tirto.id - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel oleh Amerika Serikat bukan hanya akan mengganggu proses perdamaian antara Palestina dan Israel. Gangguan itu menurutnya juga akan berdampak terhadap stabilitas keamanan di kawasan Timur Tengah dan wilayah lainnya.
“Akan memancing instabilitas bukan hanya di Timur Tengah tetapi di wilayah-wilayah lain,” kata Retno di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (6/12) seperti dikutip dari setkab.go.id.
Informasi pengakuan Amerika terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel sudah diterima pemerintah sejak Rabu (6/12) kemarin. Retno mengatakan Pemerintah Indonesia sangat mengkhawatirkan keputusan Amerika itu. Sehingga pemerintah merasa perlu membicarakan persoalan ini dengan para menteri luar negeri negara-negara muslim, terutama anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI). Selain itu, pemerintah juga berusaha mengirimkan pesan dan mencoba komunikasi dengan Amerika Serikat.
“Tadi saya berbicara, antara lain dengan Menlu Jordania, Menlu Turki. Dan kita juga, saya juga membicarakan mengenai perlunya negara-negara OKI untuk segera duduk dan membahas masalah ini,” kata Menlu.
Untuk itu, Menlu mengaku terus berkomunikasi dan kemungkinan besar OKI akan melakukan special session mengenai masalah tanggal.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Pada saat yang sama, Trump juga memerintahkan dimulainya pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke kota bersejarah tersebut. Dua hal itu disampaikan Trump pada Rabu (6/12/2017) waktu AS atau Kamis (7/12/2017) WIB.
"Saya telah menetapkan bahwa sekarang saatnya untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Setelah lebih dari dua dekade penundaan, kita tidak lagi mendekati kesepakatan damai antara Israel dan Palestina." kata Trump dari Ruang Penerimaan Diplomatik Gedung Putih sebagaimana dikutip CNN.
“Saya juga mengarahkan Departeman Luar Negeri untuk memulai persiapan untuk memindahkan kedutaan Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem.”
Meski sejumlah petinggi negara hingga elemen masyarakat di banyak negara menilai langkah ini akan menjadi bibit bagi konflik baru di Timur Tengah, Trump beranggapan sebaliknya.
Ia berketetapan bahwa kebijakan ini adalah bagian dari pendekatan baru terhadap konflik Israel-Palestina yang telah terjadi sejak puluhan tahun yang lalu, dan AS masih berkomitmen terhadap perdamaian di wilayah tersebut.
"Keputusan ini tidak dimaksudkan, dalam cara apapun, untuk mencerminkan hilangnya komitmen kuat kami untuk memfasilitasi sebuah kesepakatan damai yang abadi. Kami menginginkan kesepakatan yang sangat baik bagi Israel dan juga untuk rakyat Palestina," katanya.
Amerika Serikat adalah negara sahabat terpenting Israel dan kondisi ini sudah bukan rahasia lagi. Pejabat Israel punya lobi yang luar biasa kuat di Gedung Putih sehingga kebijakan-kebijakan yang tercipta bisa menguntungkan negaranya.