Menuju konten utama

Seberapa Besar Kans Juventus Menjuarai Liga Champions Musim Ini?

Setelah meraih gelar Liga Champions pada musim 1995-1996 silam, Juventus lima kali kalah dalam laga final.

Seberapa Besar Kans Juventus Menjuarai Liga Champions Musim Ini?
Penyerang Juventus, Cristiano Ronaldo mengontrol bola saat pertandingan sepak bola Serie A antara AC Milan dan Juventus, di stadion San Siro di Milan, Italia, Senin, 12 November 2018. AP Photo / Luca Bruno

tirto.id - Jika ada satu hal yang membuat Juventus kurang gagah dalam beberapa tahun belakangan, itu adalah gelar Liga Champions Eropa. Andrea Agnelli, bos Juventus, sadar benar akan hal itu. Maka, menjelang Si Nyonya Tua memulai petualangannya pada musim 2018-2019, Agnelli pun berkata dengan tegas di hadapan para pemainnya.

“Ini akan menjadi tahun yang sulit, sebuah tahun di mana kita harus bisa meraih mimpi. Liga Champions adalah tujuan utama. Kita harus mampu memenangkan Liga Champions Eropa, Serie A, serta Copa Italia [...] Ini benar-benar akan menjadi tahun yang luar biasa sulit, penuh gairah, dan aku tidak sabar untuk menantikannya.”

Juventus terakhir kali meraih gelar Liga Champions pada musim 1995-1996, sekitar 22 tahun silam. Sejak saat itu Si Kuping Besar seperti hantu di hadapan mereka, bisa dilihat tapi tak bisa digenggam. Mereka setidaknya lima kali masuk final tapi selalu gagal menang. Terakhir, pada musim 2016-2017, mereka dihantam Real Madrid 1-4.

Yang menarik, kekalahan melawan Madrid tersebut sebetulnya bisa menjadi benang merah dari setiap kegagalan Juventus di Eropa. Pada 2014 lalu, dalam "Why Do Juventus Fail in the Champions League Dominating Serie A?", Paolo Bandini pernah menjelaskan hal itu secara menarik. Menurutnya, satu-satunya hal yang membuat Juve selalu gagal adalah pendekatan mereka di sepanjang permainan.

“Di Italia Juventus terbiasa menggulingkan lawan-lawan mereka – terlalu banyak di antara mereka yang melawan sang juara dengan hati-hati, bermain bertahan dengan tujuan untuk membela diri. Saat lawan-lawan mereka berani melawan, Juventus bisa kecolongan,” tulis Bandini.

Bandini lantas menyarankan bahwa seharusnya ketika bermain di Eropa, Juventus seharusnya meniru tim-tim Serie A: tak punya rasa takut. Itu harus dilakukan jika ingin menang saat bertemu raksasa-raksasa Eropa macam Barcelona, Bayern Muenchen, hingga Madrid.

Saran Bandini itu ternyata ada benarnya. Dalam laga final Liga Champions 2017 melawan Madrid, pada babak pertama Juventus berani tampil menekan, bermain dengan tempo tinggi, dan mengambil inisiatif. Hasilnya: mereka mampu menahan Real Madrid 1-1. Namun pada babak kedua, anak asuh Allegri itu malah menurunkan tempo permainan, memperkuat pertahan, dan mulai bermain hati-hati agar tidak kecolongan. Madrid pun langsung mengamuk. Anak asuh Zidane itu mencetak tiga gol tambahan ke gawang Buffon. Juve, yang hanya kebobolan 3 gol dalam 12 pertandingan Liga Champions sebelumnya, kebobolan 4 gol hanya dalam satu laga.

Kegagalan pada musim lalu juga bisa menjadi contoh lain. Kembali menghadapi Madrid, kali ini di perempat final, Juventus nampak masih trauma dengan kekalahan di laga final pada musim sebelumnya. Meski bermain di kandang terlebih dahulu, Juventus membiarkan Madrid menguasai jalannya pertandingan. Mereka pun kalah 0-3. Namun saat mereka memilih mengambil inisiatif dan bermain militan pada leg kedua, mereka justru menang 1-3 di Santiago Bernabeu. Sayang, Juve akhirnya gagal lolos karena kalah agregat.

Musim ini Juventus barangkali sadar akan kesalahan mereka itu. Dalam setiap pertandingan Liga Champions sejauh ini, siapa pun lawannya, Juventus berani mengambil inisiatif dan memainkan pendekatan yang bisa memaksimalkan kemampuan yang mereka miliki. Alhasil, saat bermain di Old Trafford Oktober 2018 lalu, Manchester United bahkan berhasil dipermainkan. Kala itu, Juventus unggul 0-1.

“Juventus berada dalam level yang berbeda, aku harus jujur. Sebuah perbedaan level tentang kualitas, stabilitas, pengalaman, dan kecerdasan. Ini adalah pertandingan yang sangat sulit untuk kami. Aku pikir kami bisa mendapatkan sesuatu tapi itu tak mungkin,” puji Jose Mourinho setelah pertandingan.

Penampilan berbeda Juventus musim ini juga dapat dilihat dari kacamata statistik. Menurut hitung-hitungan Whoscored, dibandingkan dengan penampilan mereka di Liga Champions dalam empat musim terakhir, Juventus mengalami peningkatan yang cukup signifikan perkara melakukan serangan. Rataan tingkat penguasaan bola mereka mencapai 54,4 persen, sementara jumlah percobaan tembakan ke gawang mereka mencapai 16,8 kali per laga. Apabila penampilan itu tetap dipertahankan atau justru berhasil ditingkatkan pada fase gugur nanti, Juve tentu bisa membuat siapa pun gentar.

Infografik Juventus dan Liga Champions Eropa

Infografik Juventus & Liga Champions Eropa

Selain itu, untuk mendapatkan gelar Liga Champions, musim ini Juventus juga mempunyai skuat yang lebih dalam. Pada musim panas 2018 lalu Si Nyonya Tua belanja besar-besaran. Leonardo Bonucci dipulangkan, Douglas Costa dipermanenkan, Joa Cancelo diboyong dari Valencia, dan terakhir, Juve mendatangkan Cristiano Ronaldo dari Real Madrid. Belum lagi, mereka juga berhasil mendapatkan Emre Can secara gratis.

Tentang Ronaldo, Michael Cox, analis sepakbola Inggris, memang pernah menyebut bahwa pemain asal Portugal itu bisa membatasi fleksibilitas taktik Allegri. Ia lemah dalam bertahan, sementara Allegri seringkali menyuruh pemain depannya untuk menjadi lini pertahanan pertama timnya, baik dengan melakukan counter-pressing maupun melakukan “deep block”. Namun, pendapat Cox sejauh ini belum terbukti. Malahan Ronaldo berhasil membuat Juventus lebih berbahaya, sesuatu yang memang mereka butuhkan untuk memenangi Liga Champions Eropa.

Penampilan Ronaldo di Serie A bisa menjadi contoh: Ronaldo sudah mencetak 10 gol dan mencatatkan 5 assist, membantu Juventus tampil digdaya. Saat ini Juventus nangkring di peringkat pertama, unggul delapan angka dari Napoli yang berada di peringkat kedua.

Ronaldo juga mempunyai mental juara, sekaligus pengalaman segudang di Liga Champions. Pemain asal Portugal tersebut juga sudah lima kali meraih gelar Liga Champions, sekali bersama Manchester United dan empat kali bersama Real Madrid. Bagaimana dengan usia Ronaldo yang sudah di atas kelapa tiga? Hingga sekarang Ronaldo berhasil membuktikan kehebatannya tak lekang oleh waktu.

Setelah kalah dari Real Madrid dalam laga final Liga Champions 2017 lalu, Allegri pernah menyampaikan keluh kesahnya di Player Tribune.

“[untuk meraih gelar Liga Champions] menjadi hebat itu tidak cukup, Anda harus spesial.”

Ia lantas menambahkan, “Kami mempunyai pemain-pemain spesial. Sayangnya, Real Madrid punya lebih banyak. Pada babak kedua, aku tahu bahwa kami tidak memiliki apa yang kami butuhkan. Kami memiliki dua orang pemain yang kesulitan berdiri karena cedera, dan Real Madrid bermain dengan sangat cerdas. Mereka santai. Mereka menikmati pertandingan.”

Musim ini Allegri jelas saja tidak akan berkata seperti itu lagi. Melalui Ronaldo, Juventus memiliki pemain yang sangat spesial. Mereka juga mempunyai skuat yang lebih dalam, yang memungkinkan untuk mengubah jalannya pertandingan. Lantas, saat mereka dapat menikmati pertandingan dengan bermain tanpa rasa takut gelar Liga Champions barangkali bukan lagi sebuah mimpi.

Baca juga artikel terkait LIGA CHAMPIONS atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Nuran Wibisono