Mereka bekerja dengan dedikasi. Melihat mayat hancur, menangani jenazah berjam-jam, mengantar dan menjemput korban kematian dari lokasi kejadian hingga ke rumah almarhum. Karena merekalah, sebagian urusan hidup kita dipermudah.
Jumlah orang yang meninggal tak lagi sebanding dengan luas lahan pemakaman. Bisnis pun hadir memanfaatkan fenomena ini. Hasilnya, kematian yang semakin mahal.
Bisnis makam fiktif telah membuat Dinas Pertamanan dan Pemakaman (DPP) DKI Jakarta melakukan penyisiran di seluruh Tempat Pemakaman Umum (TPU) yang berjumlah 76 tempat. Dari 399 makam yang diduga fiktif, sebanyak 255 makam telah ditertibkan.
Dalam film dokumenter yang dibuat oleh Ucu Agustin berjudul “Kematian” di Jakarta, terungkap ada 110 kematian setiap hari. Hampir 10 persen di antaranya adalah mayat temuan yang tak dikenal. Mayat-mayat tanpa identitas ini biasa disebut dengan tunawan. Seringkali mereka berakhir di pemakaman seadanya dan dikubur dengan nisan tanpa nama.
Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta menemukan sebanyak 80 makam fiktif di beberapa TPU. Menanggapi temuan itu, Gubernur DKI Jakarta akan menindak tegas para pelaku pembuat makam-makam fiktif. Tidak hanya memecat oknum petugas yang terlibat, Ahok juga akan melaporkan mereka ke kepolisian.
Rencana Pemerintah Daerah DKI Jakarta mengambil alih lahan eks Kedutaan Besar Inggris di dekat Bundaran Hotel Indonesia belum dapat segera terealisasikan karena lahan itu belum dibayar oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman.