tirto.id - Kuasa Hukum Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI), Mohammad Agus Riza mengatakan jika serikat pesepakbola dunia, FIFPro menyoroti langkah yang dilakukan PSSI lantaran mengizinkan klub Liga 1 dan Liga 2 memotong gaji pemain sebesar 75 persen.
Menurut Riza, seperti diwartakan Antara, federasi sepak bola di suatu negara tidak lazim untuk ikut campur dalam hal-hal yang semestinya menjadi urusan antara pemain dan klub. Apalagi, Surat Keputusan PSSI bernomor SKEP/48/III/2020 dikeluarkan tanpa adanya negosiasi dengan pemain.
“Kaget mereka PSSI mengeluarkan kebijakan seperti itu. Di mana-mana, termasuk Eropa, negosiasi gaji itu antara klub dengan pemain. Federasi tidak ikut campur, hanya mengarahkan saja,” ucap Riza.
“Bahkan FIFA yang mengeluarkan pedoman di tengah COVID-19 ini juga menyatakan begitu,” imbuhnya.
Dalam laman resminya, FIFA mengunggah “Pedoman FIFA untuk Mengatasi Konsekuensi Legal di tengah COVID-19.”
Dalam pernyataan tersebut, FIFA menyadari pandemi corona berdampak besar bagi pendapatan klub. Oleh karena itu, FIFA mendorong klub dan pemain bekerja sama untuk menemukan kesepakatan dan solusi selama kompetisi sepak bola ditangguhkan.
Terkait itu, Riza menyebut bahwa FIFPro telah mengirim surat kepada PSSI menyoal penerbitan SK yang telah dikeluarkan. Namun, PSSI belum memberikan tanggapan.
“Belum ada kabar atau jawaban dari PSSI. Padahal surat itu dari FIFPro yang menjadi mitra kerjanya FIFA sekaligus induk dari APPI,” kata Riza.
Akibat Pemotongan Gaji 75 Persen
Pemotongan gaji yang dilakukan klub Liga 1 dan Liga 2 musim 2020 karena terhentinya kompetisi sebagai dampak dari pandemi corona, membuat banyak pemain bergaji di bawah upah minimum regional (UMR).
“Ada yang masih bergaji Rp5 jutaan yang, kalau dipotong jadi tinggal 25 persen sesuai keputusan PSSI, berarti hanya menerima Rp1,25 juta, di bawah UMR. Itu, kan, tidak pas,” lanjut Riza.
Untuk itu, APPI terus berusaha menghubungi PSSI guna berkomunikasi dan berdiskusi secara resmi dan membicarakan agar SK soal gaji pemain diperbaiki atau diubah. Riza menambahkan, bahwa pihak klub juga harus diajak ke dalam pertemuan, juga pihak lain seperti BOPI, Kemenpora, dan sponsor.
“Inilah yang kami sebut bahwa pemotongan gaji sebesar 25 persen tidak bisa disamaratakan. Untuk pemain di Liga 1, umumnya mereka sudah mendapatkan pembayaran di muka (DP) sebesar 20 persen ketika menandatangani kontrak, lumayan besar dan cukup. Kalau di Liga 2, mereka sebagian besar tidak menggunakan sistem DP,” terangnya.
Apabila agenda tersebut berjalan, APPI akan mengajukan beberapa konsep penggajian pemain di tengah libur kompetisi, salah satunya adalah memakai batas atas-bawah gaji.
Penulis: Hendi Abdurahman
Editor: Yandri Daniel Damaledo