Menuju konten utama

Iran Bantah Tudingan AS Tentang Pelanggaran Perjanjian Nuklir

Iran menegaskan masih memiliki uranium sesuai dengan ketentuan perjanjian nuklir.

Iran Bantah Tudingan AS Tentang Pelanggaran Perjanjian Nuklir
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif. ANTARA FOTO/REUTERS/Andreas Gebert/

tirto.id - Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif membantah tudingan AS yang menyatakan bahwa Teheran melanggar perjanjian nuklir tahun 2015. Melalui akun twitternya, Zarif mengunggah foto pernyataan tertulis Gedung Putih terhadap Iran yang melanggar perjanjian nuklir sejak awal.

Zarif menanggapinya dengan kata, “Sungguh?”. Zarif memperjelas bagian kalimat yang menyatakan, “Ada sedikit kemungkinan bahwa Iran telah melanggar perjanjian bahkan sebelum persetujuan dibuat."

Zarif mengatakan bahwa selama ini tindakan Iran tidak melanggar perjanjian nuklir sama sekali.

“Sebelumnya kami mengumumkan hal ini dan kami secara transparan mengatakan apa yang akan kami lakukan. Kami menyadari hak kami yang tertuang dalam perjanjian nuklir,” kata Zarif.

“Tindakan dari Eropa tidak cukup, karenanya kami akan berjalan dengan rencana kami sendiri,” tambahnya.

Tahun lalu, AS secara sepihak menarik diri dari persetujuan nuklir, yang mana perjanjian tersebut berisi pembatasan aktivitas nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi terhadap Iran. Setelah menarik diri dari perjanjian, AS kembali menerapkan sanksi ke Iran.

Zarif, adalah salah seorang yang ikut merangkai isi pakta perjanjian tersebut, yang disebut Joint Comperehensive Plan of Action (JCPOA). Pakta tersebut berisikan 36 paragraf perjanjian, yang juga memuat mekanisme penyelesaian sengketa apabila ada pihak yang melanggar dalam perjanjian tersebut.

“Kami memberi E3+2 waktu beberapa minggu selagi mencadangkan hak kami. Akhirnya, kami mengambil tindakan setelah 60 minggu. Segera setelah E3 mematuhi kewajiban mereka, kami akan mundur,” kata Zarif, dikutip CNN.

E3 mengacu pada Jerman, Inggris, dan Perancis sedangkan E3+2 adalah ketiga negara tersebut beserta Rusia dan Cina. Pertemuan di Wina Jumat (28/6/2019) lalu, yang mengumpulkan negara-negara Eropa yang memihak perjanjian tersebut mendorong Iran untuk mundur dan melepaskan kepemilikan uranium yang melampaui batas.

Namun, pemimpin Iran menolak ide tersebut karena menganggap Eropa belum cukup berusaha untuk membantu Iran terhadap sanksi ekonomi AS.

Abbas Mousavi, juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran mengatakan bahwa langkah Iran baru-baru ini dapat ditarik kembali.

“Kami mengatakan bahwa jika Eropa mengambil langkah praktis, matang, dan lengkap , Iran dapat membatalkan apa yang telah dilakukan (berkaitan dengan uranium). Namun jika tidak, kami akan lanjut,” ujarnya.

Pada Mei lalu Iran menyatakan akan meningkatkan tiga kali produksi uraniumnya. Pengumuman tersebut langsung memicu ketegangan di wilayah tersebut, juga memantik ketegangan antara Iran-AS.

Iran bersikeras bahwa AS-lah yang melanggar perjanjian dengan mengundurkan diri secara sepihak dan membebankan sanksi ke Iran.

Sedangkan, apa yang dilakukan Iran tidak melanggar isi perjanjian sama sekali dan jika hal ini tidak menemui penyelesaian, Iran bisa memproduksi uranium lebih banyak lagi untuk hulu ledak, Hurriyet Daily melaporkan.

Upaya ini juga merupakan upaya untuk menekan Uni Eropa, Cina, dan Rusia untuk melindungi Iran dari sanksi yang diberikan AS, yang memberatkan Iran secara ekonomi.

Baca juga artikel terkait PERANG AS IRAN atau tulisan lainnya dari Anggit Setiani Dayana

tirto.id - Politik
Kontributor: Anggit Setiani Dayana
Penulis: Anggit Setiani Dayana
Editor: Yantina Debora