunan dan kemasan non-makanan, sementara PVC yang bersifat fleksibel umumnya digunakan untuk pelapis kabel listrik dan plastik penampung sampah medis.

Penggunaan PVC dilarang sebagai bahan baku kemasan untuk makanan dan minuman lantaran zatnya yang beracun. Di samping itu, zat aditif pada PVC dapat terlepas dan membuat manusia terpapar zat beracun, seperti timbal dan timah.

Dalam artikel “Public and Environmental Health Effects of Plastic Wastes Disposal: A Review” yang disebut di atas, disebut pula bahwa seluruh siklus hidup PVC--meliputi produksi, penggunaan dan pembuangan--mampu menyebabkan risiko lingkungan dan kesehatan masyarakat yang parah.

Akan tetapi, karena efektivitas biaya dan keserbagunaan, PVC sangat populer dalam produksi barang konsumsi. PVC telah dilaporkan menyebabkan bronkitis kronis, cacat lahir, perubahan genetik, kanker, penyakit kulit, tuli, gagal penglihatan, bisul, disfungsi hati dan gangguan pencernaan.

Infografik Advertorial Mengenal Plastik dan Ragamnya

Infografik Advertorial Mengenal Plastik, Kode, & Ragamnya. tirto.id/Mojo

#4 Low-Density Polyethylene (LDPE)

LDPE adalah jenis plastik yang diproduksi pada suhu tinggi. Jenis plastik ini banyak digunakan sebagai pembungkus makanan, lantaran sifatnya yang fleksibel namun kuat, menukil dari artikel berjudul "The Effect of Low Density Poly Ethylene (LDPE) Towards Plastic Oil" yang ditulis oleh Hariadi dkk dan dipublikasikan di Aceh International Journal of Science and Technology.

Selain itu, LDPE juga jamak dipakai untuk kantong plastik belanja, kantong plastik sampah, tutup minuman, pelapis kertas karton susu, dan mainan anak.

Artikel di Jurnal Toksikologi dan Penilaian Risiko juga menyebut bahwa karena plastik jenis ini tidak ada komponen yang berbahaya terhadap tubuh manusia, penggunaannya dianggap aman untuk minuman dan makanan.

Namun, menurut Hariadi dkk pada artikel yang sama, kendati LDPE berguna dalam kehidupan sehari-hari, peningkatan jumlah sampahnya menjadi masalah. Hal ini disebabkan sulit terurainya jenis plastik ini secara langsung oleh mikroorganisme di dalam tanah, sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan berupa degradasi lahan.

#5 Polypropylene (PP)

PP tergolong dalam bahan plastik tahan lama dan tahan terhadap suhu tinggi. Jenis ini seringkali digunakan untuk cup yogurt, botol obat, botol kecap, botol sirup, dan sedotan. Seperti dinukil dari situs informasi kesehatan WebMD, toksisitas jenis plastik ini lebih rendah karena tidak mengandung BPA. Penggunaan polypropylene juga dianggap lebih baik dari plastik yang mengandung BPA.

Masih dari yang sumber yang sama, plastik jenis ini juga bisa saja menggunakan Phthalates, yakni bahan kimia yang digunakan untuk melunakkan plastik sehingga membuatnya lebih fleksibel.

Ftalat dan BPA dapat berbahaya karena dapat menyebabkan kanker, asma, ketidakseimbangan hormonal, dan masalah reproduksi. Keterpaparan ftalat ini salah satunya bisa lewat makanan yang tertelan, yang sebelumnya telah disimpan dalam plastik.

#6 Polystyrene (PS)

Plastik berkode nomor 6 ini digunakan untuk membuat styrofoam yang biasa dijumpai dalam kemasan makanan. Namun, polystyrene dapat mengeluarkan styrene yang mungkin merupakan karsinogen bagi manusia. Menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat, styrene dapat bermigrasi ke dalam makanan dari kemasan yang terbuat dari polystyrene.

Styrene sendiri adalah bahan kimia yang digunakan untuk membuat lateks, karet sintetis, dan resin polistiren. Resin ini memang digunakan untuk membuat kemasan plastik, gelas dan wadah sekali pakai, isolasi, dan produk lainnya.

Styrene ini juga diketahui sering terdeteksi di udara perkotaan. Hal ini dapat ditemukan di dalam ruangan sebagai akibat dari pengoperasian fotokopi, printer laser, dan dari asap rokok.

Meski efek kesehatan manusia dari paparan styrene dalam tingkat yang rendah tidak diketahui, CDC mengungkap bahwa pekerja yang terpapar styrene dalam jumlah besar dapat mengalami iritasi pada mata dan saluran pernapasan.

Selain itu, paparan jangka panjang dalam jumlah besar disebut CDC telah menyebabkan cedera pada sistem saraf pekerja-pekerja yang menggunakan styrene.

#7 Other

Dilansir Healthline, botol dengan kode daur ulang 7 seringkali terbuat dari plastik polikarbonat atau resin epoksi yang mengandung BPA atau bisphenol A. Beberapa botol dan galon air minum, masih menurut laporan tersebut, memakai bahan ini.

BPA sendiri dikaitkan dengan berbagai masalah kesehatan, termasuk infertilitas pada pria dan wanita, kanker payudara, kanker prostat, dan pubertas dini.

Dengan demikian menggunakan botol dengan kode ini sebaiknya hati-hati dan tidak pernah memanaskan atau menggunakannya kembali.

Seiring dengan makin masifnya penggunaan plastik, produk-produk kemasan tersebut tidak jarang ditemukan berserakan di sungai.

Terkait dengan sampah plastik sendiri, berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), jumlah timbunan sampah secara nasional dari 229 kabupaten/kota mencapai 28,7 juta ton pada 2021. Dari keseluruhannya, sekira 17,3 persen merupakan jenis sampah plastik.

Bahkan pada tahun 2020, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menaksir adanya peningkatan sampah plastik di wilayah Jabodetabek selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal itu disebut LIPI selaras dengan meningkatnya persentase belanja daring dan penggunaan layanan pesan antar (delivery).

Menurut Rafika Aprilianti, Peneliti Ecological Observation and Wetlands Conservation (ECOTON), plastik akan menyebabkan timbunan sampah liar di lingkungan jika tidak ada upaya daur ulang dalam skala besar.

Rafika bercerita lebih lanjut bahwa sampah plastik di Indonesia khususnya di sungai banyak didominasi oleh kemasan-kemasan sachet, baik dari makanan, bumbu dapur, atau minuman.

“Kebanyakan sachet sih kalo di timbunan sampah liar, di sungai khususnya. Nomor 1 botol kemasan, terus kemasan minuman. Terus ada gelas cup-cup, itu juga banyak. Kemudian kantong-kantong kresek,” katanya saat dihubungi Tirto, Kamis (18/6/2022).

Jadi, pastikan Anda menggunakan plastik dengan bahan yang aman bagi kesehatan dan bisa didaur ulang.

Baca juga artikel terkait BOTOL PLASTIK atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty