Menuju konten utama
Periksa Data

Perkara Pekerjaan Ideal, Gen Z dan Milenial Sampingkan Gaji

Gen Z dan Milenial di Indonesia mengutamakan work-life balance dan lingkungan kerja yang mendukung dalam menilai idealnya sebuah pekerjaan.

Perkara Pekerjaan Ideal, Gen Z dan Milenial Sampingkan Gaji
Header Riset Mandiri Pandangan Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan. tirto.id/Mojo

tirto.id - Generasi baru mulai memasuki dunia kerja. Mereka disebut Generasi Z, atau Gen Z, menyusul para Milenial yang telah lebih dahulu masuk ke dunia kerja. Pertanyaan besar yang menggantung kini adalah: sejauh apa perbedaan Gen Z dengan generasi sebelumnya, termasuk Milenial? Seperti apa mereka berperilaku dan apa yang mereka cari dalam sebuah pekerjaan?

Ada banyak spekulasi dan laporan terkait Gen Z dalam hubungan mereka dengan dunia kerja. Survei dari platform pencarian kerja Indeed menemukan bahwa Gen Z tak setia pada tempat kerja mereka, dengan 8 dari 10 responden Gen Z menyatakan bahwa mereka telah berganti pekerjaan dalam 12 bulan terakhir. Hanya 45 persen Milenial yang menyatakan demikian.

Lebih jauh lagi, laporan Vox menyebut bahwa pada 2 tahun terakhir, Gen Z dan para Milenial muda disebut tak memiliki pekerjaan impian. Mereka diklaim tak lagi “dream of labor” atau tidak memimpikan pekerjaan tertentu. Artinya, mereka menolak pekerjaan sebagai dasar identitas dan membingkainya sebagai tindakan untuk mengejar kebutuhan finansial semata.

Memasuki dunia kerja saat kondisi ekonomi terdampak pandemi dan meningkatnya inflasi disebut menjadi konsekuensi besar bagi sikap sosial generasi ini terkait pekerjaan. Masih dari Vox, hal ini juga mungkin menjadi dasar atas kekhawatiran Gen Z akan pekerjaan, sehingga membuat mereka berpindah tempat kerja jika tawaran yang lebih baik muncul.

Lalu, Juli lalu, dipantik oleh unggahan sebuah akun Tiktok, quiet quitting menjadi istilah yang mulai ramai menyerbu internet dan memicu diskusi di pelbagai media sosial. Istilah tersebut lekat dengan ide “bekerja secukupnya,” alih-alih diartikan sebagaimana definisi harfiahnya “keluar diam-diam.”

Laporan Tirto menyebut wacana quiet quitting ini beresonansi pada banyak pekerja Milenial dan generasi pekerja Gen Z. Entah itu menjadi siasat untuk menghindari burnout, lepas dari telepon bos saat sedang bersantai, atau menolak eksploitasi.

Namun, seperti apa sebetulnya pekerjaan yang diinginkan oleh kaum Gen Z dan Milenial?

Berbekal laporan-laporan terdahulu ini, tim riset Tirto bekerjasama dengan Jakpat merancang sebuah survei bertema persepsi Gen Z dan Milenial di Indonesia atas pekerjaan. Tujuannya yakni untuk meneliti pandangan tentang pekerjaan dari kedua generasi itu, terutama aspek-aspek yang mereka anggap penting dalam suatu pekerjaan dan lingkungan kerja.

Sebagai catatan, Jakpat adalah penyedia layanan survei daring yang memiliki lebih dari 1,1 juta responden. Survei ini dilakukan pada pada 20 September 2022 dan melibatkan 1.500 responden berusia 15 tahun sampai 41 tahun.

Adapun rentang usia yang digunakan dalam survei ini mengacu pada pengelompokan Milenial dan Gen Z menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Milenial dikategorikan sebagai generasi yang lahir pada periode 1981-1996, sementara Gen Z adalah generasi yang lahir pada periode 1997-2012.

Metodologi Riset

Jumlah responden: 1.500 responden yang terdiri atas 749 gen Z dan 751 milenial.

Wilayah riset: Indonesia

Periode riset: 20 September 2022

Instrumen penelitian: Kuesioner online dengan Jakpat sebagai penyedia platform

Jenis sampel: Non probability sampling

Margin of error: Di bawah 3 persen

Profil Responden

Pada survei ini, mayoritas responden berdomisili di Pulau Jawa. Jumlahnya sebesar 78,87 persen. Sedangkan untuk komposisi responden menurut jenis kelamin terbilang berimbang, dengan jumlah laki-laki sebanyak 44,73 persen dan responden perempuan sebanyak 55,27 persen.

Infografik Riset Mandiri Pandangan  Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan

Infografik Riset Mandiri Pandangan Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan. tirto.id/Mojo

Dari 749 Gen Z dalam riset ini, jumlah Gen Z yang belum bekerja lebih banyak ketimbang Milenial, yakni 38,99 persen Gen Z dibanding 11,45 persen Milenial.

Adapun Gen Z yang sudah bekerja, paling banyak telah bekerja di kisaran waktu kurang dari 2 tahun (40,72 persen). Berbeda dengan Milenial yang kebanyakan telah bekerja di atas 5 tahun, jumlahnya sebesar 45,81 persen. Tirto sendiri memisahkan jawaban Gen Z dan Milenial yang telah bekerja dan belum bekerja. Hanya responden yang telah bekerja yang menjawab pertanyaan di luar soal pekerjaan ideal.

Infografik Riset Mandiri Pandangan  Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan

Infografik Riset Mandiri Pandangan Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan. tirto.id/Mojo

Sementara untuk pekerjaan utama yang dilakoni, baik Gen Z dan Milenial dalam survei ini mayoritas berprofesi sebagai pegawai swasta, masing-masing sebanyak 35,89 persen dan 44,51 persen. Namun, profesi terbanyak kedua Gen Z adalah pekerja lepas (26,91 persen), sementara Milenial adalah wiraswasta (27,82 persen). Ragam profesi lainnya termasuk guru honorer, petani, kreator konten, dan supir ojek online.

Para pekerja Gen Z sebagian besar memiliki gaji di rentang Rp100 ribu – Rp2 juta, sementara gaji pekerja Milenial kisaran terbanyaknya yaitu Rp2 juta sampai Rp5 juta per bulan.

Lalu, untuk tanggungan keluarga, mayoritas Milenial sudah menikah dengan 1-2 anak sementara kebanyakan Gen Z belum menikah. Di samping itu, ada juga Gen Z dan Milenial yang belum menikah tetapi menjadi tulang punggung keluarga, persentasenya berturut-turut yakni 10,50 persen dan 7,22 persen.

Infografik Riset Mandiri Pandangan  Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan

Infografik Riset Mandiri Pandangan Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan. tirto.id/Mojo

Lingkungan Kerja Adalah Kunci

Tirto menanyakan sejumlah faktor yang mengukur kriteria pekerjaan ideal kepada responden yang belum bekerja dan sudah bekerja. Hasilnya, untuk yang sudah bekerja, baik Gen Z dan Milenial sama-sama menganggap gaji adalah nomor kesekian dalam mendefinisikan kriteria ideal atas pekerjaan.

Hal itu bisa dilihat dari pilihan Gen Z dan Milenial, bahwa “pekerjaan dengan gaji tinggi dan berbagai benefit finansial lainnya” berada di posisi ketiga bagi Gen Z (12,91 persen) dan menjadi terbanyak keempat yang dipilih Milenial (12,03 persen). Artinya, gaji bukan pertimbangan utama Gen Z dan Milenial dalam melamar sebuah pekerjaan.

Mayoritas Gen Z atau sebanyak 19,04 persen memilih work-life balance atau pekerjaan dengan keseimbangan waktu kerja dan waktu luang yang baik sebagai prioritas utama mereka. Menyusul selanjutnya adalah lingkungan kerja yang ramah dan saling mendukung (18,38 persen).

Gen Z yang belum bekerja sendiri, sebanyak 285 orang dari total responden, kebanyakan memilih lingkungan kerja yang ramah dan saling mendukung sebagai prioritas mereka (19,65 persen). Minat dan passion kemudian menjadi pilihan populer selanjutnya (18,6 persen) di prioritas utama.

Infografik Riset Mandiri Pandangan  Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan

Infografik Riset Mandiri Pandangan Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan. tirto.id/Mojo

Lingkungan kerja yang demikian itu justru jadi prioritas utama Milenial, dengan persentase mencapai 20,15 persen. Di urutan kedua dan ketiga kriteria pekerjaan ideal bagi Milenial yakni pekerjaan yang sesuai dengan minat atau passion (15,94 persen) dan pekerjaan yang memiliki work-life balance (12,93 persen).

Infografik Riset Mandiri Pandangan  Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan

Infografik Riset Mandiri Pandangan Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan. tirto.id/Mojo

Temuan Tirto tentang kriteria ideal Gen Z ini dapat dikatakan selaras dengan intensi Gen Z dalam melamar pekerjaan pada studi terbaru Nurqamar, dkk (2022). Menurut studi yang dipublikasikan Jurnal Bisnis, Manajemen, dan Informatika (JBMI) pada bulan Februari tersebut, faktor yang dapat membangun minat Gen Z dalam bekerja meliputi faktor dukungan perusahaan, lingkungan kerja, fleksibilitas kerja, dan kompensasi finansial langsung serta tidak langsung. Lingkungan kerja itu disebut misalnya bagaimana perusahaan menjalin hubungan yang suportif dengan karyawannya.

Riset tersebut melibatkan 150 orang Gen Z berusia 15 – 26 tahun yang bertempat tinggal di Makassar.

Sementara temuan Tirto terkait preferensi dalam pekerjaan ideal Milenial selaras dengan temuan Mulyanti (2021). Mulyanti, dalam sebuah artikel jurnal berjudul “Perbedaan Nilai-Nilai Kerja Generasi Baby Boomer, Generasi X, dan Generasi Y”, mengungkap bahwa Milenial memang lebih mempertimbangkan keseimbangan kehidupan kerja. Meski studi itu membandingkan dengan generasi Baby Boomer, itu tetap dapat diartikan bahwa Milenial menyepakati “work-life balance” penting dalam sebuah pekerjaan.

Selanjutnya, Tirto juga menanyakan seberapa sesuai pekerjaan responden yang sudah bekerja dengan kriteria ideal yang telah mereka sebutkan. Kebanyakan Gen Z dan Milenial menjawab pekerjaan mereka cukup sesuai. Ada pula Gen Z dan Milenial yang merasa pekerjaan mereka sangat sesuai, jumlahnya 12,47 persen dan 10,83 persen. Namun, sebanyak 13,57 persen Gen Z dan 12,8 persen Milenial menjawab pekerjaan mereka “tidak sesuai” dan “sangat tidak sesuai.”

Di antara responden yang merasa pekerjaan mereka tidak sesuai kriteria ideal, Gen Z dan Milenial punya kecenderungan yang sama: memilih cari pekerjaan lain dan bekerja secukupnya.

Namun di kalangan Gen Z, mencari pekerjaan lain menjadi pilihan yang amat mencolok. Perbedaan persentase kedua pilihan itu cukup signifikan, yakni 69,35 persen mencari pekerjaan lain dan 20,97 persen bekerja secukupnya. Berbeda dengan pilihan Milenial yang terbilang imbang antara mencari pekerjaan lain (43,21 persen) dan bekerja secukupnya (39,51 persen).

Infografik Riset Mandiri Pandangan  Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan

Infografik Riset Mandiri Pandangan Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan. tirto.id/Mojo

Temuan serupa juga terlihat pada hasil survei global Randstad yang melibatkan 35.000 pekerja di Asia Pasifik, Eropa, dan Amerika. Menurut survei pada 2022 tersebut, lebih dari setengah responden Gen Z dan Milenial, sebesar masing-masing 56 persen dan 55 persen Milenial, memilih untuk keluar dari pekerjaan jikalau pekerjaannya menghalangi mereka untuk bisa menikmati hidup. Jumlah ini hanya sebesar 38 persen untuk responden Baby Boomers.

Pilihan untuk bekerja secukupnya yang juga salah satu pilihan populer di antara responden Milenial juga sejalan dengan konsep quiet quitting yang telah dibahas sebelumnya.

Menariknya, kendati Gen Z dan Milenial menjunjung tinggi keseimbangan kerja dan lingkungan kerja yang saling mendukung, kedua generasi itu menganggap lembur dan merespons pesan atasan di luar jam kerja cukup penting. Sebanyak 41,36 persen Gen Z dan 42,11 persen Milenial memilih “cukup penting” untuk mengalokasikan waktu dan tenaga mereka di luar jam kerja normal.

Ketika Gen Z dan Milenial menjawab hal itu tidak penting, mereka punya alasan bahwa hal tersebut tidak sepadan dengan gaji dan mereka ingin melindungi kesehatan mental. Di opsi "lainnya," seorang responden Gen Z (19 tahun) menjawab, ia "berusaha tidak mendzalimi diri sendiri dengan bekerja di luar jam kerja, demi kebaikan diri sendiri juga."

Infografik Riset Mandiri Pandangan  Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan

Infografik Riset Mandiri Pandangan Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan. tirto.id/Mojo

Milenial Menetap Lebih Lama di Pekerjaan?

Senada dengan pilihan Gen Z dalam memandang pekerjaan yang tidak ideal, riset ini juga menemukan bahwa 38,39 persen Gen Z, ketimbang 28,87 persen Milenial telah berpindah pekerjaan dalam 12 bulan terakhir. Jawaban paling populer ketika ditanya alasan utama yang membuat mereka berpindah tempat kerja yakni gaji yang kurang memadai. Pilihan itu populer baik di kalangan Gen Z (23,89 persen) maupun Milenial (27,08 persen).

Jawaban paling populer kedua, sebanyak 21,67 persen Gen Z dan 17,19 persen Milenial menyatakan tidak cocok dengan lingkungan kerjanya. Alasan beban kerja yang terlalu berat juga menjadi jawaban yang banyak dipilih, persentasenya sebanyak 11,67 persen Gen Z dan 12,50 persen Milenial. Ada pula yang memilih kategori “lainnya” seperti mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan ingin fokus dengan keluarga.

Infografik Riset Mandiri Pandangan  Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan

Infografik Riset Mandiri Pandangan Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan. tirto.id/Mojo

Kebanyakan Gen Z juga mengaku akan menetap di tempat kerja saat ini dalam kurun waktu yang lebih singkat dibanding Milenial, yaitu 1 – 3 tahun. Pekerja Gen Z yang memilih opsi itu hampir setengahnya, yakni sebesar 49,23 persen. Sementara sebagian besar Milenial (44,96 persen) justru memilih akan menetap lebih dari 5 tahun di tempat mereka bekerja saat ini.

Infografik Riset Mandiri Pandangan  Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan

Infografik Riset Mandiri Pandangan Gen Z dan Milenial Terhadap Pekerjaan. tirto.id/Mojo

Temuan ini tentu mirip dengan yang ditemukan Indeed, yang juga telah disebut di atas. Survei Randstad sendiri juga menemukan bahwa 32 persen responden Gen Z dan 28 persen responden Milenial juga aktif mencari pekerjaan baru. Hal ini disebut memberi tekanan pada pemberi kerja.

Lantas, setinggi apa kepercayaan diri mereka dalam mencari pekerjaan baru?

Tirto juga menanyakan pertanyaan serupa melalui riset ini, “Seberapa tinggi kepercayaan diri Anda untuk bisa mendapatkan pekerjaan baru jika Anda keluar dari pekerjaan saat ini?"

Hasilnya, Gen Z memang merasa lebih percaya diri ketimbang Milenial untuk menembus pasar kerja. Sebanyak 86,44 Gen Z menjawab kepercayaan mereka “sangat tinggi,” “tinggi,” dan “cukup tinggi.” Sedangkan Milenial yang menjawab kombinasi tiga jawaban itu lebih sedikit, yakni sebanyak 79,56 persen. Terkait alasan paling banyak di balik kepercayaan diri kedua generasi itu antara lain kemampuan intelektual, masing-masing sebanyak 28,59 persen (Gen Z) dan 28,73 persen (Milenial)

Amatul Firdausa Nasa dan Meria Susanti dari Universitas Andalas dalam artikelnya di The Conversation juga mengungkap hal senada, bahwa Gen Z menganggap keterampilan mereka tinggi (67 persen). Kelompok itu menilai, berbekal kemampuan yang mereka miliki, besar kemungkinan mereka bisa meraih pekerjaan yang diinginkan.

Temuan ini didasarkan pada survei kepada 1.175 mahasiswa semester 5-9 dari 23 provinsi di Indonesia, yang dilakukan Tim Penelitian Pusat Karier di Universitas Andalas bersama Tanoto Foundation.

Menurut penelitian itu juga, tingginya kepercayaan diri Gen Z salah satunya juga terlihat dari keyakinan mereka akan menembus pasar kerja karena punya pengalaman yang cukup relevan dengan bidang pekerjaan (87 persen).

Kesimpulan

Temuan-temuan ini tentu bisa menjadi masukan bagi pemberi kerja, terutama terkait kebijakan-kebijakan yang relevan dalam mengembangkan dan menarik generasi terbaru di lapangan kerja, Gen Z, serta generasi sebelumnya, Milenial, yang telah lebih lama berada di lingkungan kerja. Misalnya, meski kemungkinan pekerja Gen Z berpindah kerja bisa dikatakan tinggi, tapi aspek work-life balance dalam pekerjaan mungkin bisa mulai diperhitungkan untuk menarik, dan mudah-mudahan mempertahankan, generasi pekerja baru ini.

Namun, perlu diingat juga bahwa salah satu temuan dari riset ini adalah bahwa alasan Gen Z dan Milenial pindah dari sebuah pekerjaan adalah karena gaji yang tidak memadai, sehingga faktor gaji layak tetap penting.

Selain itu, Gen Z dan Milenial juga bisa dikatakan generasi pekerja keras, karena mayoritas responden dari kedua generasi masih menganggap bekerja di luar jam kerja terhitung penting.

Baca juga artikel terkait RISET MANDIRI atau tulisan lainnya dari Fina Nailur Rohmah

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Fina Nailur Rohmah
Editor: Farida Susanty