Menuju konten utama

Atasi Narkoba secara Adat Ala Kapolri

Kapolri menyatakan bahwa persoalan narkoba dapat diselesaikan secara adat, artinya melawan tembak

Atasi Narkoba secara Adat Ala Kapolri
Personel Brimob Polda Sumut mengamankan tiga orang pelaku kejahatan narkotika, di Medan, Sumatera Utara, Selasa (22/8). ANTARA FOTO/Septianda Perdana

tirto.id - Presiden Joko Widodo menyatakan Indonesia darurat narkoba lantaran lima juta orang tercatat sebagai pengguna narkoba sepanjang 2017.

Hal itu cukup mengkhawatirkan bagi seluruh pihak karena narkoba sudah menjalar ke seluruh pelosok daerah di Tanah Air, bahkan menimpa seluruh lapisan masyarakat.

Mulai dari masyarakat berpenghasilan rendah hingga tinggi, pelajar, mahasiswa, artis, kepala daerah, pejabat pemerintah dan aparat penegak hukum terlibat penggunaan narkoba.

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Tito Karnavian menyebutkan Indonesia merupakan pangsa pasar potensi bagi jaringan internasional pengedar dan bandar narkoba.

"Kita (Indonesia) mungkin dianggap lemah untuk bertindak, hukum kita dianggap lemah sehingga mereka (bandar narkoba) merajalela di Indonesia," kata Jenderal Polisi Tito Karnavian.

Tito menuturkan undang-undang tentang narkoba di Singapura, Malaysia dan Filipina lebih keras dibanding Indonesia sehingga bandar narkoba memandang Indonesia sebagai salah satu tujuan utama.

Terkait hal itu, Kapolri memerintahkan anggota Polri dan Badan Narkotika Nasional (BNN) agar mengambil tindak tegas terhadap bandar utama narkoba terutama warga negara asing (WNA) yang mengedarkan barang haram itu di Tanah Air.

"Saya sudah tekankan jajaran Polri agar menindak tegas dan keras terutama pelaku asing bahkan saya sudah sampaikan, selesaikan secara adat artinya melawan tembak," ujar mantan Kapolda Metro Jaya itu.

Tito mengungkapkan anggota Polri telah beberapa kali mengambil tindakan tegas terhadap bandar utama sabu-sabu seperti warga negara Taiwan Lin Ming Hui.

Lin Ming Hui diketahui sebagai bandar utama penyelundupan sabu-sabu seberat 1.000 kilogram asal Taiwan menuju Indonesia melalui perairan Anyer Serang, Banten pada 12 Juli 2017.

Petugas gabungan Direktorat Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Polres Kota Depok, BNN, Direktorat Reserse Narkoba Bareskrim Mabes Polri dan Direktorat Jenderal Bea Cukai mengungkap penyelundupan sabu-sabu terbesar sepanjang sejarah di kawasan Asia Tenggar itu.

Tito menyampaikan pesan ancaman kepada warga asing yang mengedarkan narkoba di Indonesia akan menghadapi tindakan tegas dan terukur dari aparat penegak hukum.

Selain itu, Polri, menurut Tito, meningkat kerja sama dengan pemangku jabatan lainnya untuk memberantas peredaran narkoba di Indonesia termasuk kepolisian luar negeri seperti Kepolisian Taiwan, Kepolisian Tiongkok dan Kepolisian Malaysia.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono berjanji petugas kepolisian akan menembak mati bandar narkoba yang melakukan perlawanan.

"Jangan coba-coba masuk ke Indonesia untuk meracuni warga negara Indonesia, kami akan menindak tegas semua bandar narkoba dari luar negeri yang ingin merusak Warga Indonesia," tutur Argo.

Koombes Argo menyebutkan warga asing kerap terlibat peredaran narkoba di wilayah Jakarta dan sekitarnya berasal dari Malaysia, Tiongkok, Taiwan, Afrika dan Hongkong.

Harus Lebih "Gila" dari Filipina Ketua Umum Gerakan Nasional Anti Narkoba (Granat) Henry Yosodiningrat menekankan Polri harus bertindak lebih "gila" dari pemerintah Filipina dalam memberantas bahaya narkoba.

"Namun terkadang kita selalu dihantui oleh isu pelanggaran HAM padahal narkotika kejahatan internasional," tegas pegiat anti narkoba itu.

Henry menyebutkan Presiden Jokowi ingin mengambil langkah lebih keras dalam memberantas narkoba namun terkendala undang-undang dan peraturan antara dalam negeri dengan internasional.

Langkah lain diungkapkan Henry, pemangku kepentingan harus meningkatkan sinergisitas dalam memberantas narkoba, menutup celah pintu masuk narkoba seperti pelabuhan, bandara maupun daratan, peningkatan pengawasan di lembaga pemasyarakatan (lapas), kampanye bahaya narkoba digemakan dan efektivitas program rehabilitasi.

"Perlu juga meningkatkan komitmen moral para penegak hukum dalam memberantas hukum," ungkap Henry.

Henry menyarankan pemerintah membentuk satuan tugas (satgas) dan relawan melalui payung hukum untuk mensosialisasikan dan menginformasikan bahaya narkoba.

Sementara itu, Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Kombes Polisi Nico Afinta mengemukakan pengungkapan kasus narkoba harus didukung peningkatan teknologi yang canggih guna mendeteksi keberadaan bandar besar yang menyelundupkan narkoba ke Indonesia.

"Yang penting peningkatan teknologi karena untuk mendeteksi pelaku yang semakin ahli dan canggih," ucap Nico Afinta.

Nico juga menegaskan koordinasi antarlembaga harus kuat seperti yang dilakukan jajaran Polri bersama Direktorat Jenderal Bea Cukai, TNI Angkatan Laut dan BNN, serta perusahaan ekspedisi.

Nico mencontohkan aparat kepolisian kerap bekerja sama dengan Bea Cukai dan perusahaan ekspedisi yang menginformasikan pengiriman narkoba melalui jalur darat maupun laut ke Indonesia.

Nico menginformasikan pengedar sabu jaringan internasional mengincar pangsa pasar di Indonesia lantaran dianggap cukup potensial dengan catatan lima persen dari jumlah penduduk total sekitar 280 juta orang sebagai pengguna narkoba.

Selain itu, Indonesia juga tidak menjadi produsen sehingga bandar besar memasok sabu dari Tiongkok dan Malaysia.

Harga sabu di Indonesia juga cukup tinggi sebesar Rp1,5 juta per gram dibanding di negara lain yang hanya mencapai Rp200.000-Rp500.000 per gram sehingga menguntungkan produsen di Tiongkok.

Sumber: Antara

Baca juga artikel terkait NARKOBA atau tulisan lainnya dari Yulaika Ramadhani

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Yulaika Ramadhani
Penulis: Yulaika Ramadhani
Editor: Yulaika Ramadhani