Menuju konten utama

Profil Kota Kendari: Sejarah, Letak Geografis, Peta, dan Wisata

Berikut profil Kota Kendari beserta keterangan sejarah, letak geografis, gambar peta, dan sejumlah lokasi wisata menarik.

Profil Kota Kendari: Sejarah, Letak Geografis, Peta, dan Wisata
Jembatan Bahtera mas di Kota Kendari. foto/istockphoto

tirto.id - Kota Kendari adalah ibu kota provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra). Secara administratif, di wilayah kota Kendari terdapat 11 kecamatan dan 65 kelurahan.

Letak kota Kendari berdekatan dengan laut, yakni laut Kendari. Maka itu, dari 65 kelurahan di Kota Kendari, 30 dapat dibilang sebagai desa pesisir.

Julukan Kota Kendari adalah Kota Lulo. Istilah ini berasal dari "Mululo" yang merupakan kosakata bahasa suku Tolaki, etnis dengan populasi terbesar di Sulawesi Tenggara.

Kata Lulo merujuk pada nama tarian tradisional suku Tolaki. Tarian Lulo ialah tarian persahabatan yang sering kali dipentaskan saat acara panen raya, pernikahan, hingga pelantikan raja.

Mengutip data di buku Kota Kendari Layak Huni terbitan Badan Pusat Statistik (BPS), luas wilayah Kota Kendari mencapai 300,89 km persegi.

Berdasarkan sensus tahun 2020, Jumlah penduduk Kota Kendari sebanyak 345.107 jiwa. Dari jumlah itu, 173.987 penduduk laki-laki, dan 171.120 jiwa perempuan.

Dari 11 kecamatan di kota Kendari, wilayah yang paling padat penduduk adalah Kendari Barat (42.233 jiwa) dan Poasia (40.657 jiwa).

Saat ini, jembatan Bahtera Mas menjadi ikon utama Kota Kendari. Jembatan Bahtera Mas yang melintasi perairan Teluk Kendari diresmikan pada 2020 lalu.

Dibangun dengan tipe Cable Stayed, jembatan Kendari tercatat mempunyai panjang 1.348 Meter. Jembatan tersebut menjadi penghubung wilayah Poasia dan Kota Lama Kendari.

Komoditas utama di kota Kendari berasal dari sektor perkebunan, pertanian dan jasa. Komoditas unggulan dari sektor perkebunan berupa kakao, kopi, kelapa, cengkeh, jambu mete, dan lada.

Sementara itu, komoditas unggulan dari sub-sektor pertanian, yakni jagung dan ubi kayu. Adapun sektor komoditas lainnya berupa sektor jasa, yaitu pariwisata.

Kendari memiliki satu bandar udara, yakni Bandara Haluoleo. Sentra transportasi laut juga tersedia di kota ini, yakni melalui Pelabuhan Kendari.

Sejarah Kota Kendari

Nama Kendari berakar dari Kandai, kata yang berasosiasi dengan aktivitas maritim masyarakat di kota tersebut. Kata Kandai jadi sebutan lokal untuk alat pendorong perahu dari kayu atau bambu.

Sejak berabad-abad silam, Teluk Kendari sudah masyhur di kalangan pelaut mancanegara. Pelaut dari Eropa dulu menjadikan teluk Kendari lokasi persinggahan sebelum menuju ke pulau-pulau di Maluku, terutama Ternate.

Peta kuno yang disusun oleh pelaut Portugis tercatat sudah mencantumkan Teluk Kendari di jalur pelayaran mereka.

Peta dari abad 15 itu menunjukkan perkempungan di pesisir timur Sulawesi (Celebes) yang oleh pelaut Portugis diberi nama Citta dela Baia. Kampung itu berada di pesisir teluk bernama Baia du Tivora yang identik dengan Teluk Kendari.

Pada abad 15, kawasan sekitar Teluk Kendari masih menjadi wilayah Kerajaan Konawe. Di era itu, Kerajaan Konawe menyebut Kendari sebagai Lipu i Pambandahi, Wonua i Pambandokooha. Artinya adalah kawasan pesisir pantai dengan perkampungan berada di dekat pulau.

Letak strategis Teluk Kendari dan pesisir timur Sulawesi memancing perhatian pemerintah kolonial Belanda di abad 19. Pemerintah Hindia Belanda lantas mengutus pelaut bernama Jacques Nicholas Vosmaer pada 1828 untuk memetakan detail jalur perdagangan di pantai timur Sulawesi.

Tidak lama kemudian, tepatnya pada 9 Mei 1831, peta modern pertama yang memuat informasi letak Teluk Kendari selesai dibuat oleh Vosmaer.

Dalam catatan perjalanannya bertajuk Korte Beschrijving van het zuid oostelijk schiereiland van celebes, Vosmaer mengungkapkan kekagumannya pada bentang alam Teluk Kendari yang indah.

Dia juga meminta izin kepada penguasa wilayah Timur Kerajaan Konawe, Tebau untuk mendirikan kantor dagang di dekat Teluk Kendari pada 1832. Vosmaer juga memberikan kompensasi dengan membuat istana untuk Tebau di sisi utara Teluk Kendari.

Sejak saat itu, istana Tebau berpindah dari Lepo-Lepo ke Teluk Kendari. Momentum ini merupakan titik mula perkembangan Kendari menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan.

Pada 6 Februari 1835, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Den Bosch mengeluarkan keputusan untuk menamakan Teluk Kendari sebagai Vosmaer’s Baai (Teluk Vosmaer).

Pada masa kolonial Belanda hingga pendudukan Jepang, Kendari yang masih seluas ± 31,40 km2 menjadi wilayah kawedanan. Kendari juga berstatus sebagai Ibu kota Onder Afdeling atau Bun Ken Laiwoi.

Status Kendari baru berubah pada akhir 1950-an, atau hampir 15 tahun setelah kemerdekaan RI. Berdasar UU Nomor 29 Tahun 1959, Kendari ditetapkan jadi ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II.

Beberapa tahun selanjutnya, Kendari resmi berubah status lagi menjadi Ibu kota Provinsi Sulawesi Tenggara berdasarkan Perpu Nomor 2 Tahun 1964 Jo. UU Nomor 13 Tahun 1964.

Pada masa awal penetapannya sebagai ibu kota Sulawesi Tenggara, wilayah Kota Kendari meliputi 2 kecamatan saja yang seluas 75,76 km2. Keduanya adalah Kecamatan Kendari dan Mandonga.

Perkembangan berikutnya terjadi menjelang akhir dekade 1970-an. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1978 menjadi dasar perubahan Kendari menjadi kota administratif dengan wilayah yang mencakup 24 desa di 3 kecamatan, yaitu Kendari, Mandonga, dan Poasia.

Terakhir, terbit UU Nomor 6 Tahun 1995 yang menjadi dasar resmi perubahan status Kendari jadi kota madya daerah tingka II. Wilayah Kota Kendari sejak saat itu meluas hingga 298,89 km2.

Letak Geografis Kota Kendari

Kota Kendari memiliki wilayah seluas 300,89 km². Selain mempunyai wilayah daratan yang masuk bagian langsung pulau Sulawesi, Kota Kendari pun memiliki pulau besar. Tak jauh dari mulut teluk Kendari, terdapat Pulau Bungkutoko seluas 20 km persegi.

Secara geografis, letak Kota Kendari berada di penggalan tenggara Pulau Sulawesi dengan wilayah daratan mengelilingi Teluk Kendari.

Dari segi astronomis, letak Kota Kendari di bagian selatan garis khatulistiwa antara 3o54’40’’ dan 4o5’05’’ Lintang Selatan dan garis 122o26’33’’ dan 122o39’14’’ Bujur Timur.

Kota Kendari berbatasan dengan beberapa wilayah berikut:

-Sebelah Barat: Kecamatan Ranomeeto (Kab. Konawe Selatan) dan Kecamatan Sampara (Kab. Konawe)

-Sebelah Timur: Laut Kendari

-Sebelah Utara: Kecamatan Soropia (Kab. Konawe)

-Sebelah Selatan: Kecamatan Moramo dan Kecamatan Konda (Kab. Konawe Selatan)

Peta Kota Kendari

Jika melihat peta Kota Kendari, wilayah daratan utamanya sekilas mirip dengan huruf C yang besar di salah satu sisinya. Hal ini karena sebagaian wilayah kota ini terbelah oleh Teluk Kendari.

Peta Kota Kendari dengan keterangan detail nama wilayah kecamatannya bisa dilihat melalui link di bawah ini:

Peta Kota Kendari.

Sementara itu, gambaran umum peta Kota Kendari dan letaknya di Pulau Sulwesi bisa dilihat dari peta di bawah ini:

Peta Sulawesi Tenggara Kota Kendari

Peta Sulawesi Tenggara Kota Kendari. FOTO/Wikipedia

Wisata Kota Kendari

Kota Kendari memiliki potensi wisata yang menjanjikan. Merujuk pada data Dinas Pariwisata Kota Kendari, setidaknya ada 3 wisata alam dan 9 wisata buatan yang paling menarik di Kota Kendari.

Selain itu, Kota Kendari juga memiliki pemandangan indah di sekitar teluknya, termasuk Jembatan Bahtera Mas yang belum lama dibangun.

Bentuk Teluk Kendari mirip botol dengan mulut selebar 200-an meter. Teluk ini memanjang 7 km dengan lebar maksimal 3,5 km.

Bentang alam yang unik tersebut semakin menarik karena banyak bangunan indah di sekeliling Teluk Kendari. Masjid Al-Alam yang dibangun di atas perairan teluk Kendari adalah salah satunya.

Sejumlah lokasi wisata di Kota Kendari yang menarik dikunjungi adalah:

  • Air Terjun Amarilis
  • Air Terjun Lasolo
  • Tracking Mangrove Lahundape
  • Taman Kota Kendari
  • Taman Meohai
  • Masjid Al-Alam Kendari
  • Pantai Nambo
  • Tugu Religi Kota kendari
  • Kebun Raya Kendari
  • Citraland Waterpark
  • Kolam Renang Kendari.

Baca juga artikel terkait PROFIL KOTA atau tulisan lainnya dari Nurul Azizah

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Nurul Azizah
Penulis: Nurul Azizah
Editor: Addi M Idhom