Menuju konten utama

Pemprov DKI: Advokat hingga Pegawai Kemenkumham Tak Wajib Bawa SIKM

Pemprov DKI Jakarta membuat perkecualian bagi profesi advokat dan pegawai di lingkungan Kemenkumham tidak perlu membawa Surat Izin Keluar Masuk (SIKM).

Pemprov DKI: Advokat hingga Pegawai Kemenkumham Tak Wajib Bawa SIKM
Petugas Satpol PP DKI Jakarta memeriksa dokumen kesehatan dan Surat Ijin Keluar Masuk (SIKM) Jakarta penumpang pesawat setibanya di Terminal 3 Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Rabu (27/5/2020). ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal.

tirto.id - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengecualikan kepemilikan Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) untuk profesi advokat. Hal tersebut mengacu pada Surat Sekretaris Daerah Nomor 490/-079 perihal Pengecualian Kepemilikan SIKM.

"Pengecualian kepemilikan SIKM mencakup advokat yang merupakan mitra penegakan hukum dari Kemenkumham, Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan KPK," ujar Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DKI Jakarta Benni Aguscandra dalam rilis yang diterima Tirto, Selasa (9/6/2020).

Pemberlakuan SIKM ini guna menekan mobilitas masyarakat yang keluar atau masuk wilayah Jakarta untuk mencegah penyebaran COVID-19.

Selain kepemilikan SIKM dikecualikan bagi advokat yang telah disebut di atas. Pemprov DKI Jakarta juga mengecualikan kepemilikan SIKM untuk semua unsur yang ada di lingkungan Kemenkumham.

"Serta semua unsur yang ada di lingkungan Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, dan KPK," ujarnya.

Pelayanan perizinan SIKM ini diberikan untuk warga yang perlu bepergian masuk - keluar DKI Jakarta karena kondisi emergency, antara lain seperti sakit atau keluarga meninggal. Selain itu, terdapat beberapa sektor usaha yang diizinkan bepergian atau beroperasi selama masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta.

Sektor usaha yang dimaksud yakni, kesehatan, bahan pangan/ makanan/minuman, energi, komunikasi dan teknologi informatika, konstruksi, perhotelan, pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Selanjutnya keuangan, logistik, insudtru strategis dan pelayanan sasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai Objek Vital Nasional dan objek tertentu. Warga diimbau untuk tidak membuat surat SIKM palsu karena akan dikenai hukuman paling lama 6 tahun penjara.

"Pemalsuan Surat atau manipulasi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat dikenakan Pasal 263 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 6 tahun penjara; dan/atau Pasal 35 dan Pasal 51 ayat 1, UU ITE No 11 Tahun 2008 dengan ancaman hukuman paling lama 12 tahun penjara dan/atau denda paling banyak Rp12 miliar," demikian ditulis di portal informasi COVID-29 Pemprov DKI Jakarta.

Baca juga artikel terkait PANDEMI CORONA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Maya Saputri