Menuju konten utama

Luhut Vs Susi: Berebut Pengaruh di Perairan Natuna

“Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengancam akan mundur dari jabatannya apabila wacana Luhut Binsar Pandjaitan untuk membuka pintu investasi asing di sektor perikanan tangkap disetujui. Akankah ancaman Bu Susi menyurutkan langkah Luhut?”

Luhut Vs Susi: Berebut Pengaruh di Perairan Natuna
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti dan Menko kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan [Foto/Antara]

tirto.id - Belum genap seminggu dilantik menjadi Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan (kembali) membuat gaduh kabinet kerja. Pemantiknya adalah wacana untuk membuka kemungkinan investor asing masuk di sektor perikanan tangkap, salah satunya di perairan Natuna.

Bola panas tersebut langsung direspons Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti. Ia bahkan siap mengundurkan diri dari jabatannya apabila wacana tersebut benar-benar direalisasikan. Menteri Susi menegaskan, membuka kembali kesempatan bagi investor asing untuk masuk di sektor perikanan tangkap adalah langkah mundur.

Sikap tegas Menteri Susi menolak wacana tersebut bukan tanpa alasan. Ia menegaskan, investor asing hanya boleh masuk di sektor pengolahan ikan atau industri hilir, bukan di sektor perikanan tangkap. Apalagi sektor perikanan tangkap masuk dalam kategori Daftar Negatif Investasi (DNI) yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 tahun 2016.

Melihat respons tegas tersebut, Selasa (9/8/2016) kemarin, Luhut mengklarifikasi pernyataannya. Ia membantah kalau dirinya mengusulkan untuk membuka investasi asing di sektor perikanan tangkap. Luhut justru berdalih, sektor perikanan tangkap bisa dilakukan oleh nelayan dalam negeri. Jika tidak mampu, baru dibuka opsi melakukan usaha patungan (joint venture) dengan cara kerja sama antara negara-negara asing dan pengusaha Indonesia. Itupun perusahaan tersebut harus berbasis di Indonesia dan kapalnya juga merupakan kapal asal Indonesia.

Saat ini, Kementerian Koordinator Kemaritiman masih melakukan kajian dan mempelajari mana yang terbaik. Jika nelayan dalam negeri bisa mencukupi sektor perikanan tangkap ini, maka tidak perlu dibuka opsi keikutsertaan asing.

Pro Kontra Investasi Asing

Wacana yang dilontarkan Luhut soal kemungkinan investor asing masuk dalam sektor perikanan tangkap mengundang pro kontra di berbagai kalangan. Salah satu yang menolak adalah nelayan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau. Mereka beranggapan izin pengusaha asing untuk mengambil ikan di perairan Natuna dinilai akan menghancurkan pencarian nelayan tradisional karena kapal asing dilengkapi alat tangkap yang canggih.

“Jelas kami tolak. Selama ini tanpa izin saja, saat mereka mencuri saja, sudah menghancurkan karena mereka sembarangan. Apalagi ada izin,” kata seorang nelayan Natuna, Rodial Huda, seperti dikutip Antara.

Rodial khawatir apabila kebijakan itu diterapkan, maka banyak kapal asing ilegal yang berlindung dari kapal berizin dan mengeruk sumber daya alam natuna. Sebab, kalau sampai kapal ilegal asing dapat mendompleng, maka patroli sulit mengontrolnya.

“Sebagai masyarakat, biar saja nelayan Indonesia yang mengambil ikan di Indonesia, pengusaha cukup membeli hasil tangkap," ujarnya.

Sementara yang pro asing masuk dalam sektor perikanan tangkap ini salah satunya adalah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Kadin justru menilai, gagasan Luhut untuk membuka sektor perikanan tangkap di perairan Natuna sangat realistis.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perikanan, Yugi Prayanto mengatakan, pernyataan Luhut tersebut masuk akal lantaran pemerintah ingin memanfaatkan potensi di Natuna dengan semaksimal mungkin untuk kepentingan rakyat.

Menurut Yugi, dunia usaha menyambut baik usulan kerja sama asing di Natuna selama niat awalnya adalah memaksimalkan potensi alam, bukan untuk menghabisi ikan yang ada di perairan tersebut. Ia meyakini, jika wilayah Natuna yang kerap jadi wilayah klaim negara lain itu dibuka bagi asing, maka pemerintah pastinya akan menyeleksi dengan baik investor yang akan masuk.

Namun, bagi Menteri Susi, menutup rapat-rapat pintu bagi investasi asing di sektor perikanan tangkap adalah harga mati. Ia tetap pada pendiriannya, yakni tidak akan membuka ruang bagi investor asing masuk di sektor perikanan tangkap. Sebab, penutupan usaha perikanan tangkap bagi investasi asing sesungguhnya telah memperlihatkan dampak positif. Salah satunya, Indonesia masuk ke dalam daftar 10 besar produsen cakalang dunia, padahal sebelumnya Indonesia tidak masuk.

Dalam buku rencana strategis tahun 2015-2019 Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan juga disebutkan bahwa selama periode tahun 2010-2014, pelaksanaan pembangunan perikanan tangkap telah menghasilkan berbagai capaian. Misalnya, produksi perikanan tangkap terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi dalam persentase yang terkendali sehubungan dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan untuk kelestarian sumber daya ikan.

Kenaikan volume produksi perikanan tangkap pada periode 2010-2014 rata-rata sebesar 4,52 persen per tahun, yaitu 5.384.418 ton pada tahun 2010 menjadi 6.200.180 ton pada tahun 2014. Produksi tetap didominasi perikanan tangkap di laut yaitu sebesar 5.779.990 (93,22 persen) sedangkan produksi perikanan tangkap di perairan umum daratan sebesar 420.190 (7,27 persen). Peningkatan volume produksi perikanan tangkap ini diiringi dengan peningkatan kualitas pendataan statistik perikanan tangkap daerah.

Melihat data tersebut, maka wajar apabila Menteri Susi menilai, membuka kembali kesempatan bagi investor asing untuk masuk ke usaha perikanan tangkap sama dengan memundurkan langkah.

Sikap Menteri Susi terkait penolakan investasi asing di sektor perikanan tangkap, bahkan, sejauh-jauh hari sebelum Perpres Nomor 44 tahun 2016 disahkan. Misalnya, pada Februari 2015 lalu, Menteri Susi sudah mengimbau kepada kepala daerah agar tidak menerbitkan izin kapal asing menangkap ikan di perairan Indonesia.

“Idealnya dan harus menjadi komitmen antara Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah memiliki kebijakan searah dalam mengamankan wilayah perairan tangkap negeri ini,” ujarnya seperti dikutip Antara.

Jika pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di daerah-daerah kedatangan investor asing yang berkeinginan menanamkan modalnya di sektor perikanan, maka disarankan membangun industri penampung ikan. Sebab, jika pemerintah daerah mengizinkan kapal asing menangkap ikan di perairan Indonesia, sama halnya dengan membiarkan terulangnya pencurian ikan di perairan Indonesia.

Baca juga artikel terkait KISRUH PERAIRAN NATUNA atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti