Menuju konten utama

Hotel Borobudur Jangan Coba Tutupi Kasus Penganiayaan Pegawai KPK

Rekaman CCTV penganiayaan pegawai KPK rusak dan diformat. ICW memperingatkan agar pihak Hotel Borobudur tak menutup-nutupi kasus ini.

Hotel Borobudur Jangan Coba Tutupi Kasus Penganiayaan Pegawai KPK
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo (kiri) didampingi Penasihat organisasi, Yudhi (kanan) memberikan pernyataan sikap mereka atas aksi teror terhadap dua pimpinan KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (9/1/2019). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

tirto.id - Kekerasan yang menimpa 'orang KPK' kembali terjadi. Sabtu, 2 Februari lalu, dua pegawai KPK digebuki dan barang-barang mereka dirampas ketika berada di Hotel Borobudur, saat sedang bertugas.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan peristiwa di Hotel Borobudur ini lebih sederhana ketimbang, misalnya, kasus Novel Baswedan yang terkatung-katung setelah hampir dua tahun. Ia optimistis penganiaya bisa ditangkap, meski, katanya, CCTV hotel tak membantu karena diformat.

"Konon katanya [CCTV] rusak pada saat kejadian lalu diformat hard disk-nya, kemudian on lagi setelah kejadian penganiayaan," kata Saut, yang merupakan bekas staf ahli Kepala Badan Intelijen Negara.

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto menyoroti sikap manajemen Hotel Borobudur yang memformat CCTV. Bagi Agus ada indikasi manajemen hotel menghalangi pengusutan kasus.

"Jadi harus diberikan warning kalau kemudian pihak hotel berusaha menutup-nutupi kasus ini," kata Agus kepada reporter Tirto, Senin (4/2/2019).

Jika pihak hotel terlibat dalam penganiayaan, atau menghalangi pengusutan perkara tersebut, maka mereka mesti diproses berdasarkan hukum yang berlaku. "Kalau mereka mengganggu penyidikan seharusnya itu juga bisa diproses secara hukum," katanya.

Proses hukum yang dimaksud diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor (UU 31/1999). Di sana tertulis: "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta."

Pasal serupa mungkin akan dijatuhkan kepada mereka yang mengeroyok dua pegawai KPK.

Tirto menghubungi humas Hotel Borobudur untuk konfirmasi lebih jauh. Tapi yang bersangkutan, yang enggan menyebut nama, tak mau menanggapi.

Sebelum kasus ini, ada beberapa penyerangan lain yang dialami pegawai KPK dan juga terekam di CCTV. Selain video detik-detik penyiraman air keras terhadap Novel—juga sketsa wajah pelaku—sudah tersebar di mana-mana, CCTV juga merekam peristiwa pelemparan molotov ke rumah Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, Rabu 9 Januari.

Tapi meski terekam CCTV, dua kasus ini belum juga menemukan titik terang.

Pegawai KPK dianiaya ketika memantau rapat pembahasan RAPBD Papua tahun anggaran 2019. Pemukulan terjadi ketika rapat selesai. Mereka mengalami cedera, retak pada hidung dan luka sobek di wajah, kata Jubir KPK Febri Diansyah.

Wadah Pegawai KPK mengutuk penganiayaan ini. Meski telah memberikan identitas sebagai orang KPK, toh itu tak menghalangi tindakan beringas para pelaku.

"Ini lagi-lagi teror. Kami berharap kepolisian segera menangkap dan memenjarakan pelaku. Saat ini kami fokus untuk kesembuhan kawan kami" kata Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo, Senin (4/2/2019).

Polisi, lewat Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono, mengatakan mereka masih menyelidiki kasus ini. Kasus ini kini ditangani Subdit Jatantras Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

Baca juga artikel terkait KASUS PENGANIAYAAN atau tulisan lainnya dari Rio Apinino

tirto.id - Hukum
Reporter: Mohammad Bernie & Mohammad Bernie
Penulis: Rio Apinino
Editor: Jay Akbar