Menuju konten utama

Ahli Hidrologi UGM Sebut Naturalisasi Malah Sumbat Sungai di DKI

Program naturalisasi sungai di Jakarta yang digagas Gubernur Anies Baswedan dinilai justru membuat sungai menjadi tersumbat sehingga berpotensi menimbulkan banjir.

Ahli Hidrologi UGM Sebut Naturalisasi Malah Sumbat Sungai di DKI
Ahli Hidrologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Rachmad Jayadi memberikan keterangan kepada wartawan di Yogyakarta, Senin (6/1/2020). (tirto.id/Irwan A. Syambudi)

tirto.id - Ahli Hidrologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Rachmad Jayadi menyatakan program naturalisasi sungai di Jakarta yang digagas Gubernur Anies Baswedan justru membuat sungai menjadi tersumbat sehingga berpotensi menimbulkan banjir.

Menurut Rachmad pernyataan Anies yang mencontohkan keberhasilan program naturalisasi sungai di Singapura berbeda situasinya dengan di Jakarta.

"Beliau lupa yang dilakukan itu [Singapura] bukan di hilir. Kalau di hulu masih mungkin karena di hulu belum ada persoalan kiriman air terakumulasi. Kalau di hilir sama saja membumpeti (menyumbat sungai)” kata dia kepada wartawan di Yogyakarta, Senin (6/1/2020).

"Kalau dinaturalisasi kan jadinya [aliran sungai] lebih pelan. Kalau kata orang Jawa bukanya tidak benar, tapi tidak pener atau tidak proper,” kata dia.

Rachmad menjelaskan pengertian normalisasi secara hidrologi adalah supaya kemampuan sungai mengalirkan air kembali normal.

Secara Ilmiah, kata dia, meskipun di bantaran sungai tidak ada permukiman penduduk, lama kelamaan juga akan menyebabkan sungai menjadi kecil karena adanya sedimentasi. Apalagi jika ada permukiman, maka itu akan semakin mempersempit aliran sungai sehingga perlu dinormalisasi.

Untuk mengembalikan aliran air menjadi normal, kata dia, maka alternatifnya ada dua, yakni mengembalikan sungai secara natural sebelum adanya pembangunan di wilayah tersebut. Atau menggunakan cara artifisial atau buatan untuk membuat aliran sungai normal.

Jika dikembalikan ke kondisi natural seperti yang diprogramkan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan dibuatkan ruang terbuka hijau, maka hal itu ada konsekuensinya.

"Karena kalau di pinggirnya dibuat [ruang terbuka] hijau itu kecepatan airnya tidak bisa besar jadi konsekuensi harus lebar. Kalau lebar permasalahannya tambah," kata dia.

Oleh karena itu, kata dia, saat ini harus ada kompromi supaya normalisasi sungai tidak menimbulkan masalah ekonomi tetapi aliran sungai tetap cepat meskipun aliran sungai sempit.

"Supaya cepat apa? Tidak dikembalikan ke natural tetapi harus artifisial [aliran sungai] harus dipakaikan pelindung diberi dinding yang licin supaya air mengalir lebih cepat," kata dia.

Anies Baswedan sebelumnya mengatakan program naturalisasi sungai yang ia gagas bakal terus dilakukan meski sebagian sungai telah dinormalisasi dengan menggunakan seat pail atau beton.

Menurut Anies, hal itu bisa dilakukan dengan mencontoh apa yang telah dilakukan di negara lain. Salah satunya, kata Anies, adalah menutupi dinding beton yang dibuat di era Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dengan pohon rambat seperti yang dilakukan di Singapura.

"Anda baiknya lihat beberapa contoh proyek yang sebelumnya dibeton lalu menjadi naturalisasi. Paling mudah di Singapura, lihat situ saja," ujarnya di DPRD DKI Jakarta, Rabu (10/10/2018).

Baca juga artikel terkait BANJIR JAKARTA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Abdul Aziz