Acara televisi yang mengumbar kesedihan tak luput dari kritikan karena dianggap mengeksploitasi kemiskinan. Namun, sebaliknya acara semacam ini justru mendapatkan tempat di hati penonton. Mengapa orang-orang suka menonton tayangan yang mengumbar kesedihan?
“Semua keluarga yang berbahagia sama saja, tetapi setiap keluarga yang murung punya kemurungannya sendiri-sendiri,” tulis Leo Tolstoy dalam Anna Karenina. Amatan itu agaknya tak hanya berlaku bagi keluarga, tetapi juga kota dan negara.
Sineas Nordik sering memproduksi film bergenre dark/black comedy yang paling suram diantara karya sineas negara lain. Bagi mereka, tragedi tak terbuat dari 100% kesedihan. Ia juga mengandung kelucuan tersendiri. Mengapa? Kata sejumlah pengamat film: faktor geografis yang dingin dan gelap turut berpengaruh.
Duka akibat kehilangan tidak pernah mudah. Ia seperti bayangan yang akan selalu mengikuti kita pergi. Hanya sedikit orang yang bisa keluar dari bayang-bayang duka ini. Kebanyakan tenggelam dalam kedukaan yang berlarut-larut tanpa pernah bangkit karena tidak mendapat pertolongan.