Menuju konten utama

Mengenal Typhoon Hagibis di Jepang dan Dampak yang Ditimbulkan

Typhoon Hagibis atau topah Hagibis di Jepang akan disertai angin berkecepatan 180km per jam serta hujan lebat yang dapat menimbulkan banjir dan longsong.

Mengenal Typhoon Hagibis di Jepang dan Dampak yang Ditimbulkan
Ilustrasi Badai. ANTARA FOTO/REUTERS/Toby Melville

tirto.id - Jepang diprediksi akan menghadapi hujan dan angin kencang terberat dalam 60 tahun terakhir saat Topan Hagibis (Typhoon Hagibis) yang semakin dekat.

Dikutip dari BBC, hujan hingga angin kencang yang mencapai 180km per jam ini dapat menyebabakan banjir dan tanah longong. Badan Meteorologi Jepang telah mengeluarkan peringatan ini.

Sekitar puluhan ribu rumah pun kini tanpa penerangan akibat gangguan pada listrik. Toko, pabrik dan jaringan kereta api ditutup sementara.

East Japan Railway Co. (JR East) mengumumkan pada hari Jumat (11/10/2019) bahwa mereka akan menutup sementara perjalanan kereta pada hari Sabtu.

Dikutip dari Japan Times, Jalur Shonan-Shinjuku, misalnya, akan dihentikan sepanjang hari, dengan rute utama lainnya, termasuk jalur Chuo, Yamanote, Saikyo, dan Keihin Tohoku, dihentikan sekitar tengah hari.

Ini juga akan secara signifikan mengurangi lintasan kereta cepat, dengan beberapa shinkansen dijadwalkan berangkat dari Tokyo setelah pukul 1 malam.

Tak hanya layanan transportasi umum yang terganggu, Piala Dunia Rugby dan Grand Prix Formula 1 juga disebut turut terdampak dari cuaca ekstrem di Jepang ini.

Tokyo Disneyland dan Tokyo DisneySea juga akan ditutup pada hari Sabtu untuk pertama kalinya sejak Gempa Besar Jepang Timur pada tahun 2011, kata operator Oriental Land Co. Universal Studios Jepang.

Ia juga mengatakan bahwa penutupan sementara juga akan terjadi pada taman bermain di wilayah Osaka.

Di wilayah timur Tokyo, angin seperti tornado menghantam Chiba, merusak rumah penduduk bahkan menyeret mobil yang menewaskan penumpang di dalamnya.

Hagibis, yang berarti "kecepatan" dalam bahasa Filipina Tagalog, diperkirakan akan menghantam pulau utama Honshu pada Sabtu (12/10/2019) malam, The Guardian melaporkan.

Ini bisa menjadi badai terkuat yang dihadapi Jepang sejak Topan Kanogawa pada tahun 1958, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang.

Dikutip dari CNN, Badai ini setara dengan badai Atlantik ategori 3. Saat Topan Hagibis tiba di Jepang, diperkirakan disertai angin dengan kecepatan 100 da 130 kpj (62-80 mpj). Curah hujan akan mencapai 200 milimeter yang diperkirakan dapat memicu banjir.

Warga Jepang telah mengumpulkan persediaan makanan untuk beberapa hari mendatang atas saran pihak berwenang setempat.

Bulan lalu Topan Faxai menimbulkan bencana di bagian negara itu, merusak 30.000 rumah, yang sebagian besar belum diperbaiki. Pusat evakuasi kini telah dibuka di beberapa wilayah pesisir terkait topan Hagibis.

Perbedaan Hurricane dan Typhoon

Satu-satunya perbedaan antara hurricane dan typhoon adalah di mana mereka terjadi, demikian dikutip dari Forbes.

Keduanya merupakan siklon tropis, tetapi ketika itu terjadi di Pasifik timur atau Atlantik maka akan disebut hurricanes. Jika terjadi di Pasifik barat maka akan disebut Typhoon.

Dikutip dari BMKG, siklon tropis merupakan badai dengan kekuatan yang besar. Radius rata-rata siklon tropis mencapai 150 hingga 200 km. Siklon tropis terbentuk di atas lautan luas yang umumnya mempunyai suhu permukaan air laut hangat, lebih dari 26.5 derajat celsius.

Angin kencang yang berputar di dekat pusatnya mempunyai kecepatan angin lebih dari 63 km/jam.

Secara teknis, siklon tropis didefinisikan sebagai sistem tekanan rendah non-frontal yang berskala sinoptik yang tumbuh di atas perairan hangat dengan wilayah perawanan konvektif.

Kecepatan angin maksimum setidaknya mencapai 34 knot pada lebih dari setengah wilayah yang melingkari pusatnya, serta bertahan setidaknya enam jam.

Hurricane dan typhoon bisa mencapai kecepatan angin kategori 3 atau lebih tinggi. Sehingga dampaknya tentu sangat besar.

Baca juga artikel terkait BADAI TOPAN atau tulisan lainnya dari Yantina Debora

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Yantina Debora
Editor: Agung DH