Menuju konten utama

Ketika Pastor "Nyantri" ke Tebuireng, Jombang

Sejumlah Jesuit berkunjung ke pondok pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Mereka belajar tentang Islam dan toleransi.

Ketika Pastor
Almarhum Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid. AFP

tirto.id - Ke-12 pastor dari beberapa negara "nyantri" ke Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Mereka belajar tentang agama Islam serta keberagaman dan toleransi antaragama.

Kunjungan itu dipimpin Romo Franz Magnis-Suseno SJ dan disambut oleh Sekretaris Utama Pondok Pesantren Tebuireng KH Abdul Ghofar di Dalem Kasepuhan Tebuireng, Rabu (9/8).

Selain Romo Magnis, ada juga Romo Gregorius Sutomo SJ (pastor yang menyelesaikan studi doktoral di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), Wakil Rektor II Universitas Hasyim Asy'ari Tebuireng Muhsin Kasmin, dan beberapa murid di lingkungan Pesantren Tebuireng.

Gus Ghofar berkata "sangat senang" dengan kunjungan tersebut yang disebutnya "ajang silaturahmi." Para pastor punya acara di Indonesia dan singgah ke Pesantren Tebuireng.

"Kunjungan mereka ke pesantren ini rangkaian acara pertemuan rutin pastor yang tergabung dalam Jesuits Among Muslims (JAM) yang tahun ini diadakan di Indonesia. Jadi, sekalian singgah ke Tebuireng," katanya dalam rilis yang diterima Antara, Kamis (10/8).

Anggota delegasi berasal dari Jerman, Perancis, Nigeria, Turki, India, Spanyol, dan Roma. Mereka menanyakan banyak hal tentang Islam dan pesantren.

Bahkan, salah satu pastor dari Jerman bertanya, apakah seorang nonmuslim bisa diterima belajar di pesantren.

"Pastor dari Nigeria sempat bertanya, apakah di Pesantren Tebuireng ada santri perempuan dan bagaimana pola relasi keseharian mereka dengan santri putra," ujar Gus Ghofar.

Beragam pertanyaan dijawab Gus Ghofar dengan bahasa yang mudah. Misalnya soal santri. Ia menjawab, Pesantren Tebuireng ada santri laki-laki dan perempuan, dengan tempat tinggal berbeda.

Obrolan juga membahas soal selera humor kaum santri dan warga Nahdlatul Ulama. Para delegasi pastor berkata heran dengan bertanya apakah di pesantren ada kurikulum atau faktor khusus yang membuat selera humor santri sedemikian tinggi.

Gus Ghofar menjawabnya dengan membagi kisah humor yang sering diceritakan almarhum Gus Dur.

Romo Franz Magnis-Suseno juga menceritakan kisah lucu yang pernah didengarnya dari almarhum Gus Dur, mengenai tiga orang yang antre di depan pintu surga. Satu orang pendeta, satu orang kiai, dan seorang lagi berpakaian compang-camping.

"Saat pendeta dan kiai sedang khusyuk dan tawaduk menunggu antrean ke surga, datang lelaki berpakaian compang-camping, tiba-tiba memotong antrean dan langsung dipersilakan oleh malaikat untuk memasuki pintu surga. Melihat itu, sang kiai dan pendeta bertanya kepada malaikat, 'Siapa dia? Kenapa orang seperti itu bisa seenaknya masuk surga dan mendahului kami'," kisah Romo Magnis dalam bahasa Inggris.

"Mendapat pertanyaan itu, malaikat menjawab, 'Dia itu sopir bus jurusan Jakarta. Dia berhak masuk surga lebih dulu, karena saat dia duduk di balik kemudi, semua penumpang terjaga dan berdoa dengan khusyuk (karena sopir ngebut). Sementara kalian, saat kalian berkhotbah di mimbar, umat kalian justru mengantuk dan tertidur lelap," tutur Romo Magniz yang langsung disambut tawa para pastor.

Setelah dialog, rombongan pastor berkeliling di kawasan makam, ziarah makam, dan memasuki salah satu kamar santri. Mereka berdialog langsung dengan salah satu pembina santri. Sesudahnya mereka meninggalkan Pesantren Tebuireng.

Baca juga artikel terkait TEBUIRENG

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: antara
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH