Menuju konten utama

Chappy Hakim: Bisnis Kargo Maskapai Keniscayaan di Negara Kepulauan

Pengamat penerbangan Chappy Hakim menilai keberadaan pesawat khusus kargo sangat penting di negara kepulauan seperti Indonesia. Pasalnya, tak hanya mendukung kebutuhan logistik, tapi juga dapat menambah pendapatan maskapai penerbangan.

Chappy Hakim: Bisnis Kargo Maskapai Keniscayaan di Negara Kepulauan
Chappy Hakim. [Foto/Antaranews]

tirto.id - Pengamat penerbangan Chappy Hakim menilai keberadaan pesawat khusus kargo sangat penting di negara kepulauan seperti Indonesia. Pasalnya, tak hanya mendukung kebutuhan logistik, tapi juga dapat menambah pendapatan maskapai penerbangan.

Menurut Chappy, penerbangan kargo adalah satu dari empat fungsi jaringan perhubungan udara yang harus dimiliki oleh negara kepulauan, selain penerbangan nasional, penerbangan sewaan dan penerbangan perintis.

“Perhubungan udara adalah nyawanya pemerintahan [Indonesia] sebetulnya,” jelas Chappy kepada reporter Tirto usai peluncuran dan bedah buku di Jakarta, Senin (28/10/2019) sore.

Kebutuhan untuk ketersediaan pesawat kargo menurut mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara periode 2002-2005 ini merupakan kebutuhan nasional, mengingat Indonesia perlu menjaga stabilisasi pangan dan juga harga kebutuhan pokok. Keberadaan pesawat dan bisnis kargo juga dapat membantu tata usaha dan administrasi negara.

Oleh karena itu, keberadaan pesawat dan bisnis kargo harus dilihat di level strategis. Kepemilikannya pun harus dikuasai oleh negara. Sebab, jika bisnis kargo dijalankan sepenuhnya oleh swasta, maka kemungkinan besar pemerintah akan sangat bergantung kepada perusahaan tersebut.

Jika ini terjadi, “Maka suatu ketika swasta akan bisa menekan pemerintah, misalnya dengan menutup rute penerbangan tersebut. Ini tentu merugikan banyak pihak,” ungkap Chappy.

Lebih lanjut Chappy menyebut, kebutuhan Indonesia untuk jaringan hubungan udara memang lebih kompleks dibandingkan dengan negara non kepulauan lainnya. Jaringan perhubungan udara di negara kepulauan seperti Indonesia yang letaknya strategis adalah kebutuhan vital pemerintah dan tidak bisa dilihat secara untung-rugi semata.

Sebab, ada efek lain yang ditimbulkan seperti mendorong perputaran roda ekonomi nasional. Dengan begitu, keberadaan dan keberlangsungan bisnisnya harus ada campur tangan pemerintah.

“Misalnya pun jaringan penerbangan perintis dan penerbangan nasional secara finansial tidak memberikan keuntungan, tapi dampak keberadaannya sangat besar. Memberikan efek keuntungan dalam banyak hal termasuk administrasi pemerintahan,” imbuh Cheppy.

Sebagai catatan, Garuda Indonesia mengembangkan bisnis kargo dengan memesan 100 unit drone atau pesawat tanpa awak (nirawak) dan juga menggunakan 13 pesawat khusus kargo atau freighter milik PT Merpati Nusantara Airlines.

Saat ini Garuda Indonesia telah memiliki dua pesawat kargo nirawak atau unmanned aerial vehincle (UAV). Keberadaan pesawat ini difokuskan untuk mendorong potensi pasar dan menunjang angkutan ikan dari Indonesia bagian timur seperti Maluku, Sulawesi, serta Papua.

Garuda juga berencana menambah delapan armada pengangkut logistik atau frighter pada 2020 mendatang. Keberadaan pesawat tersebut akan difungsikan untuk mendistribusikan hasil bumi berupa pertanian dan perikanan ke daerah-daerah terluar Tanah Air.

Baca juga artikel terkait BISNIS KARGO atau tulisan lainnya dari Dea Chadiza Syafina

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dea Chadiza Syafina
Penulis: Dea Chadiza Syafina
Editor: Ringkang Gumiwang