Menuju konten utama

Mengenal Penyakit Chagas, dari Penyebab hingga Pengobatannya

Setiap tahun, kasus baru penyakit chagas bisa mencapai 39.000 dengan angka kematian 7.000 jiwa.

Mengenal Penyakit Chagas, dari Penyebab hingga Pengobatannya
Ilustrasi Penyakit Chagas. foto/istockcphoto

tirto.id - Seharusnya dia tidak menjadi salah satu dari 39.000 orang yang tertular Chagas tahun ini dan setiap tahunnya, tulis Francisco Javier Sancho Mas, mengawali kisah yang ia tulis dalam feature berjudul “Una Etre 39.000” atau “Menjadi 39.000” dalam El Pais Newspaper.

“Dia kemungkinan besar digigit vinchucapada malam hari. Dan kutu itu seharusnya tidak ada di rumahnya” tambahnya.

Yang dimaksud ‘dia’ dalam tulisan Francisco adalah Mayerlin, seorang gadis berusia tujuh tahun asal Amerika Latin yang menderita penyakit Chagas.

Melalui potret yang diambil oleh Ana Ferreira, Francisco berusaha menuliskan kisah gadis belia yang menjadi korban parasit Trypanosoma cruzi (T-cruzi) itu, serta menjadi salah satu dari 39.000 orang yang terjangkit pada tahun itu.

Dalam tulisannya, ia mengisahkan bahwa Mayerlin adalah salah satu korban yang bisa dikatakan masih sedikit beruntung. Karena, dia didiagnosis dan dirawat tepat waktu, sehingga perawatannya bisa sangat efektif.

Namun, berita buruknya, Mayerlin hanyalah salah seorang yang bahkan kurang dari 1 persen dari jumlah korban keseluruhan. Di luar sana, khususnya di wilayah-wilayah kumuh Amerika Latin, masih banyak korban yang tak terjamah perawatan.

Lantas, apa itu penyakit Chagas ? Serta mengapa ini harus diberikan perhatian yang serius?

Penyakit Chagas atau American trypanosomiasis, disebut sebagai silent and silenced disease karena perkembangan klinisnya yang lambat dan sering tanpa gejala.

Dilansir dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit ini lazim dialami oleh orang-orang di kawasan kumuh, yang menjadi populasi miskin Amerika Latin dan kini tercatat telah diderita oleh 6-7 juta orang.

Selama satu dekade terakhir, penyakit endemik kawasan Amerika Latin ini bahkan telah terdeteksi di sejumlah wilayah Amerika Serikat dan Kanada, serta di banyak negara Eropa dan beberapa negara Pasifik Barat.

Chagas menginfeksi melalui penularan vektor parasit Trypanosoma cruzi, terutama ditularkan melalui kontak dengan kotoran atau urin dari triatomine (kutu penghispa darah) yang sebelumnya terinfeksi.

Triatomine biasanya hidup di daerah pedesaan atau pinggiran kota, dan membangun sarang di celah dinding atau atap yang tak terawat. Lazimnya mereka bersembunyi di siang hari dan menjadi aktif di malam hari, ketika mereka mulai berburu makanan: darah manusia yang tertidur.

Mereka seringkali menggigit area kulit yang terbuka seperti wajah, kemudian membuang kotoran dan urinnya di dekat gigitan. Selain itu, manusia juga dapat terinfeksi melalui mata, mulut, dan bagian kulit yang terbuka (akibat luka) saat disentuh dengan tangan yang telah terkontaminasi kotoran kutu.

Setelah mereka menginfeksi, ada fase awal dan fase akut yang berlangsung sekitar dua bulan. Dalam kebanyakan kasus, seseorang tak akan akan mengalami gejala apapun, atau sekadar gejala ringan dan tidak spesifik.

Pada orang yang digigit oleh kutu triatomine, tanda-tanda infeksi pertama terlihat khas, seperti lesi kulit atau pembengkakan kelopak sebelah mata (yang disebut tanda Romana) dapat membantu dalam diagnosis kasus baru.

Dengan cara penularan apa pun, pasien dapat mengalami demam, sakit kepala, pembesaran kelenjar getah bening, pucat, nyeri otot, kesulitan bernapas, pembengkakan, dan sakit perut atau dada.

Selama fase kronis yang menggantikan fase akut, hingga 30 persen pasien menderita gangguan jantung dan hingga 10 persen mengalami gangguan pencernaan, neurologis atau campuran.

Pada tahun-tahun berikutnya, infeksi dapat menyebabkan kematian mendadak terutama karena aritmia jantung atau gagal jantung yang disebabkan oleh kerusakan otot jantung dan sistem sarafnya.

Penyakit Chagas dapat ditangani dengan dua obat antiparasit: benznidazole dan nifurtimox. Kedua obat ini hampir 100 persen efektif menyembuhkan penyakit ini jika diberikan segera setelah infeksi, termasuk kasus penularan bawaan.

Namun, kemanjuran keduanya bisa jadi berkurang jika semakin lama seseorang terinfeksi dan reaksi yang merugikan lebih sering terjadi.

Setiap tahun, ada penambahan kasus baru hingga mencapai 39.000 dengan angka kematian 7.000 jiwa. Sementara untuk kasus pertama dari penyakit ini, dialami oleh seorang gadis Brazil bernama Berenice Soares de Moura, yang didiagnosis oleh dokter Carlos Ribeiro Justiniano Chagas, tepat pada 14 April 1909.

Lebih dari seabad lamanya, penyakit ini luput dari perhatian global. Hingga akhirnya, pada tahun ini untuk pertama kalinya, komunitas global bersiap untuk merayakan Hari Penyakit Chagas Dunia pertama.

Hari Penyakit Chagas Sedunia atau World Chagas Disease Day sendiri akan diperingati setiap tanggal 14 April. Salah satu tujuannya, adalah untuk meningkatkan visibilitas dan kesadaran publik terhadap orang-orang dengan penyakit Chagas, serta sumber daya yang diperlukan untuk pencegahan, pengendalian atau pemberantasan penyakit.

Usulan untuk menetapkan 14 April sebagai Hari Penyakit Chagas Dunia diprakarsai oleh International Federation of Associations of People Affected by Chagas Disease.

Pada 24 Mei 2019, Majelis Kesehatan Dunia - badan pembuat keputusan WHO - mengesahkan proposal tersebut, yang didukung oleh beberapa lembaga kesehatan, universitas, pusat penelitian, platform, organisasi dan yayasan nonpemerintah nasional atau internasional.

Merayakan Hari Penyakit Chagas Sedunia pada 14 April diharapkan mampu memberikan kesempatan untuk menambahkan suara global guna mendukung penanganan epidemik ini dan penyakit tropis lainnya yang terabaikan.

Baca juga artikel terkait PENYAKIT CHAGAS atau tulisan lainnya dari Ahmad Efendi

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Ahmad Efendi
Penulis: Ahmad Efendi
Editor: Yantina Debora