Menuju konten utama

Nielsen Masuk ke Industri Pertandingan Video Game

Esports semakin mirip pertandingan olahraga konvensional. Tentu harus ada yang menghitung jumlah penontonnya, bukan?

Nielsen Masuk ke Industri Pertandingan Video Game
Kompetisi games online. FOTO/Scufgaming.com

tirto.id - Sejak pertama kali diselenggarakan pada 2011, The International pada Dota 2 telah menjadi kompetisi paling prestisius dalam cabang olahraga esports. The International juga menjadi kompetisi yang paling banyak memberikan hadiah dibandingkan kompetisi lain dalam esports.

Tahun ini, ia memberi hadiah mencapai $20 juta dan menjadi kompetisi yang paling banyak diburu oleh atlet esports profesional di seluruh dunia, padahal pada kompetisi pertamanya enam tahun lalu mereka hanya memberikan hadiah 1,6 juta dolar.

Esports memang menjadi primadona baru olahraga modern. Pemain video game profesional dan atlet esports menjadi buruan banyak tim untuk direkrut dalam kompetisi tingkat dunia. Sepanjang 2016 kemarin diperkirakan esports menghasilkan pendapatan mencapai $493 juta. Angka ini belum pasti karena masih belum ada lembaga yang fokus menghitung ada berapa kompetisi esports dunia, sponsor yang membiayai tim, hingga produk-produk yang dijual berkaitan dengan esports.

Artinya, ada ceruk untuk menghitung kalkulasi nilai industri esports secara global, dan Nielsen yang melihat peluang itu. Sebagai lembaga yang telah berpengalaman dalam menghitung pasar televisi, Nielsen siap membuka lini bisnis baru di cabang esports. Perusahaan pengukuran penonton dan marketing televisi ini meluncurkan divisi baru, Nielsen esports, untuk mengukur industri yang berkembang pesat untuk tim, sponsor, pengiklan dan penerbit.

"Nielsen tahu olahraga, Nielsen tahu permainan, dan kami jelas mengenal penonton," kata Nicole Pike, wakil presiden Nielsen Games, yang akan memimpin divisi baru ini.

Baca juga: Mengolahragakan Game dengan e-Sports

Dengan memahami seberapa besar potensi promosi yang ada, pengiklan diharapkan dapat secara maksimal memanfaatkan uang mereka untuk kepentingan pengenalan produk. Selama ini, banyak produk mempromosikan produknya melalui atlet olahraga konvensional seperti sepakbola dan basket.

Seiring tumbuhnya pemain game dan dilihatnya esports olahraga-permainan, Nielsen akan berfokus pada penilaian sponsor, strategi investasi, dan pengukuran pemirsa.

Infografik Nielsen

Apa yang diceritakan Marzarian “Ojan” Sahita, manajer tim atlet esports profesional BOOM ID, bisa menggambarkan potensi bisnis di dunia esports. Dia mengatakan bahwa di beberapa negara kompetisi esports—meski bisa juga diakses via situs—ditayangkan secara langsung melalui siaran televisi konvensional.

Di Indonesia sendiri, masih sedikit produk yang mau mensponsori tim secara profesional. Selain iklim esports masih belum terbentuk sempurna, juga karena masih sedikit tim yang mengelola atletnya secara profesional.

Selain itu, kompetisi-kompetisi esports tingkat nasional masih belum dilirik sebagai ajang bergengsi meski menurut Ojan atlet esports Indonesia secara individual sudah berkualitas baik. Secara umum, klub-klub esports yang ada di Indonesia masih terfokus di pulau Jawa, khususnya Jakarta dan Bandung.

Meski demikian, untuk beberapa jenis game seperti DOTA atau CS GO, kompetisi tetap diadakan secara reguler dan pesertanya konsisten terus naik. Ini yang kemudian menjadi pekerjaan bagi manajer tim untuk mencari sponsor.

Baca juga: Gen Z: Aku Ingin Jadi Gamer

Dalam mengelola tim BOOM ID, Ojan meminta atletnya untuk untuk rutin latihan dan mengikuti kompetisi. BOOM ID sedang berfokus membangun prestasi untuk portofolio. Ojan yakin jika prestasi mereka bagus, sponsor pun akan melirik.

“Setelah punya achievement, [bisa mengajukan] kepada sponsor di luar untuk membiayai kita,” katanya.

Ojan menyadari ada banyak tim esports di Indonesia yang sudah lebih dulu eksis. Maka, ia merasa penting untuk membuat timnya dikenal melalui kompetisi, baik lokal maupun internasional. "Bagi BOOM, branding terbaik adalah dengan berprestasi," katanya.

Selain capaian lomba, hal lain yang jadi pertimbangan sponsor adalah jumlah penggemar. BOOM ID memiliki 17.796 folower di Facebook, 4.900 pelanggan di youtube dengan rata-rata puluhan ribu view per pertandingan. Semakin tinggi statistik penonton dan penggemar, semakin besar kemungkinan sponsor untuk beriklan di tim esports. Manajemen BOOM ID juga buat konten-konten menarik yang diupayakan tidak mengganggu aktivitas atletnya.

“Kami mencoba meyakinkan sponsor bahwa kami punya fans yang bisa membelanjakan uang seperti idola mereka, atau at least bisa memberikan image yang baik soal brand mereka,” kata Ojan.

Baca juga: Gim Perang, Medan Bertempur Virtual Para Tentara AS

Strategi Ojan dan timnya pun beroleh hasil, setidaknya BOOM ID telah memiliki empat sponsor produk elektronik seperti Logitech, Viewsonic, VortexSeries, dan Laptop Gaming Omen by HP. Proses mendapatkan sponsor jelas tidak mudah, ia harus mendorong timnya untuk bisa menang kompetisi dan juga memiliki kualitas baik agar bisa dilirik sponsor.

Sejauh ini, Ojan memprioritaskan kemenangan kompetisi sebagai portofolio prestasi sehingga sponsor akan semakin percaya. "Karna dalam manajemen, mindset kita ya dengan berprestasi kita punya fanbase, dab pada akhirnya bisa jadi nilai plus di mata sponsor," katanya

Data Newzoo menyebut kelompok usia 10-20 tahun memiliki proporsi tinggi dalam jumlah gamer. Berdasarkan gender, 21 persen gamer Indonesia adalah berusia 10-20 tahun dan laki-laki, sementara 15 persennya perempuan. Jurre Pannekeet, analis pasar Newzoo, menyebut ada 8,5 juta penggemar e-Sport di Indonesia pada 2016. Ia menaksir angka itu bakal naik menjadi 19,8 juta pada 2019.

Data itu yang memperkirakan nilai industri game di Asia Tenggara sebesar $2,2 miliar pada 2017 dan 21 persennya berasal dari Indonesia, negara berperingkat kedua pasar game terbesar di Asia Tenggara setelah Thailand.

Baca juga: Dari Gamer, oleh Gamer, dan untuk Gamer

Di beberapa negara, tim profesional esports diperlakukan seperti rockstar. Di Jepang dan Korea, misalnya, atlit-atlit esports memiliki basis penggemar. Tak jarang kompetisi game bisa ditayangkan secara live dengan ribuan fans memenuhi stadion lokasi turnamen. Turnamen esports seperti League of Legends, Counter-Strike: Global Offensive, Overwatch, dan Street Fighters ditayangkan secara live ke seluruh dunia, terkadang di beberapa website dan di TV.

Pada 2014, ESPN menyebut bahwa jumlah penonton kompetisi final League of Legends di Seoul mencapai 27 juta orang, terdiri dari penonton langsung di stadion dan live streaming. Pada saat yang sama, penonton final NBA 2014 antara The San Antonio Spurs melawan Miami Heat hanya mencapai 18 juta orang sedunia. Namun, perlu dipahami bahwa perilaku penonton live streaming kompetisi reguler League of Legends masih kalah jauh dengan penonton pertandingan reguler NBA.

Lembaga Nielsen yang fokus pada esports ini akan memiliki dewan redaksi yang beranggotakan individu dari berbagai lembaga seperti ESL, ESPN, Facebook, FIFA, Major League Gaming/Activision Blizzard, NBA 2K League, The Next Level, Sony PlayStation, Turner, Twitch, Twitter, Unilever, dan Google YouTube.

Turnamen esports hari ini menghasilkan banyak pendapatan. Membuat analisis data yang akurat dan mendalam, selain jadi uang bagi yang membidik ceruknya, akan berharga juga bagi banyak pihak. Lembaga riset konsumen esports Newzoo menyebut bahwa Indonesia merupakan pasar terbesar esports di Asia Tenggara dengan pertumbuhan paling tinggi.

Pada 2016 diperkirakan ada 9,5 juta penggemar esports di Asia Tenggara. Angka ini diprediksi akan bertambah dua kali lipat pada 2019 berdasarkan laporan Global Esports Market Report yang dibuat oleh Newzoo.

Baca juga artikel terkait VIDEO GAME atau tulisan lainnya dari Arman Dhani

tirto.id - Marketing
Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani