Menuju konten utama
Advertorial

Jaminan Pelesir Nyaman dan Menyenangkan

Kegiatan wisata, yang secara teoritis harus mengandung unsur leisure and pleasure, dihitung sejak Anda meninggalkan rumah hingga kembali.

Jaminan Pelesir Nyaman dan Menyenangkan
Ilustrasi Travellin. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Sofiah (50 tahun), warga Bekasi, tak menduga bahwa liburan akhir tahunnya, yang seharusnya menyenangkan, malah berbuah kesedihan: ia kehilangan suaminya, Anwar Suwandi (53 tahun), karena tsunami Selat Sunda menerjang kawasan Pandeglang pada Sabtu malam (21/12/2018).

Lukman (25 tahun), putra Sofiah dan almarhum Anwar, mengatakan, ketika musibah itu terjadi, ayahnya tengah berada di pinggir laut bersama teman-teman serombongannya. “Bapak pergi mancing berlima. Mereka pergi ke dermaga Rumah Makan Karang Jodoh, enggak lama kemudian, saat mancing, ombak langsung menghantam mereka,” kata Lukman kepada reporter Tirto, Minggu (22/12/2018).

Saat artikel ini ditulis, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut korban meninggal tsunami Selat Sunda mencapai 430 jiwa, 1.495 luka-luka, dan 159 hilang. Dan seperti Anwar Suwandi, tak sedikit korban bencana alam tersebut tengah melakukan aktivitas wisata.

Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (UU Pariwisata) menyebut wisata sebagai “kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.”

Aktivitas wisata semestinya dekat dengan dengan hal-hal menyenangkan. Namun demikian, tak bisa dimungkiri, berpelesir juga kerap dibayangi musibah dan hal-hal mengkhawatirkan.

Musibah tidak selamanya berarti kecelakaan atau bencana alam. Keterlambatan pesawat atau kehilangan barang bawaan juga merupakan musibah yang kerap dihadapi para wisatawan. Dalam konteks itulah, di luar 3A (atraksi, akses, dan amenitas—tiga hal mendasar penunjang industri pariwisata) para pelaku bisnis pariwisata dan wisatawan juga mulai memerhatikan elemen “A” yang lain: asuransi. Tepatnya, asuransi perjalanan (travel insurance) atau asuransi wisata.

Bisnis asuransi wisata di seluruh dunia, sebagaimana disampaikan Damian Tysdal, pada dasarnya terus berkembang sejak awal abad ke-20, tetapi pertumbuhannya agak lambat dibandingkan dengan jenis asuransi lainnya.

“Titik balik dalam sejarah polis asuransi wisata adalah peristiwa 11 September. Setelah peristiwa mengerikan itu, penjualan asuransi wisata mulai meningkat di seluruh AS dan dunia. Sebelum serangan World Trade Center (WTC), sekitar 10% orang Amerika memiliki asuransi wisata, tetapi setelah insiden itu, dalam rentang beberapa tahun, persentase meningkat menjadi 30%,” tulis Tysdal.

Rangkaian aksi terorisme di Paris pada 2015 menyebabkan penjualan polis asuransi wisata sebuah perusahaan meningkat hingga 81%. Pada periode yang sama, faktor lain yang dinilai mendongkrak bisnis asuransi wisata adalah kesadaran konsumen serta fenomena virus Zika di Amerika.

“Singkatnya, penjualan asuransi wisata meningkat pada tahun 2016 karena masalah global yang dihadapi bersama. Industri perjalanan juga akan terus berubah karena konsumen mencari tahu mengapa mereka perlu membeli asuransi perjalanan,” terang situs Travel Insurance.

Infografik Advertorial Travellin

Infografik Advertorial Wisata Semestinya Menenangkan Bukan Menambah Kekhawatiran

Kebutuhan Niscaya

Kementerian Pariwisata meningkatkan target kunjungan wisatawan domestik dari 270 juta pada 2018 menjadi 275 juta pada 2019. Mengingat angka kunjungan wisatawan domestik terus meningkat dari tahun ke tahun, target tersebut boleh dibilang tidak berlebihan. Sebagai gambaran, riset World Travel and Tourism Council menyebut pada 2018 pertumbuhan industri pariwisata di Asia merupakan yang tercepat di dunia. Dalam riset itu, disebutkan juga bahwa jumlah wisatawan Indonesia tumbuh rata-rata 7,7% per tahun.

Walau demikian, capaian menggembirakan di atas juga tak lepas dari catatan-catatan yang berpotensi membuat kegiatan berwisata kehilangan khittahnya: melahirkan kesenangan. Di luar berbagai potensi bencana alam yang bisa melanda kapan saja—pemerintah sudah seharusnya menemukan langkah-langkah pencegahannya—Katadata menyebut sepanjang 2014-2017, keterlambatan pesawat meningkat 28,07% sedangkan angka pembatalan pesawat naik 23,46%.

Boy Fahry Ahmad (30), seorang tour operator di Bandung, mengaku sejak pertama kali menjalankan bisnisnya pada 2009, dia selalu menggunakan jasa asuransi wisata tiap kali bepergian. “Alhamdulillah sejauh ini kami tidak pernah sekali pun tertimpa musibah, atau kehilangan barang bawaan. Namun, demi keselamatan dan kenyamanan, saya tetap mengasuransikan rombongan saya,” kata Boy kepada Tirto.

Bila Boy dengan Etnik Nusantara Tour-nya lebih sering membawa wisatawan ke destinasi-destinasi wisatawan massal (mass tourism)—antara lain Bali, Lombok, Yogyakarta, dan Bandung—Louis Wicaksono, pekerja swasta, malah lebih sering pelesiran ke tempat-tempat yang dituju wisatawan individu atau kelompok. “Misalnya ke puncak Gunung Semeru,” kata Louis kepada Tirto. Seperti halnya Boy, Louis juga rutin menggunakan asuransi wisata. “Untuk jaga-jaga karena tingkat risikonya juga tinggi,” ujarnya menegaskan.

Sejalan dengan keragaman aktivitas wisata, kebutuhan wisatawan terhadap asuransi wisata pun telah menjadi kebutuhan yang niscaya. Terlebih bila Anda hendak pergi ke Eropa dan sebelumnya mengajukan Visa Schengen—akses memasuki puluhan negara di Benua Biru—salah satu syaratnya adalah memiliki asuransi wisata. Dan Travellin, salah satu penyedia asuransi wisata, menawarakan berbagai pilihan untuk menjamin aktivitas wisatawan berlangsung aman, nyaman, dan menyenangkan.

“Dengan menggunakan paket asuransi dari Travellin, segala kejadian tak terduga, misalnya kehilangan bagasi, pesawat delay, sakit selama perjalanan, atau mengalami kecelakaan, akan ditanggung Travellin,” demikian keterangan perusahaan milik Adira tersebut.

Premi asuransi yang ditawarkan Travellin pun sangat terjangkau: mulai dari Rp10 ribu/hari untuk perjalanan domestik dan Rp16 ribu/hari untuk perjalanan internasional. Sebagai wisatawan, Anda dapat menyesuaikan jenis premi yang dibutuhkan sesuai dengan durasi, destinasi, serta benefit yang diinginkan. Benefit maksimum yang bisa didapatkan mencapai Rp1,3 miliar.

Kegiatan wisata, yang secara teoritis harus mengandung unsur leisure and pleasure, dihitung sejak Anda meninggalkan rumah hingga kembali. Dengan berbagai produk dan benefit yang ditawarkannya, Travellin, sekali lagi, hadir untuk memastikan Anda bepergian dalam kondisi aman, nyaman, dan menyenangkan.

Baca juga artikel terkait MILD REPORT atau tulisan lainnya dari Advertorial

tirto.id - Mild report
Penulis: Advertorial
Editor: Advertorial